
Oleh: Dr. Kurtubi
PERNYATAAN Hasyim Djojohadikusumo, Utusan Khusus Presiden bidang Energi dan lingkungan Hidup, yang merupakan adik kandung Presiden Prabowo Subianto, terkait pembangunan Energi Baru Terbarukan (EBT), telah membawa angin segar bagi masa depan energi bersih ramah lingkungan bebas emisi karbon CO2, pollutants, dan debu.
Kita ketahui bahwa DPR RI selama bertahun-tahun membahas Rancangan UU EBT yang hingga hari ini belum juga disahkan.
Lebih Khusus energi nuklir, yang termasuk energi baru, sudah dicita-citakan untuk dimanfaatkan di Indonesia oleh Presiden Soekarno sejak tahun 1950an. Tahun 1960-an pemerintah menyiapkan SDM-nya dengan membuka studi Nuklir di ITB dan UGM.
Selanjutnya, di tahun 1970-an Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) sebagai wadah kelembagaannya dibentuk, diikuti dengan membangun Reaktor Listrik Nuklir Experiment di Serpong, Bandung, dan Yogyakarta. Namun hingga Batan dibubarkan dan digabung ke BRIN, satu biji pun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) komersial yang listriknya dimanfaatkan oleh rakyat dan dunia usaha, belum juga dibangun.
Padahal DPR RI periode 2014-2019 bersama pemerintah, yang diwakili oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, sudah meratifikasi Paris Agreement on Climate Change menjadi UU No.16 Tahun 2016.
Teknologi PLTN terus berkembang menjadi lebih aman, biaya produksi listriknya menjadi lebih murah. Listriknya non-intermitten bisa nyala nonstop 24 jam tanpa membutuhkan energy storage yang mahal. Sehingga listrik dari PLTN bisa menopang industrialisasi dan hilirisasi tambang mineral menjadi lebih efisien.
Mulai dari kegiatan penambangan di hulu, diikuti dengan kegiatan smelter yang mengolah hasil tambang nonstop 24 jam, hingga kegiatan pabrik/industri hilir yang mengolah output smelter menjadi produk final siap pakai dan siap diekspor–yang juga beroperasi nonstop 24 jam. Selain secara geologis, negara kita dikaruniai oleh Yang Maha Kuasa kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) bahan bakar energi nuklir berupa uranium dan thorium.
Hampir semua dari sekitar 50 negara yang tergolong negara industri maju, saat ini sudah memanfaatkan listrik dari PLTN. Sehingga sangat tepat apabila Presiden Prabowo Subianto memproklamirkan Lahirnya Industri Nuklir Terintegrasi Hulu hingga Hilir di tanah air. Dengan memanfaatkan dan menyempurnakan Lembaga Nuklir Negara yang sudah ada.
Maka, proses investasi PLTN non-APBN jangan dipersulit. Industri nuklir akan menciptakan banyak lapangan kerja baru dari berbagai disiplin ilmu. Indonesia menjadi negara industri maju semakin optimis tercapai.
Jika tidak segera melahirkan industri nuklir, kita semakin tertinggal jauh dari China. Bahkan China akan melangkah lebih jauh lagi.
China berencana untuk menggunakan energi nuklir berbasis thorium untuk transportasi kapal laut niaga menggantikan BBM yang selama ini menjadi energi penggerak semua kapal laut sipil di seluruh dunia dan juga di Indonesia.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, kita dukung penggunaan energi nuklir berbasis thorium untuk angkutan laut sipil di negara kita ke depan.
Sehingga cita-cita untuk menjadi negara industri maju berpendapatan tinggi semakin optimis dan bersinar, serta rasional, bukan mimpi kosong. (Dr Kurtubi. – Ketua Kaukus Nuklir Parlemen. 2014 — 2019. Alumnus SMAN Mataram, FEUI Jakarta, IFP Perancis, CSM Amerika. Mantan Pengajar Ekonomi Energi Pasca Sarjana FEUI)