160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN

Layanan Sistem Coretax Terganggu, Hambat Proses Daftar Ulang Wajib Pajak

750 x 100 PASANG IKLAN

Cibinong,corebusiness.co.id-Ridho memarkir kendaraan roda duanya di area parkiran Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Rabu pagi (8/1/2025), pukul 09.30 WIB. Kedatangan karyawan salah satu perusahaan swasta ke KPP Pratama Cibinong untuk mendaftar ulang data pajak perusahaan tempatnya bekerja.

Ridho mendapat informasi bahwa perusahaan wajib pajak diharuskan mendaftar ulang data pajaknya melalui Coretax, sistem administrasi layanan baru yang diterapkan Direktorat Jenderal Pajak awal tahun 2025.

Petugas KPP Pratama Cibinong menginformasikan Ridho untuk login ke pendaftaran layanan Coretax dengan melengkapi data pajak perusahaan.

“Setelah saya login ke layanan Coretax, ketika saya submit, muncul tanda huruf x, artinya gagal. Saya coba lagi, tapi masih nggak bisa juga,” kata Ridho kepada corebusiness.co.id, Rabu (8/1/2025).

750 x 100 PASANG IKLAN

Lantaran bingung, Ridho minta dipandu oleh petugas KPP. Setelah kembali dicoba, ternyata masih gagal, petugas menyampaikan permohonan maaf, lantaran sistem layanannya mengalami gangguan.

“Maaf ya, Pak. Sistem layanan kami sedang mengalami gangguan,” ucap petugas kepada Ridho.

“Tadi juga ada orang mau urus NPWP, tapi nggak bisa,” imbuhnya.

Ia berharap segera bisa mendaftarkan ulang pajak perusahaannya melalui layanan baru Coretax yang diberlakukan DJP di awal 2025 ini.

750 x 100 PASANG IKLAN

Menukil tulisan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Ardian Mahardi Putera di laman pajak.go.id, dituturkan ihwal penerapan layanan Coretax.

Ardian menginformasikan bahwa perubahan atau reformasi perpajakan di Indonesia telah berlangsung dalam beberapa tahap. Tahap awal dimulai pada tahun 1983. Saat itu, reformasi yang dilakukan berupa reformasi undang-undang perpajakan yang mengatur ketentuan mengenai peralihan sistem pemungutan pajak dari official assessment menjadi self assessment.

Kemudian, perjalanan reformasi dilanjutkan dengan reformasi Undang-Undang Perpajakan pada tahun 1991-2000, Reformasi Perpajakan Jilid I pada tahun 2002-2008 tentang Modernisasi Administrasi Perpajakan, Reformasi Perpajakan Jilid II pada tahun 2009-2016 tentang peningkatan pengendalian internal, hingga saat ini yang sedang berlangsung yaitu Reformasi Perpajakan Jilid III dari tahun 2017 hingga sekarang dengan tema konsolidasi, akselerasi, dan kontinuitas reformasi perpajakan.

Reformasi perpajakan masih berlanjut dengan dilakukannya Reformasi Perpajakan Jilid III yang berfokus pada pembenahan lima pilar yaitu organisasi, sumber daya manusia, teknologi informasi dan basis data, proses bisnis, dan peraturan perundang-undangan. Reformasi perpajakan tak bisa terlepas dari sistem administrasi perpajakan yang digunakan oleh wajib pajak dan fiskus.

Pengembangan sistem administrasi perpajakan secara digital diawali dengan penerapan e-filing untuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) wajib pajak, e-faktur untuk administrasi faktur pajak, dan pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta ebilling sebagai kanal pembayaran pajak.

750 x 100 PASANG IKLAN

“Sistem administrasi yang baik, cepat, dan mudah akan bermuara pada peningkatan kepatuhan pajak, khususnya kepatuhan pajak sukarela (voluntary tax compliance). Pasalnya, biaya kepatuhan (compliance cost) dapat ditekan serendah mungkin,” tulis Ardian.

Namun, ungkapnya, sistem administrasi digital yang berjalan saat ini masih dapat dikembangkan jauh lebih baik lagi, terutama dalam hal integrasi dan kualitas data. Kewajiban perpajakan masih dijalankan melalui berbagai kanal yang terpisah, seperti e-filing, e-faktur, dan e-registration.

Menurut mengemukakan, untuk menjalankan reformasi perpajakan dalam hal layanan administrasi perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meluncurkan suatu sistem aplikasi canggih dan terintegrasi yang dinamakan dengan Coretax atau Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Dengan adanya sistem ini, diharapkan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan dapat dijalankan dengan lebih baik dan mudah baik bagi wajib pajak dan juga petugas pajak.

Ia menyebutkan bahwa Coretax akan diimplementasi pada awal tahun 2025.

Persiapan Implementasi Coretax

Ardian lantas menjabarkan persiapan wajib pajak sebelum implementasi Coretax. Pertama, terkait pemutakhiran data.

Menurutnya, salah satu langkah utama yang perlu dilakukan oleh wajib pajak adalah melakukan pemutakhiran data pajak secara lengkap dan akurat. Dalam rangka mendukung implementasi Coretax, DJP akan memastikan bahwa data wajib pajak yang ada di sistemnya selalu terbarui.

