160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
750 x 100 PASANG IKLAN

Mengejar Target Pengoperasian PLTN Pertama Tahun 2032

Deputi Bidang Pengkajian Keselamatan Nuklir, Bapeten Haendra Subekti. Foto: Syarif/corebusiness.co.id
750 x 100 PASANG IKLAN

Jakarta,corebusiness.co.id-Pemerintah Indonesia menargetkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama sudah beroperasi tahun 2032. Pertimbangan ukuran kapasitas daya PLTN, antara menggunakan reaktor kecil (small modular reactor/SMR) dengan reaktor besar (large scale), menentukan target tersebut tercapai.

Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) mengapresiasi telah dibentuknya Direktorat Energi Baru (EB) dalam susunan organisasi di Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM. Direktorat ini, yang sebelumnya menangani berbagai jenis EBT, kini akan lebih fokus pada pengembangan dan percepatan transisi energi.

“Direktorat EB, Ditjen EBTKE, ini salah satunya mengurusi yang berkaitan energi nuklir. Pembentukan direktorat ini sebagai bentuk komitmen Kementerian ESDM dalam mendukung program pembangunan energi listrik berbasis nuklir,” kata Deputi Bidang Pengkajian Keselamatan Nuklir, Bapeten Haendra Subekti kepada corebusiness.co.id.

Selain itu, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia juga telah menerbitkan Permen ESDM No.5  Tahun 2025 tentang Pedoman Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik dari Pembangkit Tenagara Listrik yang Memanfaatkan Sumber Energi Terbarukan. Regulasi yang diundangkan pada 4 Maret 2025 sebagai langkah strategis untuk mendukung target energi bersih nasional secara lebih efektif dan berkelanjutan.

Haendra menyoroti pengadaan kapasitas PLTN di Indonesia. Dia mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) sekaligus Sekjen Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menyebutkan bahwa kapasitas PLTN di Indonesia sebesar 10 Gigawatt (GW) hingga tahun 2060. Pernyataan sama disampaikan Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, kapasitas PLTN sebesar 10 GW.

750 x 100 PASANG IKLAN

Namun, kata Haendra, berdasarkan yang tercantum dalam revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) disebutkan bahwa kapasitas PLTN antara 35 GW hingga 42 GW pada tahun 2060. PLTN pertama ditargetkan beroperasi 2032 dengan kapasitas 250 megawatt (MW), kemudian meningkat menjadi 3 GW pada 2035, dan 9 GW pada 2040.

“Jika kapasitas PLTN sebesar 35 GW yang ditargetkan mulai beroperasi tahun 2032, berarti Indonesia setiap tahun harus membangun PLTN baru. Pertanyaannya, apakah target beroperasinya PLTN pertama di tahun 2032 tercapai?” tanya Haendra.

Mengejar Target 2032

Haendra menyampaikan, berdasarkan pengalaman beberapa negara yang telah membangun PLTN, sepertinya Indonesia mengalami beberapa kendala bisa mengoperasikan PLTN pertama di tahun 2032. Salah satu faktor kendala tersebut, terkait penentuan skema bisnis dengan vendor atau perusahaan nuklir. Apakah semua konsepnya full dari perusahaan nuklir, menggunakan skema bisnis Build Operate Tranfer (BOT), atau sebagian menggunakan komponen dalam negeri.

750 x 100 PASANG IKLAN

Kedua, terkait ukuran reaktor nuklir, apakah  tipe kapasitas besar (large scale) atau kecil (Small Modular Reactor/SMR).

Haendra mencontohkan desain reaktor nuklir dari China National Nuclear Corporation (CNNC), yang sudah berpengalaman dan mempunyai reaktor nuklir lengkap. Perusahaan nuklir China ini membutuhkan waktu sekitar 5 tahun, mulai dari tahap pemasangan fondasi sampai uji coba.

Sementara Rosatom State Atomic Energy Corporation (Rosatom) dari Rusia membutuhkan waktu sekitar 18 tahun, dari masa persiapan sampai uji coba PLTN. Di antara waktu ini, ada masa pra persiapan, kontrak kerja sama bisnis, studi kelayakan, dan lain-lain.

“Badan Tenaga Atom Internasional atau IAEA pun memperkirakan dari mulai tahap kontrak kerja sama bisnis sampai pengoperasian PLTN membutuhkan waktu sekitar 13 tahun,” jelasnya.

Ia mengutarakan, saat ini yang sudah mengajukan perizinan pembangunan PLTN di Indonesia baru PT Thorcon Power Indonesia. Sedangkan perusahaan nuklir dari negara lain, seperti dari Rusia dan China baru tahap penjajakan.

750 x 100 PASANG IKLAN

Adapun PLTN kasitas kecil atau SMR sekitar 125 MW, sedangkan kapasitas besar minimal 1.000 MW atau 1 GW.

Haendra lantas menceritakan pertemuannya dengan pihak-pihak yang expert di bidang nuklir dari Thailand. Target negara ini sama dengan Indonesia, bisa mengoperasikan PLTN pertama di tahun 2032. Namun, Thailand memilih reaktor nuklir untuk PLTN tipe SMR, kapasitas daya 125 MW.

“Tapi, Thailand sudah menjalin kerja sama pengadaan reaktor nuklir dengan China tahun 2023. Jika dihitung masa kontrak kerja sama hingga target beroperasinya PLTN pertama di tahun 2032, waktunya 9 tahun. Ini masih masuk akal. PLTN tipe SMR ini sudah dikontruksi di China,” tuturnya.

Haendra juga mendengar pembahasan terkait alternatif tipe PLTN yang akan dibangun di Indonesia, salah satunya menggunakan teknik floating di atas kapal tanker. Seperti yang digunakan Rosatom, yang sudah menggunakan PLTN di atas kapal tanker. Teknik ini bisa dilakukan di kawasan lepas pantai (offshore engineering).

“Jika Indonesia menggunakan reaktor yang di-floating di atas kapal tanker, informasinya lebih cepat. Pengadaan manufaktur kapal sekaligus reaktor nuklir kurang lebih 2 tahun,” imbuhnya.

Menurutnya, jika menggunakan reaktor yang di-floating di atas kapal tanker, kemungkinan pengadaan PLTN pada tahun 2032 di Indonesia bisa terwujud. (Syarif).

 

750 x 100 PASANG IKLAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 PASANG IKLAN
PASANG IKLAN

Tutup Yuk, Subscribe !