MENTERI PERTANIAN, Andi Amran Sulaiman mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap PT Tempo Inti Media, Tbk perihal pemberitaan “Poles-Poles Beras Busuk” dengan tuntutan ganti rugi sebesar Rp200 miliar.
Berita Tempo yang dinilai mengusik kebijkan Mentan Amran di sektor perberasan telah diunggah melalui akun resmi Tempo di platform X, pada 16 Mei 2025. Kuasa hukum Mentan Amran, Chandra Muliawan menganggap wajar kliennya mengajukan tuntutan secara immateril sebesar Rp 200 miliar
“Wajar bila penggugat mengajukan tuntutan secara immateril sebesar Rp200 miliar,” kata Chandra dalam sidang pembacaan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 15 September 2025.
Chandra menyebutkan, Kementerian Pertanian mengalami kerugian immateril akibat pemberitaan yang dinilai berdampak pada menurunnya kinerja kementerian dan petani itu.
Kerugian lainnya, kata dia, yakni materil, di mana penggugat harus mencari dan mengumpulkan data-data terkait pemberitaan media dan rapat kegiatan pertemuan berkaitan dengan/akibat dari perbuatan tergugat sebesar Rp19.173.000.
Dalam salah satu gugatannya, Mentan Amran, yang diwakili kuasa hukumnya, menyatakan berita “Poles-poles Beras Busuk” yang diunggah melalui di platform X dan Instagram Tempo.co tersebut bersifat tendensius, karena isi berita terkesan mempermalukan kinerja Kementan.
Kepala Biro Hukum Kementan, Indra Zakaria Rayusman melalui siaran pers, Selasa, 16 September 2025, menyampaikan hasil laporan pihak Kementan terhadap Tempo ke Dewan Pers. Ia menyebutkan, setelah melakukan kajian, Dewan Pers menyatakan bahwa poster/infographic Tempo melanggar Kode Etik Jurnalistik.
Indra menguraikan, Dewan Pers dalam putusan Pernyataan, Penilaian, dan Rekomendasi (PPR) Nomor 3/PPR-DP/VI/2025 telah memutuskan Tempo dinyatakan melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 karena tidak akurat dan melebih-lebihkan, dan Pasal 3 karena mencampur adukkan fakta dan opini yang menghakimi.
Selanjutnya Dewan Pers memberikan rekomendasi agar (a) Tempo mengubah poster dan motion graphic, (b) Tempo wajib memoderasi komentar atau bahkan mengunci unggahan di media sosial, (c) Tempo wajib memuat catatan di poster dan motion graphic yang sudah diperbaiki disertai permintaan maaf kepada pengadu dan masyarakat pembaca.
Rekomendasi tersebut harus sudah ditindaklanjuti oleh Tempo paling lambat 2 x 24 jam setelah diterimanya PPR. Hasil tindak lanjut oleh Tempo harus dilaporkan ke Dewan Pers paling lambat 3 x 24 jam.
“Kementan menilai Tempo belum seluruhnya melaksanakan putusan PPR Dewan Pers, sehingga melaporkan hal tersebut ke Dewan Pers. Gugatan perdata, bukan pidana, karena tidak melihat itikad Tempo untuk memperbaiki kerusakan, Kementan akhirnya mengajukan gugatan perdata terhadap Tempo,” kata Indra.
Menurutnya, langkah ini menegaskan bahwa Kementan tidak bermaksud memidanakan jurnalis atau membungkam media, melainkan menuntut pertanggungjawaban atas pelanggaran etika yang telah dinyatakan dalam penilaian Dewan Pers.
Bagaimana Tempo menanggapi gugatan Mentan Amran, corebusiness.co.id mewawancarai Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Mustafa Layong sebagai kuasa hukum Tempo melalui sambungan handphone. Berikut petikannya:
Sebagai kuasa hukum Tempo, bagaimana Anda menyikapi gugatan perdata Mentan Andi Amran Sulaiman di PN Jakarta Selatan?
Kami melihat sebenarnya proses penyelesaian masalah itu sudah selesai seiring keluarnya PPR Dewan Pers. Karena, yang dipersoalkan Mentan Amran adalah Tempo dinilai tidak menjalankan isi PPR. Sementara faktanya Tempo sudah menjalankan semua isi PPR. Bahkan ada satu item yang tidak masuk dalam PPR, sudah dilaksanakan Tempo, yaitu berita ekslusif.
