Sedang Pelindo IV mengelola pelabuhan di wilayah 11 provinsi, yaitu Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tengggara, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Pelindo IV dibentuk berdasar PP No.59 Tanggal 19 Oktober 1991. Sedang akta pembentukannya adalah Akta Notaris Imas Fatimah, SH no,7 tanggal 1 Desember 1992.
Masing-masing Pelindo memiliki cabang dan anak usaha untuk mengelola bisnisnya. Pelindo I, II, III, IV adalah Perusahaan BUMN Non Listed yang sahamnya 100% dimiliki oleh Kementerian BUMN selaku Pemegang Saham Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, tidak terdapat informasi Pemegang Saham Utama maupun Saham Pengendali Individu di Pelindo. Negara Republik Indonesia yang diwakili oleh Kementerian BUMN merupakan satu-satunya pemilik dan pemegang saham tunggal.
Merger atau integrasi keempat Pelindo menjadi satu Pelindo yang kemudian diberi bernama PT Pelabuhan Indonesia ini berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2021 Tentang Penggabungan PT Pelindo I, III, dan IV (Persero) ke Dalam PT Pelabuhan Indonesia II (Persero).
Pelindo II bertindak sebagai holding induk (perusahaan induk) dan ke-3 Pelindo (I,III, IV) bertindak sebagai sub-holding. Pembentukan sub-holding yang mengelola klaster-klaster usaha ditujukan untuk meningkatkan kapasitas pelayanan Pelindo dan efisiensi usaha.
Berdasarkan Surat Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia nomor : S-756/MBU/10/2021 tanggal 1 Oktober 2021 perihal Persetujuan Perubahan nama, Perubahan Anggaran dasar dan Logo Perusahaan. Sehingga Pelindo II berganti nama menjadi PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo.
Meningkatkan Bisnis Pelindo
Menurut Sabri, penggabungan empat PT Pelindo menjadi satu Pelindo, secara eksternal tujuannya untuk meningkatkan pelayanan publik. Namun secara internal, PT Pelindo masih melakukan pembenahan-pembenahan, misalnya sistem penggajian, sistem kinerja, hingga keberadaan SDM.
“Untuk SDM, ada yang regular dan tenaga non-organik. Saya dengar dari direksi akan diselesaikan tahun depan,” ujar Sabri.
Sabri menyampaikan, berdasarkan pendataan terbaru tercatat aset Pelindo hampir Rp 123 triliun. Menurutnya, jika semua aset Pelindo mau dibenahi pemerintah, asetnya akan bertambah. Ketika asetnya bertambah, aktivitasnya akan bertambah, sehingga berdampak positif terhadap meningkatnya kemampuan bisnis dan pendapatan Pelindo.
Karena itu, Sabri menekankan, perlunya ada sinkronisasi, efisiensi, dan pengawasan dari pemerintah, yang muaranya akan menjadi peningkatan pendapatan negara.
“Sebagai praktisi di lapangan, saya melihat perlu banyak pembenahan. Termasuk masalah angkutan yang melayani pelabuhan. Misalnya kendaraan angkutan, harus ada sertifikatnya. Sekarang sertifikatnya ada, tapi odol-odolan. Ada kendaraan sudah berumur 70 dan 80 tahun masih mengangkut, sopirnya pun tidak jelas. Semua terjadi karena pengawasan tidak jalan,” ungkapnya.
Meskipun Pelindo yang masuk lima besar BUMN sehat, menurut Sabri masih bisa dibenahi dan ditingkatkan aktivitas bisnisnya. Dia kembali menyorot aset-aset Pelindo yang sekarang dipakai oleh institusi di luar kepentingan bisnis, harus diserahkan kembali ke Pelindo.