160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN

Ketika Laju Kereta Cepat Mulai Terhambat

Joko Widodo (Jokowi) Presiden berpose di depan lokomotif Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Rabu (13/9/2023), di Stasiun Halim, Jakarta Timur. Foto: Biro Pers Setpres
750 x 100 PASANG IKLAN

Jakarta,corebusiness.co.id– Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, prinsip dasar transportasi massal seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh adalah layanan publik, bukan mencari laba. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah turun tangan, sedang menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi proyek KCJB.

Setelah ditunggu-tunggu publik, Jokowi akhirnya menjelaskan tujuan dibangunnya KCJB.

“Begini, kita harus tahu masalahnya dulu. Di Jakarta itu kemacetannya sudah parah, sudah (terjadi) 30 tahun, 40 tahun yang lalu, 20 tahun lalu. Dan Jadebotabek juga kemacetannya parah, termasuk Bandung kemacetannya juga parah,” kata Jokowi di Solo, Senin (27/10/2025), seperti dikutip.

Menurut Jokowi, dampak dari kemacetan itu negara merugi ratusan triliun per tahun. Ia merinci, secara hitung-hitungan, kemacetan yang terjadi di Jakarta telah merugikan sekitar Rp 65 triliun per tahun. Sementara kerugian akibat kemacetan di Jadebotabek plus Bandung kira-kira sudah di atas Rp 100 triliun per tahun.

750 x 100 PASANG IKLAN

Ia menjelaskan, untuk mengatasi kemacetan itu, kemudian direncanakan dibangun Moda Raya Terpadu (Mass Rapid Transit/MRT), Lintas Rel Terpadu (Light Rail Transit/LRT), KCJB, dan sebelumnya ada Kereta Rel Listrik (KRL) dan kereta bandara.

“(Tujuannya) agar masyarakat berpindah dari transportasi pribadi, mobil atau sepeda motor ke kereta cepat, MRT, LRT, kereta bandara, dan KRL. Dan kerugian itu bisa terkurangi dengan baik,” kata Jokowi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyatakan, prinsip dasar transportasi massal, transportasi umum, adalah layanan publik, bukan mencari laba.

“Jadi, sekali lagi transportasi massal, transportasi umum, tidak diukur dari laba. Tetapi, diukur dari keuntungan sosial, Social Return on Investment (SROI). Apa itu? Banyak, pengurangan emisi karbon, produktivitas masyarakat lebih baik, polusi berkurang, waktu tempuh bisa lebih cepat. Di situlah keuntungan sosial yang didapatkan dari pembangunan transportasi massal. Sekali lagi, kalau ada subsidi, itu adalah investasi bukan kerugian,” urainya.

750 x 100 PASANG IKLAN

Diketahui, polemik ini kembali mencuat setelah tawaran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) kepada pemerintah untuk menyelesaikan utang proyek KCJB ditolak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Chief Operating Officer (COO) BPI Danantara, Dony Oskaria menawarkan agar pemerintah menambah penyertaan modal kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) selaku pimpinan konsorsium KCJB. Sebagai gantinya, pemerintah mengambil alih infrastruktur proyek tersebut.

Namun, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menolak usulan Danantara. Ia mengatakan, Danantara yang memperoleh deviden dari BUMN, semestinya bisa menangani masalah utang KCJB tanpa melibatkan APBN.

Total utang KCJB diperkirakan mencapai 7,27 miliar dolar AS atau sekitar Rp 120,38 triliun (kurs Rp 16.500 per dolar AS). Namun, proyek ini mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dolar AS, akhirnya menambah utang baru dengan bunga di atas tiga persen per tahun.

Proyek Mercusuar Itu Bergulir ke KPK

750 x 100 PASANG IKLAN

KCJB merupakan salah satu proyek mercusuar di era pemerintahan Presiden Jokowi. Proyek KCJB dibangun oleh PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC), sebuah perusahaan patungan antara konsorsium BUMN Indonesia, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium dari Tiongkok, China Railway. Secara spesifik, PSBI memiliki saham 60 persen dan China Railway memiliki 40 persen di KCIC.

Konsorsium Indonesia dibentuk oleh empat BUMN, yaitu PT Kereta Api Indonesia, PT Wijaya Karya, PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Jasa Marga. Sementara konsorsium Tiongkok dibentuk dari lima perusahaan, yaitu China Railway, Beijing Yawan HSR Co.Ltd., CREC, CRSC, dan CRIC.

Proyek KCJB dengan panjang lintasan 142 kilometer menelan biaya sekitar  7,27 miliar dolar AS atau setara Rp 110- Rp 113 triliun. KJCB mulai beroperasi pada tahun 2023. Hingga saat ini, alih-alih mendapatkan keuntungan dari penjualan tiket, KCJB malah masih merugi hingga tidak mampu membayar utang.

Kondisi keuangan KCJB berbeda dengan transportasi massal seperti MRT. PT MRT Jakarta (Perseroda) mencatat kinerja keuangan yang terus membaik dalam empat tahun terakhir. Pendapatan perusahaan tumbuh rata-rata 6,3 persen per tahun pada periode 2020-2024, meski masih bergantung pada subsidi pemerintah.

Direktur Keuangan dan Manajemen Korporasi MRT Jakarta, Risa Olivia menjelaskan pendapatan sempat turun saat pandemi, lalu kembali tumbuh positif.

“Walaupun saat pandemi sempat turun, tapi setelahnya kami berhasil menunjukkan pertumbuhan yang positif,” kata Risa dalam Media Briefing di Jakarta, Rabu (8/10/2025).

Pendapatan MRT Jakarta pada 2024 mencapai Rp 1,39 triliun, naik dari Rp 1,08 triliun pada 2020. Rinciannya, subsidi pemerintah Rp 765,2 miliar, pendapatan tiket Rp 322 miliar, dan pendapatan nontiket seperti iklan serta penyewaan ruang usaha Rp 288,7 miliar.

Pun bagi LRT Jadebotabek, berhasil meningkatkan pendapatan perusahaan. Pada kuartal III tahun 2025, LRT telah melayani penumpang sebanyak 7,7 juta, meningkat 15,6 persen dibandingkan triwulan II tahun 2025 sebesar  6,6 juta pengguna.

Peningkatan jumlah pengguna ini sejalan dengan optimalisasi operasional LRT Jadebotabek yang dilakukan KAI. Salah satunya, sejak Maret 2025 jumlah trainset yang dioperasikan bertambah dari 20 menjadi 22 trainset, sehingga frekuensi perjalanan naik dari 348 menjadi 366 perjalanan per hari.

Belum mampunya KCJB mendapatkan profit sehingga masih terbelit utang, memunculkan spekulasi publik, salah satunya dari mantan Menko Polhukam Mahfud MD. Dalam unggahan video di kanal YouTube pribadinya pada 14 Oktober 2025, yakni Mahfud MD Official, ia mengungkapkan ada dugaan tindak pidana korupsi dalam bentuk penggelembungan anggaran atau mark up di proyek KCJB.

“Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar Amerika Serikat. Akan tetapi, di China sendiri, hitungannya 17-18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat,” katanya.

Mahfud mempertanyakan, “Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat. 17 juta dolar AS ya, dolar Amerika nih, bukan rupiah, per kilometernya menjadi 52 juta dolar AS di Indonesia. Nah itu mark up. Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini.”

Tekanan yang kuat juga datang dari beberapa pihak. Mereka meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelediki proyek KCJB. Dan KPK akhirnya turun tangan.

Lembaga anti rasuah ini menyatakan dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek KCJB sudah masuk tahap penyelidikan.

“Saat ini sudah pada tahap penyelidikan, ya,” kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu kepada awak media massa di Jakarta, Senin (27/10/2025).

Rakyat Indonesia pun menanti penyelesaian sandungan yang tengah dihadapi KCJB. (Rif)

 

750 x 100 PASANG IKLAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 PASANG IKLAN
ANINDYA

Tutup Yuk, Subscribe !