Jadi, di Tempo ada berita berbayar, di mana berita tentang beras tersebut hanya bisa diakses oleh user yang berlangganan. Karena pihak Kementan mengaku tidak bisa mengakses, tanpa direkomendasikan Tempo pun sebenarnya sudah membuka akses informasi atau membaca berita Tempo tersebut.
Kami bertanya-tanya, apa motif Kementan menggugat perdata Tempo. Karena proses atau apa yang diinginkan Kementan—melalui PPR—sudah dilakukan Tempo. Jadi, kerugian yang dimaksud oleh Mentan Amran apa?
Sebenarnya isi rekomendari PPR Dewan Pers ada tiga atau lima poin?
Ada lima poin. Pertama, Tempo harus mengganti judul berita. Judulnya sudah diganti dari semula “Poles-Poles Beras Busuk” menjadi “Main Serap Gabah Rusak”. Persoalannya adalah, apakah kemudian judul baru berita tersebut dianggap bermasalah? Terus yang tidak bermasalah yang mana? Apakah kita harus memaksakan bahwa judulnya harus menjadi yang disukai oleh Mentan Amran, kan nggak bisa. Misalnya, judulnya harus diganti menjadi “Strategi Kementan Menyerap Gabah Berhasil”, kan fakta yang diperoleh tim Tempo tidak seperti itu.
Sehingga tidak dibenarkan juga ketika judul harus dikontrol, harus dibuat sesuai dengan keinginan pejabat. Sementara fungsi dari media pers, salah satunya melakukan kontrol sosial atau menyampaikan kritik yang diduga menjadi kesalahan atau kekeliruan dalam tata kelola kebijakan dari pemerintah.
Kedua, Tempo diminta melakukan moderasi komentar dan poster. Jadi, ada poster atau motion grahific di mana ada komentar netizen diminta untuk dilakukan moderasi. Semua komentar negatiif netizen harus dihilangkan. Permintaan moderasi ini dari Dewan Pers, tapi kami selaku kuasa hukum Tempo melihat bahwa komentar-komentar itu akan menjadi sulit untuk dimoderasi.
Kami tidak tahu, komentar yang dinilai negatif dan salah. Karena tidak semua komentar negatif itu salah. Ketika ada netizien mengatakan, “Oh iya, kualitas beras menjadi buruk,” itu kan mereka yang merasakan kualitas beras tersebut. Ketika komentar tersebut dianggap negatif terhadap Kementan, bukan berarti komentar itu salah dan harus dimoderasi.
Jadi, sebenarnya di poin ini juga menjadi permasalahan. Tapi, Tempo tetap melaksanakan rekomendasi Dewan Pers, meskipun kami menganggap bahwa rekomendasi itu tidak terlalu tepat. Karena, menyapu rata komentar yang dianggap negatif sebagai komentar yang bermasalah. Karena, tidak semua komentar negatif bermasalah. Ketika komentar itu mengkritik kebijakan kementerian, mosok dianggap bermasalah.
Untuk melaksanakan rekomendasi itu, akhirnya Tempo memutuskan sekalian saja dilakukan moderasi dengan menghapus konten, termasuk komentar di akun resmi Tempo di platform X. Jadi, tidak bisa lagi diakses oleh pengguna.
Ketiga, Tempo diminta menyampaikan informasi poster/motion graphic yang sudah diganti diberikan keterangan bahwa sudah dinilai oleh Dewan Pers melanggar Kode Etik Jurnalistik dan melakukan permintaan maaf kepada pengadu. Tempo sudah melaksanakan permintaan Dewan Pers tersebut.
Keempat, Dewan Pers memerintahkan kepada pengadu, dalam hal ini adalah pihak Kementan, ketika Tempo tidak melaksanakan rekomendasi, maka pengadu wajib melapor ke Dewan Pers. Menurut kami, perintah ini tidak dilakukan oleh pihak Kementan, namun langsung melakukan upaya gugatan. Harusnya Kementan melakukan pelaporan dulu ke Dewan Pers.
Kelima, Dewan Pers memerintahkan Tempo wajib menyampaikan pelaksanaan PPR, dan itu juga sudah dilaksanakan Tempo.