“Oleh karena itu, wajib pajak perlu memastikan bahwa informasi yang tercatat dalam sistem pajak sudah sesuai dengan kondisi aktual. Hal ini meliputi pembaruan data identitas wajib pajak, alamat, jenis usaha, nomor telepon, alamat surat elektronik, serta informasi perpajakan lainnya yang relevan,” terangnya.

Ardian menekankan, pemutakhiran data pajak sangat penting, karena Coretax akan berfungsi dengan lebih efektif jika data yang digunakan akurat dan valid. Untuk itu, wajib pajak dapat melakukan pembaruan data melalui layanan yang disediakan oleh DJP di DJP Online atau melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Mengingat bahwa data yang tidak akurat atau tidak lengkap dapat memengaruhi kewajiban perpajakan dan potensi penyelesaian sengketa, pemutakhiran data adalah langkah awal yang krusial.

Kedua, terkait simulator Coretax. Dijelaskan, guna mempersiapkan diri untuk menghadapi perubahan besar ini, DJP telah menyediakan fasilitas uji coba simulator Coretax. Simulator ini memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk mencoba sistem baru yang akan digunakan pada 2025 sebelum sistem tersebut diberlakukan secara penuh. Dengan mengakses simulator ini, wajib pajak dapat mempelajari bagaimana sistem Coretax akan bekerja, mulai dari pelaporan pajak, pembayaran, hingga pemantauan status pajak secara real time.

Penggunaan simulator ini juga menjadi sarana penting untuk memahami alur baru dalam pelaporan dan pembayaran pajak yang lebih efisien. Wajib pajak yang berpartisipasi dalam uji coba ini dapat memberikan masukan kepada DJP terkait pengalaman penggunaan sistem, yang pada gilirannya akan membantu pemerintah melakukan perbaikan sebelum sistem Coretax diimplementasikan secara penuh.

“Oleh karena itu, wajib pajak sebaiknya tidak melewatkan kesempatan untuk mencoba simulator ini dan memastikan bahwa mereka siap dengan perubahan sistem yang akan datang,” sarannya.

Ia menyarankan, untuk memastikan wajib pajak tidak kesulitan dalam mengikuti aturan baru yang berlaku seiring dengan hadirnya Coretax,  pemahaman mengenai ketentuan terbaru sangat penting. Salah satu peraturan yang perlu dipahami adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PMK 81/2024). PMK ini berisi pedoman mengenai mekanisme pelaporan pajak, tata cara pembayaran, serta sanksi-sanksi yang berlaku jika wajib pajak tidak mematuhi ketentuan.

Sebagai bagian dari sistem administrasi perpajakan yang baru, Coretax akan mengubah cara pengelolaan laporan dan pembayaran pajak secara signifikan. Oleh karena itu, wajib pajak perlu memahami dengan seksama aturan yang ada dalam PMK 81/2024 agar tidak mengalami kebingungan atau kesalahan dalam pelaporan pajak mereka.

“Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam PMK ini antara lain adalah penandatanganan secara elektronik dengan sertifikat digital, format pelaporan yang baru, proses verifikasi otomatis yang diterapkan oleh sistem, serta batas waktu pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Masa dari paling lambat tanggal 10 menjadi tanggal 15 bulan berikutnya,” urainya.

Selain itu, PMK ini juga memberikan penjelasan tentang aturan-aturan baru terkait pemanfaatan teknologi dalam pelaporan pajak. Wajib pajak harus mengikuti perkembangan ini agar dapat memanfaatkan sistem Coretax dengan sebaik-baiknya, serta menghindari potensi denda atau masalah perpajakan lainnya.

Sementara Imam Dharmawan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak, dalam tulisannya di laman pajak.go.id, menuturkan manfaat yang diperoleh dari implementasi Coretax tidak hanya dirasakan oleh pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat secara keseluruhan.

“Dari segi administrasi, Coretax memungkinkan proses perpajakan yang lebih efisien dan akurat, yang pada gilirannya meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan penerimaan negara,” tulis Imam.

Namun, lanjutnya, manfaat Coretax tidak hanya terbatas pada efisiensi administrasi. Dengan menyediakan layanan yang lebih baik dan meningkatkan pengalaman wajib pajak, Coretax juga berpotensi untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap perpajakan secara keseluruhan.

Imam mengakui, meskipun memiliki potensi besar untuk membawa perubahan yang positif, implementasi Coretax tidak lepas dari tantangan dan kendala. Salah satu tantangan terbesar adalah belum terbiasanya sebagian pengguna teknologi terhadap transformasi digital, terutama dari kalangan yang belum familiar dengan penggunaan teknologi.

Selain itu, ungkapnya, keterbatasan akses internet di daerah terpencil juga menjadi hambatan dalam menyebarkan manfaat Coretax secara merata.

“Namun, dengan upaya yang terus-menerus dan kerja sama yang baik antara berbagai pihak, DJP yakin bahwa setiap tantangan dapat diatasi,” Imam berpandangan. (FA)

 

750 x 100 PASANG IKLAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 PASANG IKLAN
Core Business

Bincang Kepo

Promo Tutup Yuk, Subscribe !