160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN

Giant Sea Wall, Pengamat Tata Kota: Harus Ada Nilai Ekonomi bagi Masyarakat dan Investor

Proyek Tanggul Laut Raksasa atau Giant Sea Wall
750 x 100 PASANG IKLAN

Jakarta,corebusiness.co.id-Presiden Prabowo Subianto dalam lawatan kenegaraan ke RRT bertemu dengan Presiden Xi Jinping. Kedua pemimpin negara membicarakan sejumlah hal, termasuk program ekonomi biru dan tanggul laut raksasa atau Giant Sea Wall (GSW).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa dari pembicaraan Bilateral antara Presiden Prabowo dengan Presiden Xi Jinping itu diharapkan kerja sama dapat dilanjutkan termasuk mengenai pengembangan di sektor ‘blue economy’ atau pendalaman dalam sektor yang berbasis maritim mulai dari energi, solar, sampai tentu di sektor ‘fisheries’ (perikanan).

Ketika Presiden Prabowo menerima kunjungan delegasi Japan-Indonesia Association (JAPINDA) di Istana Merdeka, Kamis (5/12/2024), dia pun menawarkan perusahaan-perusahaan Jepang bekerja sama dalam proyek GSW.

“Bapak presiden mengajak perusahaan-perusahaan Jepang itu untuk berpartisipasi dengan Great Giant Sea Wall,” kata Menteri Investasi Rosan Roeslani, yang mendampingi Presiden Prabowo, usai pertemuan.

750 x 100 PASANG IKLAN

GSW merupakan proyek tanggul laut raksasa yang direncanakan membentang dari Jakarta hingga Gresik, Jawa Timur. Hartarto menyampaikan tanggul laut raksasa dibuat dengan tujuan untuk mengatasi adanya ancaman banjir rob dan penurunan muka tanah atau land subsidence di wilayah utara Pulau Jawa.

Ia mengungkapkan, pantai Utara atau Pantura Jawa terpantau mengalami variasi penurunan tanah sekitar 1 hingga 25 sentimeter per tahun. Tantangan lain adalah peningkatan permukaan air laut sebesar 1 hingga 15 sentimeter per tahun di beberapa wilayah, serta kejadian banjir rob.

“Adanya ancaman land subsidence dan fenomena banjir rob yang terjadi di Kawasan Pantai Utara atau Pantura Jawa tidak hanya membahayakan keberlangsungan aktivitas ekonomi dan aset infrastruktur ekonomi nasional di wilayah tersebut, tetapi juga kehidupan jutaan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut,” kata Airlangga dalam acara Seminar Nasional Strategi Perlindungan Kawasan Pulau Jawa Melalui Pembangunan Tanggul Pantai dan Tanggul Laut di Jakarta, Rabu (10/1/2024).

Hartarto memperkirakan setidaknya terdapat 70 Kawasan Industri, 5 Kawasan Ekonomi Khusus, 28 Kawasan Peruntukan Industri, 5 Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri, dan wilayah perekonomian lainnya yang akan terdampak apabila penanganan permasalahan degradasi di Pantura Jawa tidak segera ditangani dengan baik.

Menukil Antara, pembangunan megaproyek di wilayah Jakarta itu terdiri atas tiga tahapan atau fase pembangunan. Dimulai dari fase pertama dengan pembangunan tanggul pantai dan sungai, serta pembangunan sistem pompa dan polder di wilayah Pesisir Utara Jakarta.

750 x 100 PASANG IKLAN

Fase kedua, pembangunan tanggul laut dengan konsep terbuka (open dike) pada sisi sebelah barat pesisir utara Jakarta yang harus dikerjakan sebelum tahun 2030. Kemudian fase ketiga, pembangunan tanggul laut pada sisi sebelah timur pesisir utara Jakarta yang harus dikerjakan sebelum tahun 2040. Jika laju penurunan tanah tetap terjadi setelah tahun 2040, maka konsep tanggul laut terbuka akan dimodifikasi menjadi tanggul laut tertutup.

Menilik Celah Komersil

Sementara itu, pengamat perkotaan Yayat Supriatna mengatakan bahwa proyek Giant Sea Wall sudah beberapa kali dibahas pemerintah. Konteks pembangunan GSW tidak sebatas wilayah Jakarta, namun membentang hingga Pantai Pantura atau Pantura Jawa.

Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna. Foto: Istw

“Jika Giant Sea Wall menjadi Kebijakan Strategis Nasional (KSN), apakah biayanya ditanggung dari APBN. Jika proyek GSW tercantum dan menjadi bagian KSN, harus dilihat terkait pengganggarannya. Proyek GSW ini ada dua penanggung jawab, yakni tanggung jawab pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI. Karena, ada tanggul A dan tanggul B,” kata Yayat Supriatna ketika dihubungi corebusiness.co.id via telepon, pada Selasa (10/12/2024).

750 x 100 PASANG IKLAN

Untuk tanggung jawab B, Yayat mencontohkan terkait penanganan tanggul di pesisir Pantai Utara, yang sebagian sudah dikerjakan oleh Pemprov DKI bersama pemerintah pusat. Tanggul itu berfungsi untuk mengantisipasi rob yang bisa menyebabkan terjadinya banjir atau pasang laut yang melewati kawasan tersebut.

“Tapi, untuk proyek GSW sebelumnya tidak terlepas dari skenario reklamasi. Jika dalam proyek GSW hanya dua pulau yang direklamasi, ada investor yang tertarik atau tidak? Awalnya ada wacana akan dilakukan reklamasi di tujuh pulau, karena reklamasi bagian dari GSW. Jadi tidak hanya mengamankan wilayah pesisir Jakarta saja,” tuturnya.

Yayat mempertanyakan, jika GSW dibangun melibatkan investor, bagaimana feedback-nya untuk mereka. Misalnya, di atas GSW akan dibangun jalan tol yang menghubungkan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) hingga wilayah Kabupaten Bekasi. Bisa saja jalan tol ini menjadi daya Tarik investor dari sisi bisnis. Pembangunan jalan tol itu sebagai bentuk privacy kompensasi yang didapat investor.

“Faktanya, belum ada investor tertarik menanamkan investasi untuk proyek GSW,” ucapnya.

Yayat mengemukakan, konsep awal pembangunan GSW harus ada nilai ekonomi. Misalnya, saat ini diwacanakan air yang ditampung di tanggul raksasa itu akan diproses menjadi air tawar untuk kebutuhan masyarakat. Karena itu, harus dirancang pengaturan, misalnya terkait akses keluar masuk kapal-kapal di pelabuhan.

“Harus diteliti pula, apakah di bawah laut sudah ada jaringan kabel optik dan lainnya. Termasuk dirancang jalur untuk nelayan-nelayan tradisional,” imbuhnya.

Yayat menekankan, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah air baku yang akan diproses menjadi air tawar, apakah tercemar dari limbah B3 dan limbah lainnya. Dia menyebut, kondisi teluk-teluk di Jakarta saat ini banyak menampung limbah dari daratan yang terbawa arus dari 13 aliran sungai.

Menurutnya, jika air sungai sudah terfilter dan bersih, tidak akan menimbulkan masalah. Seperti yang sudah dilakukan Singapura membangun Marina Barrage tidak hanya berfungsi menampung air hujan, namun perlindungan dari banjir. Singapura juga berhasil mengolah air limbah menjadi air yang bisa digunakan masyarakat.

“Kebijakan pemerintah Singapura sangat ketat dalam konteks sistem pembuangan air rumah tangga hingga drainase,” imbuhnya.

Masalah lain, lanjutnya, Ibu Kota Nusantara (IKN) dijanjikan akan diresmikan sebagai Ibu Kota Negara Indonesia tahun 2029, yang juga masih membutuhkan banyak anggaran dalam proses pembangunannya. Sementara APBN kita terbatas. Belum lagi kebutuhan anggaran untuk makan gizi gratis, mengejar target swasembada pangan, energi, dan air.

Kebijakan Presiden Prabowo, dinilai Yayat, agak berbeda dengan kebijakan Presiden Jokowi yang fokus pada pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur di era pemerintahan Jokowi membutuhkan biaya yang besar. Pemerintah saat ini masih meninggalkan utang untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur. Hal itu pula menjadi satu faktor penting untuk penyediaan anggaran proyek tanggul laut raksasa atau Giant Sea Wall di masa pemerintahan Presiden Prabowo. (Syarif).

 

 

750 x 100 PASANG IKLAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 PASANG IKLAN
Core Business

Bincang Kepo

Promo Tutup Yuk, Subscribe !