
Jakarta,corebusiness.co.id–Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat capaian penting dalam dinamika harga pangan nasional. Untuk pertama kalinya sejak 2021, beras mengalami deflasi sebesar 0,13 persen pada September 2025, memutus tren empat tahun berturut-turut (2021–2024) di mana beras selalu menjadi penyumbang inflasi bulanan pada periode yang sama.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah, menyebut deflasi beras ini sebagai sebuah anomali positif. Fenomena tersebut terjadi karena tiga faktor utama. Pertama, panen gadu yang memperbesar pasokan gabah. Kedua, pemanfaatan stok gabah lama di penggilingan. Ketiga, melimpahnya pasokan beras di pasar.
“Deflasi beras kali ini bukan kebetulan. Pasokan gabah dari panen gadu meningkat, penggilingan mengolah stok yang tersedia, dan harga beras akhirnya turun di semua level, dari penggilingan, grosir, hingga eceran,” ujar Habibullah saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Berdasarkan data yang juga dihimpun BPS, pada September 2025 ini rata-rata harga beras kualitas premium di penggilingan sebesar Rp13.739 per kg, turun sebesar 0,72 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Sedangkan beras kualitas medium di penggilingan sebesar Rp13.386 per kg atau turun sebesar 0,54 persen. Dan beras kualitas submedium sebesar Rp13.278 per kg atau turun sebesar 0,31 persen.
Deflasi beras September 2025 didukung lonjakan produksi yang signifikan sepanjang tahun. Berdasarkan hasil KSA BPS, produksi beras Januari–November 2025 diproyeksikan mencapai 33,19 juta ton, meningkat 12,62 persen dibanding periode yang sama tahun 2024 (29,47 juta ton).