
KEHADIRAN para pengusaha pemasang PLTS atap merupakan salah satu bagian ekosistem yang sangat penting terciptanya energi bersih untuk memenuhi komitmen Pemerintah Indonesia menuju Net Zero Emission (NZE) tahun 2060. Atas dasar inilah dibentuk Perkumpulan Pemasang PLTS Atap Seluruh Indonesia (Perplatsi) pada 23 Juli 2022 di Jakarta.
Seiring itu, tren masyarakat masyarakat dalam menggunakan energi bersih semakin tinggi. Sementara pemerintah telah menelurkan hingga merevisi regulasi terkait pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).
Terbaru, pada Senin, 26 Mei 2025, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, mengumumkan telah mengesahkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 188.K/TL.03/MEM.L/2025 tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Tahun 2025-2034.
RUPTL PLN 2025-2034 menetapkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 Giga Watt (GW). Dari total tersebut, 76 persen atau sekitar 52,9 GW bersumber dari Energi Baru Terbarukan (EBT) dan sistem penyimpanan energi (energy storage). Proporsi EBT mencapai 42,6 GW (61 persen), storage 10,3 GW (15 persen), dan sisanya 16,6 GW (24 persen) berasal dari pembangkit fosil.
Rinciannya, kapasitas EBT terbagi atas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 17,1 GW, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) 11,7 GW, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) 7,2 GW, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) 5,2 GW, bioenergi 0,9 GW, dan pengenalan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebesar 0,5 GW.
Penambahan ini akan tersebar di Sumatera sebesar 9,5 GW, Jawa-Madura-Bali 19,6 GW, Sulawesi 7,7 GW, Kalimantan 3,5 GW, serta Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara 2,3 GW.
Dari sisi pendanaan, RUPTL ini bisa membuka peluang investasi mencapai Rp2.133,7 triliun. Sebesar Rp1.341,8 triliun dialokasikan untuk EBT melalui skema Independent Power Producer (IPP) dan Rp340,6 triliun berasal dari investasi PLN.
Penambahan kapasitas PLTS dalam RUPTL terbaru paling besar, yakni 17,1 GW, bisa menjadi peluang besar penyedia energi listrik berbasis surya, termasuk jasa pemasangan PLTS atap.
“Perplatsi menyambut baik diterbitkannya RUPTL 2025–2034 ini, terutama karena menunjukkan arah yang semakin progresif terhadap transisi energi bersih di Indonesia,” kata Ketua Umum Perplatsi, Muhammad Firmansyah kepada corebusiness.co.id di kawasan Northridge Business Center, BSD, Tangerang Selatan.
Firmansyah menjabarkan dengan porsi EBT yang ditargetkan mencapai lebih dari 75 persen dari total penambahan kapasitas, sebagai sinyal kuat keseriusan pemerintah mendukung program energi listrik tenaga surya.
“Terutama untuk kami di Perplatsi, penetapan target 17,1 GW untuk PLTS menjadi tantangan sekaligus peluang besar. Ini menjadi momentum penting untuk mendorong pertumbuhan ekosistem industri PLTS,” ujarnya.
Sebagai Ketum Perplatsi sekaligus Founder & CEO PT Infiniti Energi Indonesia (INFIEN Energy) yang berfokus pada layanan engineering, procurement, and contruction (EPC) dan manufaktur, terutama dalam bidang EBT dan penyimpanan energi, pria berusia 32 tahun ini menuturkan kondisi industri PLTS di Indonesia.
Berikut penjabaran Firmansyah dalam sebuah sesi wawancara dengan corebusiness.co.id.
RUPTL 2025-2034 memuat ketentuan penambahan pembangkit listrik 69,5 GW, dan porsi PLTS 17,1 GW. Sejauh ini bagaimana kapasitas PLTS yang sudah terpasang?
