
Jakarta,corebusiness.co.id-Wakil Ketua Bidang Pengembangan dan Penelitian Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo), Prabowo Kartoleksono, menjabarkan strategi Indonesia bisa naik kelas dari sasaran pasar asing menjadi pemain global kendaraan listrik (electric vehicle/EV) global.
Periklindo mencatat tren industri kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Indonesia dalam 2 tahun terakhir (2023–2025) menunjukkan pertumbuhan signifikan. Tren utamanya dapat dilihat dari pertumbuhan penjualan kendaraan listrik, investasi industri dan ekosistem, perkembangan infrastruktur pengisian daya, serta regulasi dan insentif pemerintah.
“Dari sisi pertumbuhan penjualan kendaraan listrik, untuk kategori sepeda motor listrik, trennya meningkat pesat, karena didukung program subsidi Rp 7 juta per unit dari pemerintah. Untuk kategori mobil listrik, juga meningkat, yang dipimpin oleh merek seperti BYD, Wuling, Chery, Hyundai, DFSK, Aion, Geely, Denza, dan lainnya,” kata Prabowo kepada corebusiness.co.id.
Per April 2025, lebih dari 100 ribu unit EV terdaftar di Indonesia (gabungan mobil dan motor listrik). Saat ini bermunculan taksi listrik, motor listrik untuk logistik, dan mobil listrik untuk car-sharing atau rental.
Untuk investasi industri dan ekosistem, kata dia, investasi besar dari Hyundai, LG, BYD, Wuling, VinFast, dan beberapa produsen lokal serta pembangunan pabrik baterai, seperti di Karawang oleh Hyundai–LG dan pabrik motor listrik dalam negeri.
Tren investasi dan ekosistem tersebut untuk mendukung Indonesia menjadi pusat produksi baterai EV, karena memiliki cadangan nikel terbesar dunia.
Prabowo melanjutkan, dari perkembangan infrastruktur pengisian daya, bisa dilihat dari terus bertambahnya Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). PLN, Pertamina, dan swasta, seperti Shell, Voltron, Starvo, aktif membangun jaringan pengisian.
Tersedia juga Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik (SPBKLU) untuk motor listrik, di antaranya dibangun oleh Swap, Oyika, Volta, dan GESITS. Dukungan lain, muncul layanan aplikasi digital untuk mencari charging station terdekat.
Sementara dari sisi regulasi dan insentif pemerintah, antara lain diterbitkan ketentuan PPnBM nol persen untuk EV tertentu, insentif impor untuk kendaraan dan komponen EV, dan subsidi motor listrik baru dan konversi motor bensin ke listrik.
Berikutnya, masih disampaikan Prabowo, meningkatnya kesadaran publik. EV makin diterima di kalangan milenial dan masyarakat perkotaan. Banyak perusahaan logistik, ride-hailing (Grab, Gojek), dan e-commerce (Shopee, Lazada) mulai pakai EV. Komunitas EV juga berkembang aktif, dan pameran EV, seperti PEVS dan IIMS EV, makin ramai.
Strategi Menjadi Pemain EV Global
Prabowo menyampaikan, saat ini, ada beberapa pabrikan yang membanjiri pasar EV di Indonesia, dominan pabrikan dari China, kemudian Korea Selatan, Vietnam, Jepang, dan Indonesia sendiri.
Berbagai tipe EV sudah tersedia di pasaran, mulai dari kendaraan perkotaan (Citi Car), SUV, MPV, hingga bus dan truk komersial. Yang paling diminati, seperti di kendaraan konvesnional, adalah kendaraan MPV dengan enam atau tujuh penumpang.
Periklindo mengestimasi penjualan EV tahun 2026 untuk jenis BEV antara 100 ribu hingga 120 ribu unit, atau meningkat tiga kali lipat dibanding tahun 2024. Jenis motor listrik, estimasi penjualannya antara 600 ribu hingga 800.00 unit, atau meningkat empat hingga lima kali lipat dibanding tahun 2024. Kemudian penjualan kendaraan komersial antara 10.000 hingga 20.000 unit, atau naik pesat, karena segmen baru.
