Jakarta,corebusiness.co.id-Kementerian Pariwisata (Kemenpar) telah merilis Indonesia Tourism Outlook 2025/2026, yang pemetaan tren pariwisata Indonesia pada 2026 dianalisis dari berbagai metode yang komprehensif dan berlapis.
Proses ini dimulai dengan pengumpulan temuan perubahan dan elaborasi dari tiga sumber utama: tinjauan literatur yang relevan, expert survey (pengamatan para ahli), serta diskusi kelompok terpumpun (Focus Group Discussion/FGD). Setiap sinyal perubahan baik positif maupun negatif, dipertimbangkan secara objektif untuk memastikan analisis yang tidak bias.
Baik wisatawan nusantara (wisnus) maupun wisatawan mancanegara (wisman) memiliki preferensi terhadap jenis wisata yang serupa, namun dengan urutan prioritas yang berbeda. Enam tren pariwisata yang unggul di kedua segmen adalah: cultural immersion, eco-friendly tourism, nature and adventure-based tourism, culinary and gastronomy tourism, wellness tourism, dan bleisure.
Kedua segmen wisatawan ini dipertemukan dengan fokus perjalanan yang lebih bermakna dan autentik. Wisman cenderung menempatkan cultural immersion, eco-friendly tourism, dan nature-based adventure sebagai prioritas utama. Hal ini mencerminkan pencarian makna, koneksi lintas budaya, dan kepedulian terhadap keberlanjutan.
Sedangkan wisnus mengutamakan culinary and gastronomy tourism dan cultural immersion yang menunjukkan orientasi pada relaksasi, eksplorasi rasa, dan kenyamanan di dalam negeri sendiri. Keduanya memiliki orientasi pada eksplorasi dan merasakan pengalaman secara langsung.
Prediksi tren pariwisata Indonesia dari para ahli dalam Indonesia Tourism Outlook 2025/2026 selaras dengan tren pariwisata global. Dari penelaahan berbagai sumber dapat ditarik enam tren pariwisata yang diprediksi akan berkembang pada 2026.
Cultural Immersion
Tren pariwisata cultural immersion (penyelaman/pendalaman budaya) diprediksi semakin menjadi primadona di kalangan wisatawan di Indonesia. Aktivitas wisatawan kini tidak sekadar melihat-lihat destinasi populer, melainkan ingin turut merasakan kehidupan lokal secara langsung. Dalam cultural immersion, wisatawan secara aktif berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari, tradisi, dan praktik budaya komunitas lokal.
Wisatawan bisa mengikuti upacara adat, belajar memasak makanan tradisional, hingga tinggal bersama masyarakat setempat. Minat terhadap cultural immersion mencerminkan pergeseran dari eksplorasi destinasi populer menuju pencarian makna dan koneksi. Tren partisipasi dengan masyarakat dan budaya lokal diminati oleh semua kalangan wisatawan, baik mancanegara maupun nusantara.
Menurut Indonesia Tourism Outlook 2025/2026, Indonesia berpotensi besar untuk menangkap peluang tren pariwisata cultural immersion, karena kekayaan budayanya. Desa wisata seperti Nglanggeran (Yogyakarta), Tamansari (Banyuwangi), Tetebatu (Lombok Timur) dan Wae Rebo (Manggarai, NTT) menjadi contoh nyata pengembangan paket wisata berbasis budaya, di mana wisatawan dapat tinggal di homestay, mengikuti aktivitas harian, dan belajar filosofi hidup masyarakat setempat.
Eco-Friendly Tourism
Eco-friendly tourism atau tren pariwisata ramah lingkungan muncul dari kesadaran kolektif wisatawan di level global maupun dalam negeri. Tren pariwisata ini berpotensi terus berkembang di Indonesia karena kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang luar biasa. Preferensi wisatawan pada eco-friendly tourism berpusat pada ketersediaan fasilitas dan aktivitas yang ramah lingkungan.
Dalam Indonesia Tourism Outlook 2025/2026 dijelaskan, dari sisi fasilitas, wisatawan cenderung akan memilih akomodasi bersertifikat lingkungan, destinasi dengan pengelolaan sampah terpadu, serta kebijakan tegas pengurangan plastik sekali pakai. Sementara itu, dari sisi aktivitas, wisatawan tertarik pada atraksi yang menawarkan pengalaman langsung dalam konservasi dan pemulihan ekosistem, mulai dari wisata tanam pohon, pemantauan satwa liar, hingga program restorasi terumbu karang.
Nature and Adventure-Based Tourism

Bentang alam masih menjadi modal utama dan pendukung sektor pariwisata Indonesia di masa depan. Meski menjadi motor utama pariwisata, tren wisata alam di Indonesia menunjukkan pergeseran ke arah eksplorasi potensi yang lebih unik dan spesifik. Permintaan niche adventure seperti mendaki gunung api aktif (geotourism), susur gua (caving), dan eksplorasi alam bawah laut (scuba diving), termasuk dengan menikmati tinggal di tengah laut (live on board) akan terus berkembang serta bervariasi bentuknya.
