
Jakarta,corebusiness.co.id-Dekan Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN), Prof. Ismatu Ropi, M.A., Ph.D., berpandangan, orang dianggap sempurna jika sudah mendapatkan kemerdekaan secara material dan spiritual. Karena itu, pemerintah ikut bertanggung jawab untuk menciptakan dan membangun kehidupan yang nyaman di Indonesia.
Ismatu mengutarakan, untuk menciptakan kehidupan yang nyaman, pembangunan di Indonesia dilandasi fondasi material dan spiritual.
“Kecenderungan orang saat ini sudut pandangannya masih ada yang simbolistik. Misalnya, jika tidak melakukan ketentuan ini, orang itu dianggap salah. Sehingga muncul model model friksi, ujung-ujungnya terjadi perpecahan dan saling bermusuhan. Padahal, ajaran-ajaran universal dari agama sangat penting, misalnya mengajarkan cinta kasih dan menghargai perbedaan. Itu adalah esensi dari hidup yang damai,” tutur Ismatu di sela acara Seminar Kebangsaan yang mengangkat tema: “Kebangkitan Spiritual untuk Indonesia yang Damai” di ruang Teater Fakultas Ushuluddin, UIN, Selasa (20/5/2025).
Dalam seminar kebangsaan ini, Ismatu didaulat menyampaikan kata sambutan bersama Amir Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Maulana Mirajudin Sahid, Shd. Sementara para pembicara menghadirkan Pendiri Fahmina Institute, Dr. (HC) K.H. Husein Muhammad, Dosen Jami’ah Ahmadiyah Indonesia, Maulana Dr. Rakeeman RAM Jumaan, dan Dosen Fakultas Ushuluddin UIN/Pemerhati Pendidikan, Dr. Rahmat Hidayatullah, S.S., M.A.
Menurut Ismatu, Indonesia adalah sebuah negara besar yang terdiri keanekaragaman budaya dan agama. Karena itu, untuk menjaga kehidupan yang rukun dan damai, maka harus saling menghormati perbedaan. Perbedaan adalah sebuah fitrah.
“Kawan-kawan dari Jemaat Ahmadiyah adalah orang-orang yang dari awal menjadikan kedamaian sebagai sesuatu yang paling esensial,” katanya.
Ismatu berharap, anak-anak generasi muda saat ini mempunyai cara berfikir jauh ke depan dan tidak sempit dalam kehidupan beragama. Karena, perbedaan itu sesuatu yang sedari awal sudah ada.
“Dari awal Indonesia adalah negara yang heterogen, termasuk dalam beragama. Sehingga penolakan terhadap perbedaan itu harus menjadi fondasi dasar dari kemerdekaan kita dalam berfikir,” imbuhnya.
Ismatu juga berharap pemerintah memprioritaskan kehidupan beragama sebagai bagian dari strategi pembangunan nasional. Menurutnya, hampir tidak mungkin negara seperti Indonesia yang masyarakatnya heterogen tidak ada campur tangan pemerintah. Tapi, posisi negara itu harus ada di tengah, tidak berpihak ke kiri dan kanan.
Pemerintah juga harus menjadi regulator dan hakim yang adil. Jika ada perbedaan, harus segera diselesaikan. Jika perbedaan itu di lingkup internal, maka diselesaikan secara internal. Jika perbedaan di lingkup eksternal, maka diselesaikan melalui mediasi pemerintah, dan itu ada mekanismenya.
“Selain itu, negara harus menjadi promotor bagi model keberagaman yang moderat. Yang sekarang ada istilah moderasi beragama, yang menekankan keseimbangan, menghindari ekstremisme, dan menghargai perbedaan,” jelasnya.
Ia menyebutkan bahwa UIN sudah lama menjalin kerja sama dengan Jemaat Ahmadiyah, baik dalam kegiatan seminar hingga kegiatan sosial.
“Jemaat Ahmadiyah sudah ada di Indonesia 100 tahun. Kawan-kawan dari Ahmadiyah mempunyai resources yang bisa kita kerjasamakan. Kami bersama kawan-kawan dari Ahmadiyah bekerja sama untuk melakukan sesuatu untuk bangsa dan negara ini. Kawan-kawan di Ahmadiyah telah banyak melakukan sumbangsih untuk bangsa dan negara ini,” ungkapnya.
Sementara Maulana Mirajudin mengatakan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan Jemaat Ahmadiyah pada prinsipnya ingin melaksanakan ajaran Islam yang menekankan pentingnya hubungan baik dengan Allah SWT dan sesama manusia.
“Jadi, kita melaksanakan semua perintah Allah dan membangun persaudaraan dan menghormati perbedaan,” kata Mirajudin.
Ia menyadari, perbedaan pendapat adalah sesuatu hal yang tidak bisa dihindari, namun bisa diselesaikan dengan cara musyawarah untuk menemukan poin-poin yang sama.
“Allah sendiri mengajarkan kita bawalah kepada hal-hal yang sama untuk dijadikan satu pandangan. Sehingga hubungan persaudaraan tetap terjaga. Ahmadiyah membawa misi kecintaan untuk semua, kebencian tidak untuk siapa pun,” pungkasnya. (Rif)