Bogor,corebusiness.co.id-Sektor pariwisata bakal banyak dikunjungi masyarakat saat liburan sekolah, Natal 2024, dan Tahun Baru 2025.
Pintu Tol Cibubur mulai disesaki antrian kendaraan roda empat yang melintas di jalur Tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) pada Sabtu sore (21/12/2024), pukul 16.15 WIB. Liburan sekolah mulai 20 Desember 2024 hingga 5 Januari 2025, dijadikan sebagian besar orang tua mengajak anak-anaknya ke tempat-tempat wisata di kawasan Bogor, Jawa Barat.
Berdasarkan pantauan corebusiness.co.id, ruas jalan Tol Jagorawi mulai dipadati kendaraan roda empat, baik yang ingin menuju Puncak maupun akses tempat wisata lainnya di kawasan Bogor, Jawa Barat. Ramainya kendaraan di jalan Tol Jagorawi, mengharuskan pengemudi mengurangi kecepatan laju kendaraannya.
Liburan panjang sekolah membawa peruntungan tersendiri bagi pengelola tempat wisata, termasuk pengelola penginapan di kawasan Bogor. Terlebih nanti, ketika berbarengan masa liburan Natal 2024 dan Tahun Baru 2025. Masyarakat bakal berbondong-bondong mendatangi berbagai tempat pariwisata di Indonesia.
Salah satu tempat penginapan di Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, misalnya, sudah kebanjiran order dari para pelanggan. Pengelola penginapan di tempat ini menawarkan jasa sewa penginapan dengan sistem per kamar dan per unit bangunan villa, dengan harga mulai Rp 1,4 juta hingga Rp 9 juta per malam.
Pengelola menyediakan fasilitas, seperti kolam renang untuk anak-anak dan orang dewasa, restoran, mini zoo, dan wahana bermain untuk penyewa tempat penginapan tersebut.
Sementara itu, Pengamat Perlindungan Konsumen dan Kebijakan Publik, Tulus Abadi, mengemukakan, seperti tahun-tahun sebelumnya, momen liburan sekolah dan Nataru, kerap dipergunakan sebagian besar masyarakat Indonesia melakukan perjalanan mudik ke kampung halaman. Menurut estimasi Kementerian Perhubungan (Kemenhub), setidaknya terdapat 110 juta orang yang akan melakukan perjalanan dalam libur Nataru.
“Para pemudik akan menyerbu tempat-tempat wisata ternama, di kampung halamannya,” kata Tulus Abadi dalam keterangan tertulis.
Tulus mengemukakan beberapa poin krusial yang harus diantisipasi atau dimitigasi terkait keandalan tempat pariwisata di saat liburan panjang sekolah dan Nataru.
Pertama, aspek keandalan sarana prasarana di dalam tempat wisata, seperti tempat bermain, jembatan gantung, komidi putar, perahu sampan di danau, pantai, dan lain-lain. Sarana prasarana harus dipastikan aman dan laik guna, sudah dikalibrasi oleh institusi yang berkompeten. Plus ada pengawasan petugas, terkait over kapasitas.
“Banyak terjadi kecelakaan di tempat wisata karena sarana prasarananya patah, putus, ambruk, tersebab minimnya perawatan. Atau juga over kapasitas karena ada pembiaran,” ungkap Tulus.
Kedua, fenomena pohon tumbang yang menelan korban jiwa. Ini sering terjadi di tempat wisata alam. Bahkan beberapa kali terjadi di Kebun Raya Bogor. Baru-baru ini juga terjadi di area Monkey Forest di Ubud-Bali, pohon besar tumbang, dan dua orang turis asing meninggal dunia karena tertimpa pohon roboh, pada 11 Desember 2024.
“Seharusnya ada petugas yang memastikan usia pohon tersebut, akarnya masih kuat atau tidak, ada peringatan dini di pohon-pohon tua dan rawan, plus ada pertolongan pertama yang cepat. Sehingga tidak mengakibatkan fatalitas yang menyebabkan korban meninggal dunia,” urainya.
Ketiga, lanjut Tulus, aspek harga yang wajar di dalam tempat wisata, khususnya untuk makanan dan minuman. Tenant, warung, restoran jangan menggunakan aji mumpung kemudian melakulan “kepruk harga” pada konsumen jasa wisata. Lagi-lagi harus ada pengawasan ketat untuk hal ini.
Tulus menekankan, selain harga, aspek kualitas dan higienitas makanan dan minuman juga harus mendapatkan perhatian serius, jangan sampai ada pengunjung jasa wisata yang keracunan oleh produk makanan yang jorok.
“Dinas Kesehatan dan Balai POM setempat, seharusnya turun gunung untuk melakukan pengawasan lebih intens,” sarannya.
Kemudian keempat, fasos-fasus seperti toilet dan mushola harus dipastikan cukup air, bersih, nyaman, dan khusus untuk toilet perempuan jumlahnya harus lebih banyak dibanding toilet laki-laki, agar tidak menimbulkan antrian panjang, saat digunakan. Selain itu musti ada toilet untuk pengunjung yang berkebutuhan khusus (difabel).
Tulus berharap tempat-tempat pariwisata menjadi perhatian serius pemerintah, khususnya pemerintah daerah.
“Pemerintah daerah jangan hanya mau PAD-nya saja, tetapi lemah dalam pengawasan di lapangan. Operator wisata jangan hanya menambang uang sebanyak banyaknya, hingga pengunjung membludak dan over kapasitas, tetapi lemah dan bahkan melakukan pembiaran, sehingga aspek keamanan, keselamatan dan kenyamanan pengunjung wisata menjadi berantakan,” tukasnya.
Tulus juga menekankan kepada konsumen sebagai pengunjung jasa wisata, seharusnya juga peduli dengan keselamatan dirinya, jangan paksakan memasuki tempat wisata atau menggunakan fasilitas di lokasi wisata, jika aspek keandalan, keamanan dan keselamatannya mengkhawatirkan. (Rif)