Jakarta,corebusiness.co.id-Plh Sekretaris Utama/Deputi Bidang Pengkajian Keselamatan Nuklir, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Haendra Subekti menyampaikan, draf Perpres Tata Kelola dan Organisasi Pelaksana Pembangunan dan Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dalam proses paraf Menteri dan Pimpinan Lembaga.
Komisi XII DPR RI mendorong pemerintah untuk mempercepat pengesahan Keputusan Presiden (Keppres) tentang pembentukan Nuclear Energy Programme Implementing Organization (NEPIO) dalam bentuk Organisasi Pelaksana Pembangunan dan Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dalam rangka pembangunan PLTN di Indonesia sesuai dengan target tercapainya transisi energi di Indonesia.
Haendra Subekti mengatakan, setelah draf satgas ditandatangani ketua, wakil ketua, dan anggota, kemudian disampaikan ke Presiden Prabowo Subianto untuk dibuatkan Keppres. Sementara payung hukum NEPIO adalah Peraturan Presiden (Perpres).
Menurutnya, target dalam Perpres NEPIO untuk pembangunan PLTN pertama sudah beroperasi tahun 2032, tidak berbeda dengan target di Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034.
“Setelah Perpres NEPIO ditandatangani Presiden, enam bulan kemudian sudah ditentukan tapak pembangunan PLTN, dan satu tahun kemudian PLTN sudah mulai beroperasi,” kata Haendra Subeksi dalam acara Media Gathering bertema ‘Sinergi Media & Bapeten: Membangun Kepercayaan Publik terhadap Pengawasan Ketenaganukliran yang Transparan, Aman, dan Kredibel’, di Jakarta. Kamis (4/12/2025).
Turut hadir mendampingi Haendra Subekti, Kepala Biro Hukum, Kerja Sama dan Komunikasi Publik, Ishak dan Pengelola Kegiatan Kelompok Fungsi Komunikasi Publik, Abdul Qohhar Teguh Eko Prasetyo.
Haendra menuturkan, tugas kementerian dan lembaga dalam Satgas Percepatan Pembangunan dan Pengoperasian PLTN tidak jauh berbeda dengan tugas awal kementerian dan lembaga tersebut. Seperti halnya tugas Bapeten, yaitu membuat peraturan, menerbitkan izin, melakukan inspeksi, menegakkan peraturan, menyusun rencana nasional di bidang pengawasan tenaga nuklir, merumuskan kebijakan di bidang pengawasan tenaga nuklir, dan menetapkan persyaratan akreditasi dan sertifikasi di bidang pengawasan tenaga nuklir.
Untuk pembangunan PLTN, kata dia, ada tiga aspek utama yang menjadi concern Bapeten, yaitu keselamatan (safety), keamanan (security), dan garda-aman (safeguards).
Diutarakan Haendra, hingga saat ini Bapeten belum mengetahui investor atau perusahaan nuklir dari negara mana saja yang sudah memastikan akan membangun PLTN di Indonesia. Namun, informasi yang diterimanya menyebutkan Danantara kemungkinan ikut berinvestasi dalam program pembangunan PLTN.
“Investor atau perusahaan yang ingin membangun PLTN, nantinya akan menjalin kontrak kerja sama dengan dua anak usaha PT PLN (Persero), yaitu PLN Indonesia Power dan PLN Nusantara Power. PLN Indonesia Power untuk proyek PLTN di Kalimantan Barat, dan PLN Nusantara Power untuk proyek PLTN di Bangka Barat,” terangnya.
Ia menyebutkan, pemerintah sudah merencanakan dua dua tapak untuk pembangunan PLTN, yaitu di Bangka Barat dan Kalimantan Barat. Kedua tapak itu akan dibangun PLTN dengan kapasitas masing-masing 250 megawatt (MW). Dan Bapeten sedang menyelesaikan rancangan RTRW untuk pembangunan PLTN di onshore dan offshore.
“Kami sedang menyelesaikan perubahan RTRW di dua lokasi, yaitu Bangka Barat dan Kalimantan Barat. Mudah-mudahan Desember ini selesai dan segera dilaporkan ke Kementerian ESDM,” imbuhnya.
Haendra memperkirakan, PLTN di Bangka Barat akan dibangun dibangun menggunakan teknik floating, karena reaktor nuklirnya dibangun di lepas pantai (offshore). Masing-masing reaktor nuklir di dua tapak tersebut menggunakan Small Modular Reactor (SMR). (Rif)