160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN

Ketika Menteri Pertanian Merangkap Jabatan Kepala Bapanas

Pengamat Pertanian dari Perhepi, Khudori.
750 x 100 PASANG IKLAN

Produksi pangan dalam negeri yang diampu Kementerian Pertanian cukup kompleks. Ini tidak hanya terkait sumber daya lahan, air, dan infrastruktur, tapi juga sumber daya manusia petani, penyuluh, dan peneliti. Kerumitan juga tecermin dari urusan sarana produksi, seperti benih, pupuk, alat dan mesin pertanian, pendanaan, dan yang lain yang harus disiapkan agar selalu tersedia dengan baik saat diperlukan. Kerumitan makin terasa tatkala harus mengoordinasikan urusan di lahan itu dengan pemerintah daerah, yang setelah otonomi bukan lagi “kaki-tangan” Kementerian Pertanian.

Tugas terkait pangan yang diampu Bapanas tak kalah rumit. Karena pangan itu bersifat multidimensi, multisektor, dan multiaktor. Sebelum ada Bapanas, urusan pangan ditangani 19 K/L, salah satunya Kementerian Pertanian. Itu setidaknya tecermin dari susunan Dewan Ketahanan Pangan, lembaga nonstruktural yang pertama kali dibentuk lewat Keppres 132/2001 tentang Dewan Ketahanan Pangan, yang kemudian diperbarui dengan Perpres 83/2006 tentang hal yang sama. Dewan ini dibentuk sebagai forum koordinasi antara pusat dan daerah setelah otonomi daerah yang membuat pusat bukan lagi atasan langsung daerah. Dewan dibubarkan oleh Jokowi pada November 2020.

Jadi, tugas pemerintah di bidang pangan yang diampu Bapanas setidaknya tecermin dari gambar besar itu. Masalahnya, sejak semula institusi ini memang tidak dikehendaki kelahirannya. Indikasinya, pertama, mestinya terbentuk maksimal 16 November 2015 atau tiga tahun setelah UU Pangan disahkan, tapi baru terbentuk 9 tahun kemudian. Kedua, sejak kelahirannya tugas/wewenang yang diberikan ke Bapanas terbatas. Bapanas baru menerima sebagian pengalihan wewenang dan kuasa urusan pangan yang ada di Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian BUMN.

Dari Kementerian Perdagangan menerima pengalihan wewenang menyangkut perumusan kebijakan dan penetapan kebijakan stabilisasi harga dan distribusi pangan serta perumusan kebijakan dan penetapan kebutuhan ekspor dan impor pangan. Lalu, dari Kementerian Pertanian menerima pengalihan wewenang ihwal perumusan kebijakan dan penetapan besaran jumlah cadangan pangan pemerintah yang akan dikelola oleh BUMN pangan serta perumusan kebijakan dan penetapan Harga Pembelian Pemerintah dan rafaksi harga. Terakhir, dari Kementerian BUMN menerima kuasa untuk memutuskan penugasan ke Bulog dalam rangka pelaksanaan kebijakan pangan nasional.

750 x 100 PASANG IKLAN

Ketiga, karena wujudnya badan, Bapanas bukan peserta rapat kabinet. Wujud badan juga membuat Bapanas powerless tatkala mengoordinasikan K/L. Karena Bapanas dianggap “tidak setara” atau “lebih rendah”. Bahkan, sejumlah kementerian menganggap Bapanas itu setara eselon I. Ditambah anggaran yang terus disunat sejak berdiri, ini membuat gerak-langkah Bapanas kurang leluasa. Bahkan, ketika Presiden Prabowo membentuk Badan Gizi Nasional (BGN), eselon I di Bapanas yang mengampu Kerawanan Pangan dan Gizi urusan gizinya diboyong ke BGN untuk mengurus Makan Bergizi Gratis.

Keempat, di draf RUU Pangan versi 24 September 2025, revisi UU inisiatif DPR, Bapanas dilebur ke Bulog. Bulog yang merujuk regulasi saat ini menjadi operator atau tangan kanan Bapanas, di RUU Pangan akan mengambilalih wewenang/tugas Bapanas. Di RUU Pangan ini, keberadaan BGN yang sampai sekarang belum ada cantolan aturan untuk membentuk (kecuali Pasal 4 ayat 1 UUD 1945) dilegitimasi di Pasal 63A bahwa “Perbaikan status gizi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dilaksanakan oleh lembaga pemerintah yang bertugas melaksanakan pemenuhan gizi nasional”.

Kembali ke soal rangkap jabatan, amat mungkin salah satu tujuannya adalah efisiensi. Dengan posisi Menteri Pertanian sekaligus Kepala Bapanas, koordinasi kedua institusi lebih mudah sehingga keputusan pun bisa dibuat lebih cepat. Azaz efektivitas dan efisiensi tercapai. Akan tetapi, seperti diatur di Pasal 23 UU 61/2024 tentang Kementerian Negara, menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta, atau pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.

750 x 100 PASANG IKLAN

Pages: 1 2 3
750 x 100 PASANG IKLAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 PASANG IKLAN
ANINDYA

Tutup Yuk, Subscribe !