160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN

Kurtubi Berharap Prabowo Deklarasikan Industri Nuklir Terintegrasi Hulu-Hilir

750 x 100 PASANG IKLAN

Jakarta,corebusiness.co.id-Pakar ekonomi energi, Dr. Kurtubi berharap Presiden terpilih RI periode 2024-2029, Prabowo mendeklarasikan lahirnya industri nuklir terintegrasi hulu-hilir, seiring akan dibangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Pulau Gelasa, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung. Digadang-gadang sebagai industri nuklir pertama di Indonesia.

“Saya bisa wawancara lewat telepon,” begitu kiriman pesan Dr. Kurtubi via WhatsApp, pada Jumat malam, 4 Oktober 2024, pukul 19.48 WIB. Sejurus kemudian, pandangan pria kelahiran Kediri, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, 9 April 1951, ini meluncur deras menjawab setiap pertanyaan dalam sesi wawancara. Wacana bahasan mengenai rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama di Indonesia oleh PT ThorCon Power Indonesia.

Menukil situs thorconpower.id, disebutkan sekilas PT ThorCon Power Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada 2021 sebagai perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang sepenuhnya dimiliki oleh ThorCon International Pte, Ltd, yang telah memiliki Kantor Perwakilan di Jakarta, Indonesia, sejak 2018, dan sebelumnya dikenal sebagai Martingale Inc dari 2015 hingga 2018.

ThorCon telah menandatangani beberapa perjanjian dan nota kesepahaman dengan berbagai pemangku kepentingan di sektor energi dan nuklir, termasuk universitas dan perusahaan milik negara, melalui Kantor Perwakilan ThorCon International, Pte. Ltd.

750 x 100 PASANG IKLAN

Sementara ThorCon International, