Fakta ini menunjukkan bahwa masih banyak pihak tertentu, termasuk pejabat negara yang merangkap sebagai investor migas, batubara dan mineral yang belum rela UU Migas No.22 Tahun 2001 dicabut dengan Perppu.
Padahal menurut informasi yang paling mutakhir dari peneliti alumni ITB yang bertugas di BRIN, menyimpulkan bahwa negara kita merupakan negara paling kaya di dunia. Dengan aset kekayaan berupa sumber daya alam mineral, termasuk emas, dan migas.
Jika pengelolaan aset/harta berupa SDA migas, batubara, mineral timah, tembaga, nikel, aluminium, bauksit, emas, perak, dan lain-lain sesuai Pasal 33 UUD 1945, kondisinya tidak seperti sekarang ini. Seperti pernah diimplementasikan dalam pengelolaan sektor migas berdasarkan UU Migas No.44/Prp/1960 dan UU Pertamina No.8 Tahun 1971 dengan menggunakan sistem Kontrak Bagi Hasil yang memastikan perolehan negara harus lebih besar dengan porsi 65 persen untuk APBN, dan 35 persen untuk investor.
Dengan porsi negara lebih besar, sehingga dapat dipastikan bahwa penerimaan APBN dari pengelolaan SDA akan naik berlipat-lipat. Multiplier effect akan mempercepat tercapainya masyarakat yang adil dan makmur sesuai cita-cita luhur dari lahirnya negara kita. (DR.Kurtubi. — Alumnus SMAN Mataram, FEUI Jakarta, IFP Perancis, dan CSM Amerika. Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014-2019)