Ia mengutarakan, logam radioaktif thorium maupun uranium dengan biaya produksi listrik (LCOE) sangat kompetitif, bahkan ThorCon bisa menjual ke PLN di bawah US$0.7 per kWh.
“Ibarat buah durian yang merupakan “raja buah-buahan”, energi nuklir dapat dilihat sebagai rajanya energi. Secara alamiah kandungan listrik dari 1 gram thorium setara dengan listrik dari 3 ton batubara. Atau listrik dari 1 kilogram thorium setara dengan listrik dari 3 ribu ton batubara,” imbuhnya.
Informasi siaran pers dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) menyebutkan, PLTN berbasis Molten Salt Reactor (MSR)-yang akan dibangun ThorCon-merupakan salah satu jenis PLTN yang dinilai aman dan ekonomis untuk dapat diterapkan di Indonesia. PLTN generasi ke-IV ini sangat ekonomis, tingkat keselamatan tinggi, limbah nuklir minimal, dan ketahanan proliferasi.
Berbeda dengan jenis reaktor lainnya yang kebanyakan menggunakan bahan bakar uranium, MSR menggunakan torium sebagai bahan bakar utama. MSR termasuk reaktor nuklir generasi ke-IV yang paling menjanjikan, menggunakan liquid salt, dan dapat beroperasi pada tekanan tinggi maupun rendah.
Potensi Nuklir di Indonesia
Melansir data Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) pada 2020, Indonesia memiliki bahan baku nuklir berupa sumber daya thorium sebanyak 140.411 ton dan uranium 81.090 ton. President Women in Nuclear (WiN), Ir. Tri Murni Soedyartomo, MBA, bahkan mengklaim Indonesia kelimpahan thorium dan natrium.
Wanita yang telah mengabdi sebagai peneliti professional di Batan selama 30 tahun mengatakan, kandungan unsur yang ada di thorium hampir keseluruhannya isotop thorium 232 (Thorium-232), dengan kelimpahan di alam Indonesia sekitar 100 persen, demikian pula kelimpahan isotop natrium.
“Jika neutron dilepaskan dari intinya, akan langsung menembak thorium maupun natrium dimanapun berada dengan probabilitas neutron,” kata Tri Murni kepada corebusiness.co.id.