Indonesia Tourism Outlook 2025/2026 mengutip laporan Skyscanner terbaru yang menyebutkan, 71 persen wisatawan global sedang mempertimbangkan atau merencanakan liburan ke kawasan pegunungan pada musim panas atau gugur 2026. Di Indonesia, tren ini telah direspons secara inovatif melalui pengelolaan wisata pendakian di Taman Nasional Gunung Rinjani, Lombok.
Melalui program partisipatif seperti penanaman pohon di sepanjang jalur, pembersihan lintasan bersama warga lokal, dan penerapan prinsip “zero waste”, aktivitas rekreasi juga menjadi aksi kolektif yang berdampak ekologis sekaligus memperkuat pemberdayaan komunitas sekitar.
Culinary and Gastronomy Tourism
Kuliner dan gastronomi di Indonesia tidak lagi dipandang sebagai elemen pelengkap paket wisata, melainkan telah menjadi daya tarik tersendiri. Makanan menjadi alasan fundamental wisatawan dalam memilih sebuah destinasi. Wisnus cenderung memilih destinasi yang menawarkan pengalaman kuliner autentik seperti festival makanan tradisional, kelas memasak, dan farm-to-table di desa wisata. Sementara itu, wisatawan mancanegara lebih berminat pada narasi atau cerita di balik tersajinya makanan. Makanan diposisikan sebagai medium untuk merasakan autentisitas sebuah destinasi wisata.
Tren gastro-tourism diprediksi akan terus berkembang sebagai salah satu pilar pariwisata kreatif di Indonesia. Desa wisata Candirejo Magelang, Pujon Kidul Malang, dan Bonjeruk Lombok sukses mengembangkan paket wisata kuliner berbasis partisipasi. Wisatawan dapat mengikuti proses produksi sebuah makanan dari kebun hingga tersaji di meja makan. Proses menanam, memanen, memasak, dan makan bersama dapat dirasakan langsung oleh wisatawan.
Wellness Tourism
Wisata kebugaran atau wellness tourism diperkirakan menjadi tren pariwisata yang terus berkembang pesat di dalam maupun luar negeri. Perkembangan tren ini didorong oleh meningkatnya pergeseran gaya hidup wisatawan menuju keseimbangan dan kesadaran diri. Aktivitas wisata tidak lagi hanya diposisikan sebagai pelarian, melainkan sebagai ruang pemulihan dan refleksi. Fokus utama dari wellness adalah peningkatan fisik, mental, dan spiritual secara holistik.
Peluang pengembangan wellness tourism telah dimanfaatkan oleh beberapa destinasi melalui program unggulan. Di Bali, berbagai pelaku usaha menawarkan paket wellness yang mencakup perawatan spa tradisional, yoga, meditasi, dan terapi aromaterapi yang holistik. Sedangkan di Jakarta dan Jawa Barat, berbagai usaha menyediakan layanan spa alami dan organik lengkap dengan fasilitas yoga dan pilates untuk wisatawan yang ingin menjalani wellness break.
Sementara di Jawa Tengah, seperti di Kabupaten Karanganyar menonjolkan wellness berbasis aromaterapi dan edukasi mengenai tanaman atsiri, menggabungkan unsur rekreasi, kesehatan, budaya, dan edukasi dalam satu pengalaman.
Menyadari potensi besar wellness tourism, Kemenpar meluncurkan program Wonderful Indonesia Wellness sebagai strategi peningkatan kelas pariwisata nasional. Surakarta dan Yogyakarta dipilih sebagai destinasi percontohan. Keduanya memiliki warisan budaya dan spiritual yang kaya, sekaligus memiliki kesiapan ekosistem dalam menghadirkan pengalaman wellness yang autentik. Program ini akan diintegrasikan dengan dua festival unggulan yakni Jogja Cultural Wellness Festival (JCWF) 2025 dan Royal Surakarta Wellness Festival (RSWF).
Bleisure
Meningkatnya kesadaran keseimbangan antara produktivitas dan kehidupan (work-life balance), memberikan ruang bagi berkembangnya tren bleisure di Indonesia. Bleisure merupakan gabungan perjalanan bisnis dengan rekreasi. Berbagai literatur menunjukkan pelaku perjalanan bisnis cenderung memperpanjang masa tinggal untuk mengeksplorasi destinasi wisata di sekitarnya. Perkembangan bleisure juga seiring dengan keberadaan ekosistem MICE, nomadic work-life travel, dan wisata urban.
Kota-kota besar seperti Yogyakarta, Denpasar, dan Bandung menyediakan workation hub dengan berbagai fasilitas penunjang bekerja sekaligus berwisata. Perkembangan bleisure di Indonesia juga dapat dilihat dari hadirnya berbagai resor dan coworking space. Sementara itu, berbagai gelaran MICE di Jakarta dan Bali turut memaksimalkan potensi bleisure. (Fairuuz Akbar)