
Tahapan penting terkait aspek teknis adalah penerimaan, transportasi, injeksi, penyimpanan, monitoring pengukuran, laporan, dan verifikasi. Setiap tahapan teknis tersebut harus sesuai dengan karakteristis lokasi masing-masing dengan menggunakan protokol keteknikan yang baik. Proses teknologi ini melibatkan serangkaian langkah, dimulai dari capture (penangkapan), transport (pemindahan), hingga storage (penyimpanan).
Menurut laporan di New Scientist, mayoritas proyek CCUS gagal atau menghasilkan penangkapan karbon yang lebih kecil dari yang diharapkan, bahkan lebih menakutkan lagi karena diungkapkan banyak sekali terjadi kecelakaan dalam proses perpipaan CO2 (Syarif, 2024).
Karena itu, diperlukan pengaturan secara teknis dengan standar yang tinggi demi keselamatan dan keamanan operasi. Pilihan teknologi dan strategi yang digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemanfaatan yang ingin diraih oleh Indonesia.
Tantangan berikutnya adalah kebutuhan akan investasi besar. Sebagai contoh, penandatanganan pengembangan CCS antara Pemerintah Indonesia dan ExxonMobil melibatkan investasi sebesar 15 miliar dolar AS. Sementara itu proyek CCS Quest di Kanada membutuhkan 1,35 miliar dolar AS untuk kapasitas 1,2 juta ton CO2 per tahun. Karena itu, perlu dicari peluang pendanaan dari pihak lain.
Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon telah dimungkinkan monetisasi kredit karbon dan pertimbangan potensi ekonomi hasil monetisasi penyelenggaraan CCS/ CCUS.
Pemanfaatan dana kemitraan internasional juga bisa menjadi peluang. Misalnya Carbon Capture and Storage Fund dari Australia sebagai dana perwalian mitra di bawah fasilitas kemitraan pembiayaan energi bersih menyediakan dana untuk 13 pengembangan CCS di semua negara berkembang yang menjadi anggota Asian Development Bank, termasuk Indonesia.
Selanjutnya fondasi hukum yang kuat sangat diperlukan, terlebih Indonesia adalah pelopor di ASEAN dalam penerapan regulasi CCS. (CB)