
PENGAMAT Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Fahmy Radhi menyatakan, jika aturan yang mewajibkan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) terhadap produk-produk impor berteknologi tinggi dari asing dihapus, maka jangan harap Indonesia bisa bermimpi bisa membuat mobil produk dalam negeri.
Doktor Ekonomi dari University of Newcastle, Australia, ini merespon pernyataan Presiden Prabowo yang akan melonggarkan kebijakan TKDN terhadap produk-produk impor dari negara lain. Presiden Prabowo menyikapi kritikan Pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia, salah satunya dalam menerapkan TKDN di banyak sektor. Karena itu, Pemerintah AS memberlakukan tarif timbal balik (resiprokal) produk-produk impor Indonesia ke AS sebesar 32 persen.
“Saya yakin, jika aturan TKDN dihapus, investor asing tidak akan menggunakan TKDN. Mereka akan merasa nyaman menggunakan komponen sendiri. Saya kira kebijakan penghapusan TKDN sangat blunder,” kata Fahmy Radhi dalam sebuah wawancara dengan corebusiness.co.id, Rabu (23/4/2025).
Menurutnya, jika ketentuan penggunaan TKDN dihapus, maka nilai tambah yang didapatkan negara rendah. Bahkan Indonesia hanya dijadikan pasar produk-produk berteknologi tinggi dari negara lain.
Pria berdarah Banjar, Kalimantan Selatan, ini juga merespon pemberlakuan tarif royalti minerba baru, perkembangan hilirisasi industri dalam mendukung penggunaan energi hijau, seiring kebijakan dekarbonisasi.
Berikut petikan wawancaranya.
Presiden Prabowo telah menandatangani PP No.19 Tahun 2025 tentang Penyesuaian Tarif Royalti Mineral dan Batubara (Minerba). Menurut Anda, sudah tepat pemerintah menerapkan tarif royalti baru ini?
Menurut saya, penerapan tarif baru terhadap komoditas mineral dan batubara (minerba) sudah waktunya harus dilakukan pemerintah. Karena selama ini tarif royalti sudah lama tidak dinaikkan pemerintah. Sebelumnya, juga tidak ada pajak progresif untuk komoditas minerba. Selama ini yang lebih diuntungkan adalah pengusaha daripada negara.