Ketiga, Tempo diminta menyampaikan informasi poster/motion graphic yang sudah diganti diberikan keterangan bahwa sudah dinilai oleh Dewan Pers melanggar Kode Etik Jurnalistik dan melakukan permintaan maaf kepada pengadu. Tempo sudah melaksanakan permintaan Dewan Pers tersebut.
Keempat, Dewan Pers memerintahkan kepada pengadu, dalam hal ini adalah pihak Kementan, ketika Tempo tidak melaksanakan rekomendasi, maka pengadu wajib melapor ke Dewan Pers. Menurut kami, perintah ini tidak dilakukan oleh pihak Kementan, namun langsung melakukan upaya gugatan. Harusnya Kementan melakukan pelaporan dulu ke Dewan Pers.
Kelima, Dewan Pers memerintahkan Tempo wajib menyampaikan pelaksanaan PPR, dan itu juga sudah dilaksanakan Tempo.
Jadi, ada lima poin rekomendasi. Sebenarnya perintah yang utama kepada Tempo ada tiga poin, sementara poin 4 dan 5 adalah tindak lanjut dari pelaksanaan PPR.
Bagaimana Tempo menyikapi angka gugatan perdata Kementan senilai Rp 200 miliar?
Ya, itu hanya lucu-lucuan saja. Sebenarnya kami mengharapkan kedewasaan dan kebijaksanaan pejabat publik dalam menyikapi kritik atau kontrol dari masyarakat melalui media pers.
Menteri itu fungsinya melaksanakan tugas-tugas perbantuan kepada Presiden, di mana Presiden punya kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk menyejahterakan masyarakat. Kebijakan pemerintah itu terbuka untuk dikritik masyarakat melalu media pers.
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dinyatakan media pers merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat. Karena, tidak semua rakyat bisa mengakses semua informasi dari pemerintah. Mereka kemudian menyampaikan aspirasi kepada pemerintah melalui media pers.
Harusnya, dengan kebijaksanaan dan kedewasaan, setiap kritikan tidak dianggap sebagai perbuatan melawan hukum, tapi sebagai bentuk kontrol. Kalaupun Kementan merasa kebijakannya itu benar, harusnya melayangkan hak jawab. Kementan menyampaikan bahwa pemberitaan itu kurang benar, yang benar seperti ini.
Tempo pun sudah memberikan hak jawab, bahkan menawarkan untuk wawancara ekslusif kepada Mentan Amran untuk membantah, menyampaikan data-data yang sebenarnya, dan lain-lain. Namun, tawaran kami ditolak pihak Kementan.
Kami berpikiran, penolakan ini sebenarnya ada apa? Mengapa ada mekanisme yang diberikan melalui UU Pers tapi tidak dilakukan, malah melakukan mekanisme yang lain, yaitu melalui gugatan.
Pengacara Mentan Amran menyatakan besaran angka gugatan bisa saja disesuaikan oleh majelis hakim. Respon Anda?
Itu hanya penilaian subyektif dari pengacara Kementan terkait nilai gugatan. Itu menjadi salah satu unsur atau syarat dari pasal perbuatan melawan hukum, yang sebenarnya memang tidak ada kerugian. Karena, tugas menteri adalah menjalankan tugas perbantuan kepada Presiden, mendengarkan dan menerima koreksi dan pendapat dari masyarakat.
Jadi, jangan menganggap kritikan itu sebagai perbuatan melawan hukum. Bahkan, jika kritikan itu—meskipun tidak ada di gugatan—dianggap mengganggu kredibilitas institusi, itu juga salah.
Kementan menuding berita yang diterbitkan Tempo dominan mengandung unsur opini. Tanggapan Anda?
Berita tersebut berdasarkan fakta, ada wawancara, ada data. Jadi, ada narasumber yang diwawancara Tempo, bahkan narasumbernya ada dari pihak Kementan.
Langkah yang ditempuh Mentan Amran bisa mengancam bagi insan pers Tanah Air?
Tentu saja. Pertama, tidak semua perusahaan media massa mempunyai resources untuk memberikan bantuan hukum, untuk kemudian bisa menggunakan jasa lawyer.
Kita ketahui biaya pengadilan tidak murah. Itu satu hal. Kemudian dari sisi waktu, bisa membuang-buang waktu. Sementara menteri selama ini tidak pernah hadir di persidangan. Dia menugaskan pegawai Kementan sebagai kuasa hukum, kemudian kuasa hukum itu diberikan lagi kepada pengacara, yang kita yakini bisa saja menggunakan APBN. Pegawai Kementan kan digaji oleh negara untuk melakukan gugatan kepada media massa.
Kami menilai gugatan Mentan Amran ini tidak tepat, bisa mengancam kemerdekaan pers. Pertama, gugatan ini memberikan efek ketakutan bagi jurnalis-jurnalis dari media massa. Belum lagi, kami merasa ada ketidakseimbangan korelasi dalam proses di persidangan. Ketika pihak Tempo sebagai tergugat harus datang ke pengadilan pada saat proses mediasi. Dalam tahapan ini kedua belah pihak yang berkaitan langsung dalam perkara harus hadir di persidangan. Faktanya, Mentan Amran tidak pernah hadir di persidangan. (Syarif)