
Jakarta,corebusiness.co.id-Meskipun Pelindo telah menjelaskan sebab terjadinya kemacetan panjang di Tanjung Priok dan menyampaikan permohonan maaf, namun Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung tetap akan memberikan teguran keras.
Pramono mengungkapkan, terjadinya kemacetan parah di sejumlah ruas jalan Ibu Kota DKI Jakarta sebagai bentuk ketidakprofesionalan pengelola pelabuhan.
Ia menyebut PT Pelindo dan operator pelabuhan lalai dalam mengatur arus keluar masuk kendaraan logistik, hingga menciptakan beban berlebih pada infrastruktur transportasi Jakarta.
Pelindo Regional 2 menyampaikan, kemacetan terjadi karena adanya peningkatan arus barang petikemas yang akan melakukan kegiatan receiving delivery petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok. Aktivitas ini bersamaan dengan selesainya masa arus mudik Lebaran.
Salah satu titik kemacetan, yaitu pada Terminal NPCT 1 dikarenakan peningkatan volume kendaraan yang melakukan kegiatan receiving delivery petikemas. Data menunjukan peningkatan hampir 100 persen jumlah truk yang masuk ke dalam terminal, di mana secara rata–rata jumlah yang masuk kurang dari 2.500 truk, namun hari itu mencapai di atas 4.000 truk yang menuju NPCT 1.
Executive General Manager Pelindo Regional 2 Tanjung Priok, Adi Sugiri menyatakan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat, mitra dan stakeholder yang terimbas akibat kemacetan yang terjadi.
Pembenahan Regulasi
Terpisah, Komisaris PT IPC Terminal Petikemas (IPC TPK), Sabri Saiman mengatakan masih perlu dilakukan pembenahan sistem bongkar muat petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok.
Untuk diketahui, IPC TPK adalah anak usaha dari Pelindo Terminal Petikemas yang bergerak di bidang pengelolaan operator terminal petikemas.
Menurut Sabri, penggabungan empat PT Pelindo menjadi satu Pelindo, secara eksternal tujuannya untuk meningkatkan pelayanan publik. Namun secara internal, PT Pelindo masih melakukan pembenahan-pembenahan.
“Sebagai praktisi di lapangan, saya melihat perlu dilakukan pembenahan. Termasuk masalah angkutan yang melayani pelabuhan. Misalnya kendaraan angkutan, harus ada sertifikatnya. Sekarang sertifikatnya ada, tapi odol–odolan. Ada kendaraan sudah berumur 70 dan 80 tahun masih mengangkut, sopirnya pun tidak jelas. Semua terjadi karena pengawasan tidak jalan,” ungkap Sabri kepada corebusiness.co.id.
Meskipun Pelindo yang masuk lima besar BUMN sehat, menurut Sabri masih bisa dibenahi dan ditingkatkan aktivitas bisnisnya.
Tak hanya itu, dia juga menyoroti aset-aset Pelindo yang sekarang dipakai oleh institusi di luar kepentingan bisnis, harus diserahkan kembali ke Pelindo.
“Dasarnya adalah Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,” jelasnya.
Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mengatur tentang pelayaran sebagai suatu kesatuan sistem yang meliputi: Angkutan di Perairan, Kepelabuhanan, Keselamatan dan Keamanan, Perlindungan Lingkungan Maritim.
“Kalau kita mau bicara soal undang-undang, wilayah kerja pelabuhan dari Tanjung Priuk sampai Cempaka Putih. Namun, pada tahun 1974 masalah wilayah ini diserahkan ke Pemerintah DKI Jakarta. Ini yang menjadi kendala untuk mengatasi fraud petikemas atau kontainer yang sekarang sudah lebih dari 9 juta TEUs,” tuturnya
Sabri lantas berharap kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto membuat sinkronisasi kebijakan atau peraturan lebih tegas tentang peraturan pelayaran di Indonesia. Dan Pelindo sebagai perusahaan yang ditunjuk pemerintah untuk pengelolaan pelabuhan bisa lebih meningkatkan aktivitas bisnis, sehingga memberikan kontribusi maksimal kepada negara Indonesia. (Rif)