160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
750 x 100 PASANG IKLAN

‘Bom Waktu’ Stok Jumbo Beras Bulog

Pengamat Pertanian dari Perhepi, Khudori. Foto: Ist
750 x 100 PASANG IKLAN

Jakarta,corebusiness.co.id-Pengamat pertanian dari Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Khudori mengatakan, capaian produksi beras tahun 2025 sebesar 34,77 ton harus diimbangi kesigapan Badan Urusan Logistik (Bulog) dalam hal pendistribusian. Jika dibiarkan teronggok di gudang, bisa menjadi ‘bom waktu’.

Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia  telah merilis data terbaru produksi padi/beras, pada 3 November 2025. BPS memperkirakan produksi beras tahun ini 34,77 juta ton, naik 13,54 persen dari tahun lalu. Meskipun produksi Oktober-Desember 2025 masih potensi, kenaikan dua digit ini termasuk capaian luar biasa.

“Amat jarang produksi beras bisa naik lebih 5 persen. Karena itu, apresiasi patut diberikan kepada Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan jajarannya,” ucap Khudori dalam keterangan tertulis, Senin (10/11/2025).

Khudori mengatakan, kebutuhan konsumsi beras tahun ini diperkirakan 30,9 juta ton. Jadi, ada surplus 3,87 juta ton dari produksi 34,77 ton beras. Ini surplus tahunan tertinggi sejak 2019. Hanya kalah dari tahun 2018, sebesar 4,37 juta ton beras.

750 x 100 PASANG IKLAN

Bukan hanya surplus. Kata Khudori, tekad pemerintah di akhir tahun lalu tidak menugaskan Bulog impor beras juga kesampaian. Dengan semua capaian itu, Mentan Amran mengklaim Indonesia telah swasembada beras. Definisi swasembada, jelas Amran, adalah ketika 90 persen kebutuhan bisa dipenuhi dari produksi domestik. Sehingga ada ruang impor 10 persen.

Menukil keterangan Mentan Amran bahwa pada akhir Mei 2025 stok beras di gudang Bulog mencapai 4 juta ton. Ini menjadi stok tertinggi sejak BUMN ini berdiri. Dari angka 4 juta ton, sebesar 1,8 juta ton merupakan beras sisa stok tahun lalu.

“Rekor itu semakin lengkap tatkala Bulog mampu menyerap 3 juta ton setara beras pada akhir Agustus 2025, sesuai target tahun ini,” imbuh Khudori.

Serapan yang besar inilah yang membuat stok Bulog saat ini tinggi. Per 4 November 2025, stok beras Bulog mencapai 3,916 juta ton. Masing-masing, sebanyak 3,752 juta ton berupa Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 0,164 juta ton beras komersial.

750 x 100 PASANG IKLAN

Khudori berpandangan, di satu sisi bisa saja stok besar ini dianggap sebagai prestasi luar biasa sekaligus jadi instrumen penting buat jaga-jaga. Agar tidak ada pihak yang coba main-main, misalnya menahan stok. Di sisi lain, stok 3,9 juta ton juga bisa dianggap ‘bom waktu’ yang bisa meledak tiap saat.

Anggota Komite Ketahanan Pangan INKINDO tersebut menguraikan stok 3,9 juta ton beras bisa menjadi ‘bom waktu’. Pertama, beras adalah barang tidak tahan lama. Sebaik apapun perawatan, risiko turun mutu tidak dapat dihilangkan sama sekali karena yang disimpan barang mudah rusak. Idealnya beras hanya disimpan 4 bulan. Lebih dari 4 bulan beras harus dikeluarkan dari gudang atau disalurkan.

Kedua, selama dalam penyimpanan beras akan susut volume, berpotensi turun mutu, bahkan bisa rusak. Kemudian ketiga, semakin lama disimpan biaya pengelolaan semakin besar. Ini membebani Bulog sebagai korporasi.

Ia mengungkapkan, per 10 September 2025, sebanyak 3,134 juta ton dari 3,948 juta ton beras stok Bulog atau 79,39 persen berusia lebih 4 bulan. Seiring berjalannya waktu, usia beras terus bertambah. Ini berarti bertambah pula aneka risiko. Beras dalam jumlah jumbo ini sepertinya akan teronggok lama di gudang. Sementara aliran beras ke pasar melalui operasi pasar masih seret. Bantuan pangan beras pun belum ada tanda-tanda akan ditambah.

Sampai 4 November 2025, lanjutnya, penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) baru 577.329 ton atau 38,49 persen dari target 1,5 juta ton. Di pekan terakhir Oktober 2025 rerata penyaluran 4.000-6.000 ton beras per hari. Jumlah ini, kata dia, terbilang kecil.

