Oleh: Khudori
BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) telah merilis perkiraan produksi padi/beras tahun 2025. Rilis disampaikan 3 November lalu. Menurut BPS, produksi beras Januari-Desember 2025 diperkirakan mencapai 34,77 juta ton, naik 13,54% dibandingkan tahun lalu. Meskipun produksi Oktober-Desember 2025 masih potensi, kenaikan dua digit ini termasuk prestasi luar biasa. Amat jarang produksi beras bisa naik lebih 5%. Karena itu, apresiasi perlu diberikan kepada Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan seluruh jajarannya.
Capaian ini membuat tekad pemerintah bahwa tidak akan menugaskan Badan Urusan Logistik (Bulog) mengimpor beras yang diputuskan pada akhir tahun lalu bisa dipenuhi. Capaian ini cukup membanggakan, termasuk bagi Presiden Prabowo Subianto. Namun, yang patut diingat, tidak menugaskan Bulog mengimpor beras bukan berarti Indonesia tidak impor beras. Impor beras khusus oleh swasta tetap berlangsung. Tidak ada larangan untuk itu.
Kenaikan produksi beras tahun ini setidaknya bisa dijelaskan melalui tiga hal. Pertama, low base effect. Produksi beras tahun 2024 adalah terendah sejak 2018. Ketika posisi awal pertumbuhan rendah, secara persentase kenaikan akan tinggi. Yang istimewa, kenaikan tinggi kali ini bukan hanya dari sisi persentase, tetapi juga dalam tingkat produksi yang telah melampaui 2018: 33,94 juta ton beras.
Kedua, seluruh sumber daya (terutama anggaran dan SDM) Kementerian Pertanian (Kementan) tahun ini difokuskan pada beras dan jagung. Dalam konteks ini termasuk penambahan volume pupuk bersubsidi menjadi 9,55 juta ton dengan mekanisme penyaluran yang sederhana. Ini memungkinkan petani mengakses pupuk bersubsidi lebih mudah.
Ketiga, berkah alam. Sepanjang tahun ini hujan tiada putus. Termasuk di sentra-sentra wilayah produksi padi. Wilayah yang biasanya tak bisa diusahakan, misal sawah tadah hujan, bisa ditanami. Luas panen pun naik tinggi: 1,3 juta ha (12,98%). Karena kombinasi dua faktor itu, kalau produksi tidak naik ya amit–amit.
Kebutuhan konsumsi tahun ini diperkirakan 30,9 juta ton. Produksi dikurangi konsumsi ada surplus beras 3,87 juta ton. Ini surplus tahunan tertinggi sejak 2019. Hanya kalah dari 2018: 4,37 juta ton beras. Namun demikian, ada catatan penting dari angka-angka produksi padi/beras 2025 ini. Pertama, kenaikan produksi disumbang oleh penambahan luas panen: dari 10,05 juta ha pada 2024 menjadi 11,36 juta ha di 2025.
Kedua, produktivitas mencapai 5,31 ton gabah kering giling (GKG) per ha. Memang naik dari produktivitas tahun 2024 (5,28 ton GKG per ha), tetapi kenaikannya hanya 0,45%. Periode 2018-2024 produktivitas hanya naik minor: 0,13%. Inilah pekerjaan rumah yang relatif belum tersentuh sampai saat ini. Meningkatkan produktivitas perlu lompatan adopsi teknologi dan penciptaan inovasi. Tanpa keduanya produktivitas sulit digenjot.
Di Asia Tenggara, pada 2022 produktivitas padi Indonesia menempati posisi empat setelah China, Jepang, dan Vietnam. Selisih produktivitas Indonesia dan China mencapai 1,84 ton per ha dan dengan Vietnam 0,78 ton per ha. Meningkatkan produksi dengan menambah luas panen bisa ditempuh dengan menaikkan indeks pertanaman dan mencetak sawah baru. Tapi kedua langkah ini tidak mudah. Indeks pertanaman selama bertahun-tahun tak beranjak dari 1,4-1,5. Mencetak sawah baru butuh anggaran besar dan waktu.
Ketiga, perkiraan produksi beras 34,77 juta ton belum memperhitungkan dampak kebijakan penyerapan gabah semua kualitas tahun ini. Rendemen penyerapan gabah semua kualitas oleh Bulog mencapai 50,8%, lebih rendah dari standar BPS untuk menghitung produksi beras saat ini: 53,38%. Ada selisih 2,58%. Kalau rendemen gabah ketika diolah jadi beras sebesar 50,8% ini terjadi secara nasional, angka 2,58% itu setara 897 ribu ton beras. Ini harus menjadi faktor pengurang produksi 34,77 juta ton.
Secara keseluruhan, meskipun produksi padi/beras tahun ini diperkirakan naik tinggi, akan tetapi capaian itu dibarengi beberapa catatan negatif. Pertama, akibat kebijakan penyerapan gabah semua kualitas oleh Bulog, rendemen pengolahan tidak pasti. Dengan rerata remdemen hanya 50,8%, ujungnya membuat harga beras pengadaan Bulog jadi mahal: Rp14.404 per kg. Ini akan memengaruhi harga pokok beras (HPB) Bulog yang harus dibayar pemerintah. HPB Bulog diperkirakan mencapai Rp19.343 per kg.