Sementara ThorCon International, Pte. Ltd. yang berbasis di Singapura, didirikan untuk tujuan pembiayaan proyek di Indonesia senilai US$ 1,2 miliar. ThorCon US Inc. dan investor swasta memiliki sebagian saham dari perusahaan tersebut. CEO ThorCon International, Pte. Ltd. adalah David C. Devanney, yang juga merupakan pendiri ThorCon Power.
ThorCon mengklaim mendapatkan sambutan baik dari Pemerintah Indonesia sebagai satu-satunya perusahaan nuklir yang beroperasi di Indonesia dalam pembangunan PLTN dengan investasi swasta APBN. Korporasi mengaku bisa membuktikan melalui surat rekomendasi Pemerintah Indonesia kepada ThorCon untuk mempersiapkan pelaksanaan proyek PLTN berbasis Molten Salt Reactor 2×250 MW (“TMSR500 atau Kelasa-1”). Rencana proyek PLTN ini akan dibangun di Pulau Gelasa, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung, dan digadang-gadang sebagai calon PLTN pertama di Indonesia.
Pulau Gelasa adalah sebuah pulau kecil yang berada di gugusan Kepulauan Bangka Belitung. Secara administrasi Pulau Gelasa terletak di Dusun Tanjung Berikat, Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung. Pulau ini tepatnya terletak di sisi timur Pulau Sumatera. Pulau Gelasa memiliki luas 220,83 hektare dan merupakan pulau yang tidak berpenghuni.
Pakar Ekonomi Energi, Dr. Kurtubi mendukung langkah ThorCon yang akan membangun PLTN bebasis thorium. Kesetujuan Kurtubi juga didasari biaya pembangunan PLTN dari kocek ThorCon sendiri, bukan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
“ThorCon juga sudah menyampaikan ke publik bahwa produksi listriknya akan dijual ke PT Perusahaan Listrik Negara dengan harga murah, di bawah US$ 0.7 per kWh,” kata Kurtubi kepada corebusiness.co.id.
Menurutnya, energi nuklir menghasilkan listrik bersih ramah lingkungan, bebas dari emisi karbon CO2, pollutant SOx, NOx, dan debu. Bersifat non-intermittent, dan menyala non-stop 24 jam. Tidak tergantung pada iklim, hujan, angin, air sungai, air laut, dan tumbuh-tumbuhan.
“Teknologi PLTN Generasi ke-4 yang dikembangkan oleh para ahli nuklir sudah lebih aman. Karena proses kimianya tidak lagi pada tekanan atmosfir yang sangat tinggi, tetapi pada tekanan atmosfir normal,” jelasnya.