Sampai saat ini, kapasitas PLTS yang sudah terpasang masih berkisar di angka 400–500 MW. Jadi masih cukup jauh dari target, tapi kita harus terus optimis. Banyak faktor yang selama ini menjadi kendala, seperti ketidakpastian regulasi, mekanisme ekspor-impor listrik ke jaringan PLN, serta insentif yang masih belum maksimal.
Namun dengan adanya RUPTL terbaru, kami berharap regulasi turunan bisa memberikan kepastian, baik bagi konsumen maupun pelaku industri.
Pengaruh ketidakpastian regulasi terhadap perusahaan PLTS atap?
Kami melihat pemerintah masih belum seutuhnya mendukung PLTS, dikarenakan adanya kepentingan tertentu. Memang, jika dilihat dari target PLTS di RUPTL terbaru cukup besar, 17,1 GW. Salah satu yang masih menjadi penghambat adalah pada tahap proses registrasi perizinan. PLN hanya memberikan kesempatan kepada perusahaan PLTS melakukan proses registrasi perizinan setahun hanya dua kali, yaitu di Januari dan Juni.
Kami berharap PLN menghapus sistem pembatasan registrasi perizinan. Karena tidak adanya ketentuan dasar proses registrasi perizinan hanya dilakukan setahun dua kali. Kami minta registrasi dapat dilakukan setiap waktu.
Untuk pemberian insentif, dalam hal apa saja dinilai belum maksimal?
Jika mengacu Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018 yang diubah menjadi Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 mengatur tentang berbagai dukungan dan insentif bagi konsumen PLTS atap, termasuk insentif fiskal, kemudahan perizinan, dan penetapan harga beli listrik dari sumber EBT.
Sebelumnya, berdasarkan Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018 ada ketentuan sistem jual beli listrik. Jadi, pengguna PLTS atap yang mempunyai kelebihan daya listrik bisa menjual ke PLN. Ketika itu antusiasme masyarakat luar biasa.
Sekarang, meskipun porsi kapasitas PLTS lebih besar (17,1 GW), namun proses registrasi perizinan masih dibatasi, di mana setahun hanya dua kali, dan pemberian insentif juga belum maksimal. Hal ini menjadi penyebab antusiasme masyarakat menjadi berkurang.
Dukungan Perplatsi dalam pengadaan PLTS 17,1 GW?
Kami di Perplatsi memiliki tiga pendekatan utama. Pertama, menguatkan kompetensi teknis melalui pelatihan dan sertifikasi SDM. Kedua, memperkuat sinergi antara anggota dengan lembaga keuangan untuk mendukung pembiayaan proyek. Dan ketiga, mendorong inovasi model bisnis berbasis komunitas dan industri.
Tahapan teknis pemasangan PLTS atap?
Secara umum mekanisme pemasangan PLTS atap terdiri dari tahap konsultasi awal, misalnya terkait besaran daya dan beban listrik yang ingin digunakan konsumen hingga gambaran biaya pembangunan PLTS atap.
Setelah itu, tim teknis melakukan survei lokasi, dilanjutkan perencanaan dan desain sistem sesuai kebutuhan daya, pengurusan izin (khususnya ke PLN), pemasangan, lalu commissioning, dan integrasi ke jaringan. Dalam praktiknya, tantangan bisa muncul di tahap izin dan sinkronisasi sistem.
Terlepas dari aspek bisnis, kami mendukung penyediaan energi listrik yang lebih ramah terhadap lingkungan. Selain itu, kami ngin berkontribusi meringankan beban negara dari pemberian subsidi listrik kepada masyarakat.
Masyarakat sebenarnya ingin ikut andil memasang PLTS atap, karena mereka juga punya hak untuk memutuskan dalam penggunaan listrik, apakah bersumber dari PLTS, PLTA, PLTU, dan sumber energi listrik lainnya. Di sisi lain, energi listrik yang bersumber dari matahari bukan milik negara, namun milik Sang Pencipta.
Dukungan SDM yang memenuhi kriteria tenaga teknis pemasangan PLTS atap?
