Terakit keluhan dan pengaduan konsumen PAM Jaya masih sangat dominan, dan keluhan tersebut masih berkarakter klasik. Artinya, ungkap Tulus, sejak dahulu keluhannya masih seperti itu.
YLKI berpandangan, munculnya keluhan klasik ini menandakan masih terdapat persoalan klasik di level managerial, baik dari sisi hulu, maupun hilir, yang akhirnya berdampak terhadap pelayanan.
“Pemprov Jakarta sebagai regulator, harus secara aktif pro aktif melakukan pengawasan terhadap pelayanan dan kinerja PAM Jaya,” Tulus menyampaikan rekomendasi YLKI.
YKLI juga merekomendasikan managemen PAM Jaya untuk terus meningkatkan dan menjaga keandalan pelayanannya.
Hasil survei mencatat, mayoritas pelanggan PAM Jaya adalah rumah tangga, bahkan rumah tangga menengah bawah, dengan tagihan kisaran Rp 100.000-Rp 250.000 (44 persen). Artinya, jelas Tulus, jika ada kebijakan tarif baru, maka keberpihakan pada golongan ini harus kuat, yakni memerhatikan aspek daya beli mereka (ability to pay).
“Di sisi lain, masyarakat dengan golongan tersebut juga harus cerdas dalam mengatur pola konsumsi dan pengeluarannya. Jangan sampai pengeluaran untuk air bersih malah lebih kecil dibanding dengan pengeluaran untuk membeli rokok,” imbuhnya.
YLKI mendesak Pemprov Jakarta dan PAM Jaya untuk secara progresif menambah coverage jumlah pelanggannya, guna mengantisipasi eksploitasi air tanah di Jakarta.