Jadi, ada lima poin rekomendasi. Sebenarnya perintah yang utama kepada Tempo ada tiga poin, sementara poin 4 dan 5 adalah tindak lanjut dari pelaksanaan PPR.
Bagaimana Tempo menyikapi angka gugatan perdata Kementan senilai Rp 200 miliar?
Ya, itu hanya lucu-lucuan saja. Sebenarnya kami mengharapkan kedewasaan dan kebijaksanaan pejabat publik dalam menyikapi kritik atau kontrol dari masyarakat melalui media pers.
Menteri itu fungsinya melaksanakan tugas-tugas perbantuan kepada Presiden, di mana Presiden punya kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk menyejahterakan masyarakat. Kebijakan pemerintah itu terbuka untuk dikritik masyarakat melalu media pers.
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dinyatakan media pers merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat. Karena, tidak semua rakyat bisa mengakses semua informasi dari pemerintah. Mereka kemudian menyampaikan aspirasi kepada pemerintah melalui media pers.
Harusnya, dengan kebijaksanaan dan kedewasaan, setiap kritikan tidak dianggap sebagai perbuatan melawan hukum, tapi sebagai bentuk kontrol. Kalaupun Kementan merasa kebijakannya itu benar, harusnya melayangkan hak jawab. Kementan menyampaikan bahwa pemberitaan itu kurang benar, yang benar seperti ini.
Tempo pun sudah memberikan hak jawab, bahkan menawarkan untuk wawancara ekslusif kepada Mentan Amran untuk membantah, menyampaikan data-data yang sebenarnya, dan lain-lain. Namun, tawaran kami ditolak pihak Kementan.
Kami berpikiran, penolakan ini sebenarnya ada apa? Mengapa ada mekanisme yang diberikan melalui UU Pers tapi tidak dilakukan, malah melakukan mekanisme yang lain, yaitu melalui gugatan.
Pengacara Mentan Amran menyatakan besaran angka gugatan bisa saja disesuaikan oleh majelis hakim. Respon Anda?
Itu hanya penilaian subyektif dari pengacara Kementan terkait nilai gugatan. Itu menjadi salah satu unsur atau syarat dari pasal perbuatan melawan hukum, yang sebenarnya memang tidak ada kerugian. Karena, tugas menteri adalah menjalankan tugas perbantuan kepada Presiden, mendengarkan dan menerima koreksi dan pendapat dari masyarakat.
Jadi, jangan menganggap kritikan itu sebagai perbuatan melawan hukum. Bahkan, jika kritikan itu—meskipun tidak ada di gugatan—dianggap mengganggu kredibilitas institusi, itu juga salah.
Kementan menuding berita yang diterbitkan Tempo dominan mengandung unsur opini. Tanggapan Anda?
Berita tersebut berdasarkan fakta, ada wawancara, ada data. Jadi, ada narasumber yang diwawancara Tempo, bahkan narasumbernya ada dari pihak Kementan.
Langkah yang ditempuh Mentan Amran bisa mengancam bagi insan pers Tanah Air?
Tentu saja. Pertama, tidak semua perusahaan media massa mempunyai resources untuk memberikan bantuan hukum, untuk kemudian bisa menggunakan jasa lawyer.
Kita ketahui biaya pengadilan tidak murah. Itu satu hal. Kemudian dari sisi waktu, bisa membuang-buang waktu. Sementara menteri selama ini tidak pernah hadir di persidangan. Dia menugaskan pegawai Kementan sebagai kuasa hukum, kemudian kuasa hukum itu diberikan lagi kepada pengacara, yang kita yakini bisa saja menggunakan APBN. Pegawai Kementan kan digaji oleh negara untuk melakukan gugatan kepada media massa.
Kami menilai gugatan Mentan Amran ini tidak tepat, bisa mengancam kemerdekaan pers. Pertama, gugatan ini memberikan efek ketakutan bagi jurnalis-jurnalis dari media massa. Belum lagi, kami merasa ada ketidakseimbangan korelasi dalam proses di persidangan. Ketika pihak Tempo sebagai tergugat harus datang ke pengadilan pada saat proses mediasi. Dalam tahapan ini kedua belah pihak yang berkaitan langsung dalam perkara harus hadir di persidangan. Faktanya, Mentan Amran tidak pernah hadir di persidangan. (Syarif)