SDM adalah tulang punggung dari keberhasilan program ini. Kami terus mendorong sertifikasi teknisi melalui lembaga yang diakui, dan pelatihan secara kontinyu. Ini bukan hanya soal teknis instalasi, tapi juga soal keamanan, efisiensi sistem, dan pelayanan purna jual.
Perplatsi juga bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan anggota, termasuk INFIEN Energy, dalam membentuk sistem pelatihan internal. INFIEN memiliki tim teknis yang tersertifikasi dan secara berkala mengikuti pelatihan peningkatan kompetensi. Jadi mereka bukan hanya instalator, tapi juga edukator bagi konsumen.
Ada anggapan menggunakan PLTS biayanya mahal, klaim Anda?
Terminologi “mahal” tentu sangatlah relatif dan subjektif. Ketika kita bicara PLTS, ini merupakan sebuah investasi konkret dalam artian bisa dirasakan langsung oleh penggunanya.
Analoginya, benefit yang diterima dari penggunaan PLTS atap lebih besar jika dikomparasikan dengan membeli mobil baru. Konsumen sudah balik modal setelah menggunakan PLTS atap antara 6 hiingga 7 tahun. Setelahnya, selama 23 tahun konsumen akan mendapatkan passive income dari penggunaan PLTS atap. Sebagai informasi, masa pemakaian PLTS atap antara 25 sampai 30 tahun. Kami menyebutnya, penggunaan PLTS atap adalah investasi yang menghasilkan cuan.
Muncul pula anggapan bahwa PLTS merupakan energi intermitten. Respon Anda?
Semua sumber energi yang ada di bumi jika terus digunakan, kelak akan habis. Tapi, energi yang unlimeted salah satunya bersumber dari matahari. Indonesia sebagai negara yang berada di garis khatulistiwa memiliki iklim tropis kaya akan sumber energi matahari. Sehingga Indonesia mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun. Hal ini memiliki potensi besar untuk memanfaatkan energi surya sebagai sumber EBT.
Mengutip laporan Global Energy Monitor dakan A Race to the Top: Southeast Asia 2024, kapasitas terpasang PLTS di Indonesia baru mencapai 21 MW. Angka tersebut memposisikan Indonesia berada di urutan kedelapan dari sebelas negara anggota ASEAN.
Masyarakat Indonesia sebenarnya ingin andil memasang PLTS di rumahnya. Mungkin karena muncul paradigma memasang PLTS biayanya mahal dan sebagainya, sehingga menimbulkan keraguan masyarakat. Di Eropa, penggunaan PLTS sudah dijadikan budaya.
Pemasangan PLTS atap rumah bisa disesuaikan daya dan beban listrik yang digunakan. Lagi pula biayanya masih terjangkau. Investasi solar panel dengan biaya Rp 30 juta juga bisa. Jadi, estimasi biaya pemasangan PLTS tergantung berapa persen kita ingin melakukan penghematan penggunaan listrik.
Sebagai gambaran, ada orang yang memilih membeli mobil 1300 CC, dan ada pula yang membeli 1500 CC atau 2000 CC. Begitu pula dengan biaya PLTS, biayanya tergantung daya dan beban listrik yang digunakan.
Saat ini, komponen PLTS sudah ada yang diproduksi di Indonesia atau semuanya impor dari negara lain?
Untuk komponen PLTS sudah ada yang diproduksi oleh fabrikasi di dalam negeri. Kami juga mendukung Asta Cita Presiden Prabowo untuk penggunaan produk dalam negeri. Misalnya, penggunaan baterai untuk storage, TKD-nya sudah 40 persen.
Jadi, investor sudah membangun pabrik komponen PLTS di Indonesia, karena itu, dibutuhkan konsistensi pemerintah dalam bentuk regulasi untuk mendukung PLTS. Menurut kami, peraturan yang sudah ada bisa diperbarui dengan memperjelas ketentuan teknis.
Ketika perubahan regulasi itu sudah diterbitkan, penting untuk disosialisasikan sampai ke akar rumput di seluruh Indonesia. (Syarif).