
Pemerintah mendukung program beras fortifikasi sebagai cara efektif untuk mengatasi masalah kekurangan gizi, termasuk stunting, dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
Beras fortifikasi dipandang sebagai solusi yang mudah, murah, dan efektif untuk memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat tanpa mengubah pola makan secara drastis.
Menurut Kementerian Kesehatan, fortifikasi beras bertujuan untuk meningkatkan konsumsi zat besi dan asam folat. Hal ini diharapkan dapat membantu mengatasi masalah anemia pada kelompok rentan seperti ibu hamil, ibu menyusui dan balita.
Beras dipilih sebagai komoditas yang difortifikasi karena beras merupakan komoditas pangan pokok utama dengan persentase konsumsi masyarakat Indonesia mencapai 90 persen.
Selain itu, nasi dari produk beras ini dikonsumsi secara teratur dan dapat dikombinasikan dengan berbagai hidangan. Sehingga fortifikasi pangan merupakan salah satu intervensi pemenuhan zat gizi mikro masyarakat yang terbukti efisien, mudah, dan murah.
Proses Pembuatan Beras Fortifikasi
Proses pembuatan beras fortifikasi melibatkan penambahan zat besi, asam folat, dan vitamin B12 ke dalam beras biasa. Ini dilakukan dengan mencampur beras biasa dengan butiran beras fortifikasi (FRK) yang terbuat dari tepung beras dan zat-zat gizi tersebut.
FRK dibuat dengan metode ekstrusi, lalu dicampur dengan beras biasa dalam perbandingan tertentu.