
Pemerintah juga harus menjadi regulator dan hakim yang adil. Jika ada perbedaan, harus segera diselesaikan. Jika perbedaan itu di lingkup internal, maka diselesaikan secara internal. Jika perbedaan di lingkup eksternal, maka diselesaikan melalui mediasi pemerintah, dan itu ada mekanismenya.
“Selain itu, negara harus menjadi promotor bagi model keberagaman yang moderat. Yang sekarang ada istilah moderasi beragama, yang menekankan keseimbangan, menghindari ekstremisme, dan menghargai perbedaan,” jelasnya.
Ia menyebutkan bahwa UIN sudah lama menjalin kerja sama dengan Jemaat Ahmadiyah, baik dalam kegiatan seminar hingga kegiatan sosial.
“Jemaat Ahmadiyah sudah ada di Indonesia 100 tahun. Kawan-kawan dari Ahmadiyah mempunyai resources yang bisa kita kerjasamakan. Kami bersama kawan-kawan dari Ahmadiyah bekerja sama untuk melakukan sesuatu untuk bangsa dan negara ini. Kawan-kawan di Ahmadiyah telah banyak melakukan sumbangsih untuk bangsa dan negara ini,” ungkapnya.
Sementara Maulana Mirajudin mengatakan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan Jemaat Ahmadiyah pada prinsipnya ingin melaksanakan ajaran Islam yang menekankan pentingnya hubungan baik dengan Allah SWT dan sesama manusia.
“Jadi, kita melaksanakan semua perintah Allah dan membangun persaudaraan dan menghormati perbedaan,” kata Mirajudin.
Ia menyadari, perbedaan pendapat adalah sesuatu hal yang tidak bisa dihindari, namun bisa diselesaikan dengan cara musyawarah untuk menemukan poin-poin yang sama.
“Allah sendiri mengajarkan kita bawalah kepada hal-hal yang sama untuk dijadikan satu pandangan. Sehingga hubungan persaudaraan tetap terjaga. Ahmadiyah membawa misi kecintaan untuk semua, kebencian tidak untuk siapa pun,” pungkasnya. (Rif)