
Mekanisme ini terkesan menjadikan Dirjen Gatrik sebagai “regulator” dalam pembangunan dan pemasangan PTLS atap,” ucap Firmansyah.
Perplatsi juga menyoroti permohonan pembangunan dan pemasangan PLTS atap dilayani hanya melalui aplikasi PLN (PLN Mobile untuk pelanggan PLN), dengan proses pengajuan pada Januari dan Juli setiap tahunnya. Permohonan itu pun dilakukan berdasarkan “first in first serve” sesuai kuota yang tersedia di cluster wilayah. Namun, jika kuota penuh, permohonan masuk daftar tunggu.
“Perplatsi menilai periode permohonan pemasangan hanya dua kali setahun tidak berdasar. Selaiin itu, tidak adanya keterbukaan informasi dari pihak PLN terkait pengajuan permohonan ini yang dapat diakses bersama,” imbuhnya.
Berikutnya, Perplatsi menyinggung soal dokumen permohonan pembangunan dan pemasangan PLTS atap. Dalam hal pembangunan dan pemasangan PLTS atap berskala residensial dan komersial, proses kelengkapan dokumen teknis yang diminta baik untuk permohonan dan perizinan cukup menyulitkan bagi calon pemasang PLTS atap. Pun dalam hal permohonan izin ke Kementerian ESDM, diperlukan perizinan ke dinas provinsi setempat.
“Terkait juga dengan penerbitan SLO, dalam ketentuan saat ini juga diperlukan SLO Pembangkit, sementara untuk kebutuhan residensial atau komersial, Perplatsi memandang cukup menggunakan SLO Tegangan Rendah (SLO TR), seperti yang berlaku dalam ketentuan sebelumnya,” urainya.
Revisi Permen ESDM
Dari ketiga isu di atas yang menjadi tantangan bagi para anggota Perplatsi dalam pengembangan PLTS atap, organisasi ini mengusulkan revisi terhadap Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024, dengan poin-poin revisi sebagai berikut: