
Ia mengatakan, sebagaimana amanat Munas MAI sebelumnya bahwa keberadaan para cendekiawan Muslimah seharusnya dapat menjadi penguat dan penjaga akhlak masyarakat, serta sebagai agen yang memberikan edukasi bagi perbaikan bangsa Indonesia dan warga dunia.
“Salah satunya dapat diwujudkan melalui pemberdayaan perempuan dan anak, serta perwujudan cita-cita mulia untuk menghadirkan generasi Qur’ani melalui penguatan ketahanan keluarga,” terang Sylviana.
Seminar yang diselenggarakan MAI menghadirkan narasumber Ketua Dewan Penasihat MAI, Dr. Hj. Dewi Motik Pramono, M.A., M.Si, Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Dr. Maria Ulfah Anshor, M.Si., Ketua Bidang Pendidikan MAI, Prof. Dr. Hj. Sururin, M.Ag, dan dimoderatori Sekretaris Jenderal MAI, Astri Kartini Alafta, M.Ed., CHt.
Sylviana menyampaikan terima kasih atas dukungan Menteri PPPA, Dra. Hj. Arifatul Choiri Fauzi, M.Si., yang telah mendukung terselenggaranya acara seminar ini. Ia mengatakan, sebelum menjadi Menteri PPPA, Arifatul Choiri Fauzi adalah anggota MAI. Setelah dilantik Presiden Prabowo menjadi Menteri PPPA, beliau secara ex officio diangkat menjadi Dewan Penasihat MAI.
Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan
Pada kesempatan yang sama, Menteri PPPA, Arifatul Choiri Fauzi mengutarakan ketertarikan dengan dengan tema yang diangkat MAI dalam seminar ini. Karena, kata Arifatul, sesungguhnya penguatan kita adalah penguatan pada keluarga.
Menteri PPPA menyampaikan bahwa hasil survei KPPPA tahun 2024 tentang pengalaman hidup perempuan di Indonesia menunjukkan satu dari empat perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan. Kemudian, hasil survei pengalaman hidup tidak lebih memprihatinkan menunjukkan bahwa satu dari dua anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan.