
Mereka menilai Sri Mulyani telah menuai pujian atas reformasi sistem perpajakan dan secara luas dianggap sebagai kunci di balik peningkatan kinerja fiskal Indonesia dan meraih dukungan investor.
“Persoalannya adalah bagaimana Menteri Keuangan yang baru akan membiayai program Makan Bergizi Gratis 1,5 persen dari PDB dan meningkatkan belanja untuk sektor-sektor seperti pertahanan tanpa memperlebar defisit. Bagi investor, hal itu akan menjadi perhatian utama,” ujar Nguyen.
“Nama besar” Sri Mulyani dibandingkan penggantinya, Purbaya, menimbulkan keraguan ekonom asing.
Purbaya mengatakan kepada para wartawan bahwa target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang ditetapkan presiden “bukanlah mustahil” dan dia akan mencari cara untuk segera mendorong perekonomian, serta mendorong lebih banyak keterlibatan sektor swasta dan pemerintah.
“Indonesia telah lama menerapkan disiplin fiskal yang tinggi dan dipuji karenanya. Oleh karena itu, langkah menuju defisit yang lebih agresif mungkin menjadi perhatian investor,” kata Jason De Vito, manajer portofolio utama untuk utang pasar berkembang di Federated Hermes.
Obligasi internasional Indonesia turun dan fokusnya adalah pada apakah kepergian Sri Mulyani dapat memaksa eksodus investor global.
Reuters melansir, asing memegang kurang dari 14 persen dari surat berharga pemerintah Indonesia yang beredar, turun dari sekitar seperempat pada Desember 2020, dengan pasar obligasi berimbal hasil tinggi yang terkenal fluktuatif selama episode inflasi Indonesia yang meroket sebelumnya.
Cadangan devisa Indonesia mencapai $150,7 miliar pada akhir Agustus, turun dari $152 miliar pada bulan sebelumnya. Data dari BI pada Senin ini, menunjukkan kekuatan yang cukup bagi bank sentral Indonesia untuk mempertahankan mata uang.
“Bank Indonesia akan terus hadir di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan kecukupan likuiditas rupiah,” kata Erwin Gunawan Hutapea, kepala manajemen moneter BI.
“Rupiah mungkin harus menanggung beban terberatnya hingga ada keyakinan yang lebih besar tentang dampak perombakan kabinet terhadap setiap perubahan prospektif dalam pengeluaran anggaran dan sumber pendanaan,” kata Aninda Mitra, kepala strategi makro Asia di BNY Investment Institute.
“Pelaku pasar akan menginginkan kepastian tentang pengaturan kebijakan dan kendali fiskal yang stabil,” kata Aninda. (Rif)