
Untuk diketahui, IPC TPK adalah anak usaha dari Pelindo Terminal Petikemas yang bergerak di bidang pengelolaan operator terminal petikemas.
Menurut Sabri, penggabungan empat PT Pelindo menjadi satu Pelindo, secara eksternal tujuannya untuk meningkatkan pelayanan publik. Namun secara internal, PT Pelindo masih melakukan pembenahan-pembenahan.
“Sebagai praktisi di lapangan, saya melihat perlu dilakukan pembenahan. Termasuk masalah angkutan yang melayani pelabuhan. Misalnya kendaraan angkutan, harus ada sertifikatnya. Sekarang sertifikatnya ada, tapi odol–odolan. Ada kendaraan sudah berumur 70 dan 80 tahun masih mengangkut, sopirnya pun tidak jelas. Semua terjadi karena pengawasan tidak jalan,” ungkap Sabri kepada corebusiness.co.id.
Meskipun Pelindo yang masuk lima besar BUMN sehat, menurut Sabri masih bisa dibenahi dan ditingkatkan aktivitas bisnisnya.
Tak hanya itu, dia juga menyoroti aset-aset Pelindo yang sekarang dipakai oleh institusi di luar kepentingan bisnis, harus diserahkan kembali ke Pelindo.
“Dasarnya adalah Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,” jelasnya.
Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mengatur tentang pelayaran sebagai suatu kesatuan sistem yang meliputi: Angkutan di Perairan, Kepelabuhanan, Keselamatan dan Keamanan, Perlindungan Lingkungan Maritim.
“Kalau kita mau bicara soal undang-undang, wilayah kerja pelabuhan dari Tanjung Priuk sampai Cempaka Putih. Namun, pada tahun 1974 masalah wilayah ini diserahkan ke Pemerintah DKI Jakarta. Ini yang menjadi kendala untuk mengatasi fraud petikemas atau kontainer yang sekarang sudah lebih dari 9 juta TEUs,” tuturnya
Sabri lantas berharap kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto membuat sinkronisasi kebijakan atau peraturan lebih tegas tentang peraturan pelayaran di Indonesia. Dan Pelindo sebagai perusahaan yang ditunjuk pemerintah untuk pengelolaan pelabuhan bisa lebih meningkatkan aktivitas bisnis, sehingga memberikan kontribusi maksimal kepada negara Indonesia. (Rif)