Prabowo menekankan, Indonesia sebenarnya bisa menjadi pemain dalam industri EV, tidak hanya dijadikan market penjualan produk otomotif asing. Karena itu, diperlukan strategi menyeluruh dan berkelanjutan yang melibatkan kebijakan, investasi, SDM, dan teknologi.
Prabowo menjabarkan langkah-langkah strategis yang harus dilakukan. Pertama, percepat lokalisasi produksi dan rantai pasok. Langkah ini dibarengi dengan mewajibkan pabrikan asing membangun pabrik perakitan lokal (CKD/IKD). Dilakukan pengembangan industri komponen lokal, seperti baterai, motor listrik, controller, BMS, dan lainnya. Kemudian, mendorong kemitraan antara OEM asing dan perusahaan lokal.
“Contohnya, saat ini Wulling, DFSK, Hyundai sudah produksi lokal. Menyusul BYD, VinFast, dan Chery sedang dalam proses membangun produksi lokal di Indonesia,” sebutnya.
Kedua, manfaatkan potensi nikel untuk produksi baterai. Indonesia punya cadangan nikel terbesar di dunia sebagai bahan utama baterai EV. Karena itu, harus dilakukan pengembangan ekosistem baterai lokal dari hulunisasi, hilirisasi, hingga industrialisasi untuk proses pembuatan bijih nikel menjadi prekursor, lalu sel baterai, kemudian pack baterai.
“Tarik investasi dari global battery players, seperti CATL, LG Energy Solution, Hyundai untuk membangun industri baterai EV di Indonesia. Jangan hanya ekspor nikel mentah, tapi harus dibangun bangun industri hilir bernilai tambah di dalam negeri,” pungkasnya.
Ketiga, bangun SDM dan riset teknologi EV nasional. Dalam prosesnya, perlu melibatkan universitas dan politeknik untuk melakukan R&D kendaraan listrik, pelatihan teknisi EV, inovasi konversi dan kendaraan niaga EV, hingga pembentukan pusat inovasi kendaraan listrik nasional.
Keempat, desain regulasi dan insentif yang mendorong industri lokal. Pada tahap ini perlu dukungan pemberian insentif fiskal hanya untuk perusahaan yang memproduksi lokal, menggunakan komponen lokal, melakukan transfer teknologi. Selanjutnya, dilakukan pembatasan impor CBU EV hanya untuk jangka pendek dan penerapan standar Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) secara bertahap.
Kelima, kembangkan produk EV nasional. Untuk itu, perlu didorong BUMN, swasta, dan startup lokal untuk memproduksi motor listrik, mobil listrik untuk transportasi umum atau niaga, EV komersial seperti bus, truk, dan kendaraan tambang.
“Strategi ini perlu didukung pemberian insentif khusus untuk produk EV buatan dalam negeri. Contohnya INKA, PT Industri Kereta Api, dan MAB, atau startup seperti Volta, Gesits, Maka, Alva, dan Polytron,” terangnya.
Keenam, bangun kemitraan regional dan ekspor. Strategi ini untuk menjadikan Indonesia hub produksi dan ekspor EV di ASEAN. Karena itu, perlu dilakukan jalinan kerja sama berkelanjutan dengan negara-negara tujuan ekspor, seperti Filipina, Thailand, Vietnam, dan negara-negara lainnya.
“Indonesia bisa menggunakan perjanjian perdagangan bebas (ASEAN, RCEP) untuk mendorong ekspor EV buatan lokal,” imbuhnya.
Prabowo menegaskan, Indonesia bisa naik kelas dari “pasar” menjadi pemain global EV, jika mampu memproduksi lokal, bukan hanya menjual. Mampu meningkatkan nilai tambah mineral logam, seperti nikel menjadi baterai EV. Menguasai teknologi dan SDM EV. Kemudian, sukses mendorong brand EV lokal, serta membuka jalur ekspor ke pasar regional.
“Visi besarnya adalah menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi EV dan baterai di Asia Tenggara,” pungkasnya. (Syarif)