Tangerang Selatan,corebusiness.co.id– Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Prayudi Syamsuri mengatakan, perkebunan merupakan salah satu subsektor yang menyumbang ekspor nonmigas dari Indonesia. Sebesar 12 persen ekspor dari Indonesia berasal dari sektor pertanian. Dari 12 persen tersebut, 90 persen adalah produk perkebunan.
“Artinya, kalau kita bicara produk lokal yang mendunia, itu adalah dari sektor perkebunan,” kata Direktur PPHP Ditjen Perkebunan, Kementan, Prayudi Syamsuri saat menjadi narasumber talkshow sesi pertama bertema: ‘Menuju Indonesia Mandiri Pangan dan Energi melalui Penguatan Produk Dalam Negeri’ di acara Temu Bisnis P3DN VIII di ICE BSD, Serpong, Tangerang Selatan, kemarin.
Prayudi menjabarkan, produk perkebunan yang go international diproduksi oleh 24 juta kepala keluarga. Dari angka 24 juta ini sekitar 24 persen dari kepala keluarga (KK) di Indonesia.
“Artinya, kita tidak bisa pungkiri bahwa 24 juta ini adalah pemain dunia. Sehingga, jika bicara produk lokal, dari perkebunan yang mewakili produk pertanian, itu sudah menjadi produk internasional. Dari produk perkebunan itu, sebesar 60 persen adalah kelapa sawit yang diekspor,” jelasnya.
Prayudi menyampaikan, perkebunan memiliki lifetime atau siklus produksi 25 tahunan. Pemerintah sudah mengembangkan perkebunan rakyat dari tahun 1964. Tahap kedua, di tahun 2000-an hingga saat ini dalam posisi mulai meredup, karena sudah melewati siklus 25 tahunan.
Ia menekankan, karena itu, kita harus mengangkat kembali siklus yang ketiga. Dan diperlukan strategi-strategi untuk mengangkat sektor perkebunan.
Prayudi mencontohkan untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit, maka harus bicara Sawit Satu. Pertama, Sawit Satu harus menjadi satu program yang utuh, yakni adanya program peremajaan sawit rakyat. Kedua, menerapkan Sertifikasi ISPO, karena sawit Indonesia melayani juga pasar global. Ketiga, peningkatkan kompetensi SDM di sektor perkebunan. Keempat, penyediaan sarana dan prasarana di sektor perkebunan.
“Empat unsur ini harus menjadi satu kesatuan dan saling bersinergi yang disebut Sawit Satu. Karena itu, perlu didukung dengan pendataan melalui Sistem Informasi Perizinan Perkebunan (SIPERIBUN) dan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB). Inilah strategi yang harus kita perkuat dalam rangka penguatan produk lokal Indonesia oleh masyarakat perkebunan di Indonesia,” jelasnya. (Syarif)