750 x 100 PASANG IKLAN

Menurutnya, jika volume penyaluran tak berubah, sampai akhir tahun SPHP diperkirakan tersalur 867.329 ton atau hanya 57,82 persen dari target. Ditambah bantuan pangan beras Oktober dan November sebesar 366 ribu ton, stok beras Bulog akhir tahun diperkirakan 3,292 juta ton.

Antisipasi  ‘Bom Waktu’ Stok Beras Jumbo Meledak

Khudori melanjutkan, pada Januari-Februari 2026, berkaca pada pola berpuluh tahun sebelumnya, masih masa paceklik. Produksi beras bulanan tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi bulanan. Meski demikian, sergah Khudori, karena cuaca sepanjang tahun ini relatif baik, produksi beras pada Januari-Februari 2026 diperkirakan akan baik. Bahkan, berpeluang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

“Jadi, amat mungkin di Februari 2026 sudah panen besar,” ucap Pegiat Komite Pendayagunaan Pertanian dan AEPI tersebut.

BMKG telah memperkirakan sudah ada tanda awal La Nina lemah saat ini. Meski demikian, hal ini diperkirakan tidak berdampak signifikan terhadap curah hujan di Indonesia. Kondisi hujan pada November–Desember 2025 hingga Januari–Februari 2026 diprediksi tetap berada pada kategori normal.

Khudori menekankan, “Ini, sekali lagi, membuka peluang produksi beras yang lumintu di Januari-Februari 2026. Produksi yang baik kemungkinan berlanjut ke bulan-bulan berikutnya. Ini merupakan kabar baik sekaligus berita buruk.”

Kabar baiknya, jelas Khudori, karena produksi beras yang besar akan memperkuat ketersediaan. Jika produksi berlebih, tahun 2026 kemungkinan Bulog tidak ditugaskan impor beras seperti tahun ini. Kabar buruknya, produksi beras yang besar mengharuskan Bulog masuk ke pasar. Ini untuk mencegah harga gabah di petani jatuh. Jika harga gabah jatuh, petani akan kecewa. Mereka akan berpikir ulang jika hendak menanam padi di musim berikutnya. Jika banyak petani emoh menanam padi, produksi berikutnya akan turun.

Jika Bulog menyerap gabah dan beras dalam jumlah besar di awal tahun depan, Khudori mempertanyakan sasaran pendistribusian hasil serapan baru tersebut. Pasalnya, stok beras yang ada masih jumbo. Beras-beras yang makin bertambah umur ini pun belum jelas kapan dikeluarkan dari gudang Bulog.

“Jika harus menyerap gabah dan beras lagi dalam jumlah besar, pertama, Bulog harus kembali menyewa gudang. Kedua, biaya pengelolaan terus berputar seperti argo. Ketiga, peluang beras turun mutu dan rusak makin besar,” ungkapnya.

Ia memperkirakan, stok beras awal tahun yang besar bisa juga membuat gerak-langkah Bulog tidak lincah. Agar Bulog tidak serba salah, perlu dipikirkan segera jalan keluarnya. Misalnya, mengeksekusi outlet yang disediakan Inpres No. 6 Tahun 2025 tentang Pengadaan dan Pengelolaan Gabah/Beras Dalam Negeri serta Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah.

Di inpres ini, disampaikan Khudori, outlet beras Bulog terbentang luas. Mulai outlet SPHP, bantuan pangan (termasuk bantuan pangan luar negeri), tanggap darurat bencana, untuk TNI/ASN/Polri dan program Makan Bergizi Gratis, dan CBP pemda. Bahkan untuk bansos. Bisa juga dibuka opsi ekspor atau stok dipinjamkan ke negara lain yang tengah membutuhkan.

Khudori mengingatkan, waktu yang tersisa menuju akhir tahun 2025 semakin pendek. Koridor waktu yang kian sempit ini akan membatasi peluang-peluang yang bisa dipilih sebagai jalan keluar. Apapun keputusannya, kata dia, semakin cepat semakin baik. Intinya, stok beras jumbo di gudang Bulog harus dikurangi. Tinggal sekitar 1,5 juta ton atau maksimal 2 juta ton.

“Bulog dan jajaran harus bersiap dengan skenario terburuk sembari berharap hal baik akan terjadi. Jika ‘bom waktu’ stok beras jumbo meledak, sudah ada antisipasinya,” sarannya bijak. (Rif)

 

750 x 100 PASANG IKLAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 PASANG IKLAN
ANINDYA

Tutup Yuk, Subscribe !