
Jakarta,corebusiness.co.id-Posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Agustus 2025 tumbuh melambat. Pemerintah akhirnya menarik utang baru Rp 501,5 triliun hingga 30 September 2025.
Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi ULN pemerintah pada Agustus 2025 tercatat sebesar 213,9 miliar dolar AS, tumbuh sebesar 6,7 persen (yoy), atau melambat dibandingkan dengan pertumbuhan 9,0 persen (yoy) pada Juli 2025. Perkembangan ini terutama dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) seiring ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi.
“Sebagai salah satu instrumen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ULN dikelola secara cermat, terukur, dan akuntabel, serta pemanfaatannya terus diarahkan untuk mendukung pembiayaan program-program prioritas yang mendorong keberlanjutan dan penguatan perekonomian nasional,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, melalui keterangan resmi, dikutip Kamis (16/10/2025).
Ramdan menyebutkan, berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah dimanfaatkan antara lain untuk mendukung Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 23,4 persen, Jasa Pendidikan 17,2 persen, Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 15,7 persen, Konstruksi 12,3 persen, Transportasi dan Pergudangan 9,0 persen, serta Jasa Keuangan dan Asuransi 8,0 persen. Posisi ULN pemerintah tersebut didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah.
Sementara posisi ULN swasta, BI mencatat sebesar 194,2 miliar dolar AS, atau mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,1 persen (yoy) pada Agustus 2025, lebih besar dibandingkan kontraksi bulan sebelumnya sebesar 0,2 persen (yoy). Perkembangan ULN swasta tersebut bersumber dari ULN bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) yang terkontraksi sebesar 1,6 persen (yoy) dan ULN lembaga keuangan (financial corporations) yang tumbuh melambat menjadi sebesar 0,8 persen (yoy).
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari Sektor Industri Pengolahan, Jasa Keuangan dan Asuransi, Pengadaan Listrik dan Gas, serta Pertambangan dan Penggalian, dengan pangsa mencapai 81,2 persen terhadap total ULN swasta.
Menurut Ramdan, meskipun tumbuh melambat, struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
“Hal ini tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 30,0 persen pada Agustus 2025, relatif stabil dengan Juli 2025 yaitu 29,9 persen, serta dominasi ULN jangka panjang dengan pangsa 85,9 persen dari total ULN,” imbuhnya.
Tarik Utang Baru
Pemerintah akhirnya menarik utang baru sebesar Rp 501,5 triliun hingga 30 September. Menurut pemerintah, pembiayaan tersebut diperlukan untuk menutup defisit anggaran.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara mengatakan, penarikan baru Rp 501,5 triliun tersebut setara 68,6 persen dari outlook pembiayaan utang dalam APBN 2025 yang mencapai Rp 731,5 triliun.
“Kita terus melakukan pembiayaan yang sifatnya memitigasi risiko, dilakukan secara sangat terukur, dan kita melakukan berbagai macam hubungan dengan investor untuk memastikan pembiayaan utang kita on track,” kata Suahasil dalam konferensi pers, Selasa (14/10/2025).
Ia menjelaskan, pada 16 Oktober 2025, pemerintah telah menerbitkan SBN valas untuk pasar internasional. Penerbitan ini bersifat dual currency, yakni US$ 1,85 miliar dan €600 juta (euro), dengan imbal hasil atau yield yang dinilai cukup kompetitif.
Menurutnya, kemampuan pemerintah menerbitkan SBN valas menunjukkan kepercayaan investor internasional terhadap perekonomian, pengelolaan makroekonomi, dan pengelolaan fiskal Indonesia.
SBN valas tersebut, kata dia, diterbitkan dalam skema Sustainable Development Goals (SDG) Bonds, yang menandai komitmen Indonesia terhadap pembiayaan hijau untuk mencapai target SDG 2030.
“Ini merupakan penerbitan ketiga sejak pertama kali dilakukan pada September 2024,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, permintaan investor atas penerbitan tersebut juga sangat tinggi, mencapai lebih dari US$ 9,64 miliar dan €1,2 miliar, jauh di atas jumlah yang diterbitkan pemerintah.
“Kita sangat-sangat selektif dan juga bisa menekan harga dari yield ini. Bukan hanya di valuta asing dan pasar internasional, tapi seterusnya kita juga terus menjaga pasar SBN kita di dalam negeri,” imbuhnya.
Suahasil menuturkan, tren yield SBN rupiah 10 tahun terus menurun, dari 6,98 persen di awal tahun menjadi sekitar 6,09 persen pada Oktober 2025. Penurunan ini menandakan turunnya beban bunga utang dan meningkatnya kepercayaan pasar terhadap stabilitas makroekonomi Indonesia.
Selain itu, spread yield antara SBN rupiah tenor 10 tahun dengan US Treasury juga menyempit signifikan, dari 240–260 basis point di awal tahun menjadi sekitar 206 basis point.
Suahasil menilai, spread 206 basis point itu cukup baik, bahkan lebih rendah dibandingkan sejumlah negara peers seperti Filipina, Brasil, Meksiko, dan Arab Saudi.
Ia juga mengungkapkan bahwa minat investor asing terhadap surat utang pemerintah tetap kuat, tercermin dari arus masuk atau capital inflow ke pasar SBN yang mencapai Rp 26 triliun hingga Oktober 2025. Hal ini mencerminkan kepercayaan investor asing terhadap kinerja fiskal dan prospek ekonomi Indonesia.