
Cara pengelolaan pertambangan seperti ini di mana wewenang memberi konsesi ada di tangan pemerintah. Merupakan copy paste dari sistem pengelolaan zaman penjajahan.
Dilanggengkan oleh UU Minerba No.4/2005 dan UU Minerba yang terbaru No.3/2020.
Sedangkan di sektor migas hingga saat ini menggunakan UU Migas No.22/2001 yang mencabut dua UU, yaitu UU Migas No.44/Prp/1960 dan UU Pertamina No.8/1971.
Dicabutnya kedua UU ini, secara empirik menjadi penyebab anjloknya produksi migas selama dua dekade. Indonesia harus keluar dari OPEC, Indonesia harus mengimpor migas dari luar negeri dalam jumlah besar
PT Pertamina Persero yang ada saat ini dibentuk tidak dengan UU, ditempatkan di bawah Menteri BUMN. Oleh Menteri BUMN, organisasi Pertamina diubah menjadi Perusahaan Migas Unbundling. Terpecah antara kegiatan hulu dan hilir. Dipecah-pecah menjadi banyak anak perusahaan kecil-kecil yang mencari keuntungan (profit miximizer) sendiri-sendiri. Padahal produk akhir yang dihasilkan dan dibutuhkan oleh rakyat dan dunia usaha adalah BBM. Akibatnya biaya pokok BBM menjadi jauh lebih mahal.
Terlebih oleh oknum yang korup, model Unbundling ini dipakai sebagai arena untuk memperoleh keuntungan pribadi atau pihak lain.
Fakta di atas menyimpulkan bahwa semua UU yang mengatur pengelolaan sumber daya energi dan pertambangan harus diubah dan disesuikan dengan konstitusi Pasal 33 UUD 1945. Menggunakan Sistim Kontrak Bagi Hasil yang memastikan bagian negara/APBN memperoleh 65 persen dan investor memperoleh 35 persen setelah cost recovery.
Daerah Penghasil SDA, berhak memperoleh bagian dari kegiatan usaha SDA yang ada di daerahnya.
Apabila harga produk SDA di pasar dunia naik significant sehingga timbul windfall profit di industri SDA dunia. Presiden RI yang berdaulat berhak mengadopsi windfall profit dengan menaikkan bagian negara/APBN naik menjadi 85 persen dan investor memperoleh 15 persen setelah cost recovery.
Daerah penghasil SDA berhak memperoleh manfaat dari kehadiran investasi dan kegiatan penambangan SDA di wilayahnya. Berupa participating interest sebesar 10 persen yang diwakili oleh BUMD.
Seyogyanya NasDem sebagai partai yang mengusung Gerakan Perubahan/Restorasi, sangatlah tepat untuk penjadi pelopor dalam melakukan perubahan/restorasi dalam pengelolaan sumber daya energi migas dan minerba. Menuju pertumbuhan ekonomi 8 persen hingga double digit. Tanpa memberatkan rakyat dalam membayar berbagai macam dan bentuk pajak.
Justru, apabila pengelolaan aset SDA sudah disesuaikan dengan konstitusi yang pasti akan melipatgandakan penerimaan negara, maka saatnya tiba bagi UMKM dibebaskan dari pajak agar kegiatan ekonomi di pedesaan bisa lebih bergairah dan lebih maju. (Dr. Kurtubi adalah Ketua Kaukus Nuklir Parlemen Fraksi NasDem 2014. — 2019. Alumnus SMAN Mataram, FEUI, IFP Dan CSM. Mantan Pengajar Ekonomi Energi Pasca Sarjana FEUI dan Mantan Pengajar Ekonomi Energi di Universitas Paramadina)