Jakarta,corebusiness.co.id-Pemerintah Indonesia menargetkan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) tahun 2032. Perusahaan swasta sudah melirik akan membangun PLTN berbasis thorium sebagai Bahan Bakar Nuklir (BBN). Apa kelebihan raw material thiorium untuk energi listrik?
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sedang hangat dibahas di Indonesia. Pemerintah meminta badan dan lembaga nuklir meneliti semua hal terkait PLTN. Sebagai landasan hukum, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) telah disetujui oleh Menteri ESDM dan Komisi VII DPR RI, pada 6 September 2024. Pemerintah menargetkan PLTN mulai tersambung ke transmisi (on grid) mulai tahun 2032 sebesar 250 megawatt (MW).
RPP KEN dalam waktu dekat diproses oleh Menteri ESDM selaku Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Korporasi swasta, PT ThorCon Power Indonesia, bergerak cepat, setelah pemerintah membuka pintu bagi investor yang ingin membangun PLTN di Indonesia. Menukil situs thorconpower.id, disebutkan PT ThorCon Power Indonesia didirikan pada 2021 sebagai perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang sepenuhnya dimiliki oleh ThorCon International Pte, Ltd. Korporasi telah memiliki Kantor Perwakilan di Jakarta, sejak 2018, dan sebelumnya dikenal sebagai Martingale Inc dari 2015 hingga 2018.
ThorCon telah menandatangani beberapa perjanjian dan nota kesepahaman dengan berbagai pemangku kepentingan di sektor energi dan nuklir, termasuk universitas dan perusahaan milik negara, melalui Kantor Perwakilan ThorCon International, Pte. Ltd.
Sementara ThorCon International, Pte. Ltd. yang berbasis di Singapura, didirikan untuk tujuan pembiayaan proyek di Indonesia senilai US$ 1,2 miliar. ThorCon US Inc. dan investor swasta memiliki sebagian saham dari perusahaan tersebut. CEO ThorCon International, Pte. Ltd. adalah David C. Devanney, yang juga merupakan pendiri ThorCon Power.
ThorCon mengklaim mendapatkan sambutan baik dari Pemerintah Indonesia sebagai satu-satunya perusahaan nuklir yang beroperasi di Indonesia dalam pembangunan PLTN dengan investasi swasta APBN. Korporasi mengaku bisa membuktikan melalui surat rekomendasi Pemerintah Indonesia kepada ThorCon untuk mempersiapkan pelaksanaan proyek PLTN berbasis Molten Salt Reactor 2×250 MW (“TMSR500 atau Kelasa-1”). Rencana proyek PLTN ini akan dibangun di Pulau Gelasa, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung, dan digadang-gadang sebagai calon PLTN pertama di Indonesia.
Pulau Gelasa adalah sebuah pulau kecil yang berada di gugusan Kepulauan Bangka Belitung. Secara administrasi Pulau Gelasa terletak di Dusun Tanjung Berikat, Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung. Pulau ini tepatnya terletak di sisi timur Pulau Sumatera. Pulau Gelasa memiliki luas 220,83 hektare dan merupakan pulau yang tidak berpenghuni.
Pakar Ekonomi Energi, Dr. Kurtubi mendukung langkah ThorCon yang akan membangun PLTN bebasis thorium. Kesetujuan Kurtubi juga didasari biaya pembangunan PLTN dari kocek ThorCon sendiri, bukan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
“ThorCon juga sudah menyampaikan ke publik bahwa produksi listriknya akan dijual ke PT Perusahaan Listrik Negara dengan harga murah, di bawah US$ 0.7 per kWh,” kata Kurtubi kepada corebusiness.co.id.
Menurutnya, energi nuklir menghasilkan listrik bersih ramah lingkungan, bebas dari emisi karbon CO2, pollutant SOx, NOx, dan debu. Bersifat non-intermittent, dan menyala non-stop 24 jam. Tidak tergantung pada iklim, hujan, angin, air sungai, air laut, dan tumbuh-tumbuhan.
“Teknologi PLTN Generasi ke-4 yang dikembangkan oleh para ahli nuklir sudah lebih aman. Karena proses kimianya tidak lagi pada tekanan atmosfir yang sangat tinggi, tetapi pada tekanan atmosfir normal,” jelasnya.
Ia mengutarakan, logam radioaktif thorium maupun uranium dengan biaya produksi listrik (LCOE) sangat kompetitif, bahkan ThorCon bisa menjual ke PLN di bawah US$0.7 per kWh.
“Ibarat buah durian yang merupakan “raja buah-buahan”, energi nuklir dapat dilihat sebagai rajanya energi. Secara alamiah kandungan listrik dari 1 gram thorium setara dengan listrik dari 3 ton batubara. Atau listrik dari 1 kilogram thorium setara dengan listrik dari 3 ribu ton batubara,” imbuhnya.
Informasi siaran pers dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) menyebutkan, PLTN berbasis Molten Salt Reactor (MSR)-yang akan dibangun ThorCon-merupakan salah satu jenis PLTN yang dinilai aman dan ekonomis untuk dapat diterapkan di Indonesia. PLTN generasi ke-IV ini sangat ekonomis, tingkat keselamatan tinggi, limbah nuklir minimal, dan ketahanan proliferasi.
Berbeda dengan jenis reaktor lainnya yang kebanyakan menggunakan bahan bakar uranium, MSR menggunakan torium sebagai bahan bakar utama. MSR termasuk reaktor nuklir generasi ke-IV yang paling menjanjikan, menggunakan liquid salt, dan dapat beroperasi pada tekanan tinggi maupun rendah.
Potensi Nuklir di Indonesia
Melansir data Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) pada 2020, Indonesia memiliki bahan baku nuklir berupa sumber daya thorium sebanyak 140.411 ton dan uranium 81.090 ton. President Women in Nuclear (WiN), Ir. Tri Murni Soedyartomo, MBA, bahkan mengklaim Indonesia kelimpahan thorium dan natrium.
Wanita yang telah mengabdi sebagai peneliti professional di Batan selama 30 tahun mengatakan, kandungan unsur yang ada di thorium hampir keseluruhannya isotop thorium 232 (Thorium-232), dengan kelimpahan di alam Indonesia sekitar 100 persen, demikian pula kelimpahan isotop natrium.
“Jika neutron dilepaskan dari intinya, akan langsung menembak thorium maupun natrium dimanapun berada dengan probabilitas neutron,” kata Tri Murni kepada corebusiness.co.id.
Lain halnya dengan isotop uranium, disebutkan Tri Murni, untuk uranium-235 hanya 0,07 persen. Yang terbesar adalah kelimpatah isotop unarium 238 (uranium-238).
Ia menjelaskan, untuk menjadi bahan bakar uranium diperlukan proses yang panjang, seperti leaching yaitu ekstraksi padat cair, setelah itu dilakukan pemurnian uranium. Karena, uranium- 235 kadarnya rendah untuk menjadi bahan bakar nuklir, sehingga perlu diperkaya.
Untuk diketahui, uranium adalah unsur kimia dengan simbol U dan nomor atom 92. Ada tiga isotop uranium yang terdapat di alam: uranium-238, yang terberat dan paling melimpah, uranium-235, dan uranium-234. Uranium-235 adalah satu-satunya isotop yang mengalami fisi, yang dapat terfragmentasi di bawah pengaruh neutron.
Tri Murni mengutarakan, tidak semua grade uranium bisa dipakai untuk bahan bakar reaktor daya maupun reaktor riset, semua tergantung reaktornya. Itulah penyebab dari reaktor daya dengan bahan bakar uranium lebih mahal daripada thorium, karena limbah dari proses pemulihan dan pengayaan uranium yang sangat panjang, sehingga memerlukan biaya yang besar. Sementara isotop thorium 232 kelimpahannya di alam Indonesia 100 persen, sehingga tidak memerlukan pengayaan, karena sudah kaya.
“Untuk thorium cukup dimurnikan saja, tidak usah diperkaya, karena thorium sudah kaya kandungan untuk bahan bakar nuklir,” jelasnya.
Di satu sisi Tri Murni berharap BRIN melakukan penelitian terhadap uraium, untuk menghasilkan temuan layakkah semua kadar uranium menjadi bahan bakar nuklir. Di sisi lain, dia menyayangkan BRIN belum menerima tawaran kerja sama penelitian tentang energi nuklir yang pernah ditawarkan ThorCon.
“Mengapa waktu itu BRIN tidak menerima tawaran kerja sama penelitian dari ThorCon? Sementara ThorCon mau membiayai penelitian tersebut. Seandainya tawaran kerja sama Thorcon diterima BRIN, saat itu bisa memunculkan sekian banyak profesor dari Batan. Demikian juga PT ThorCon Power Indonesia, akan beruntung dengan hasil penelitian Batan,” ungkap Insyiur Nuklir dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta tahun 1983.
Tri Murni mengatakan, kelebihan PLTN untuk energi listrik di antaranya lebih bersih, karena tidak melepaskan emisi gas rumah kaca seperti CO2, NO2, dan SO2, yang menyebabkan global warming dunia ini menjadi panas.
“Dan dilihat dari sisi harga lebih murah dan aman,” pungkasnya. (Syarif)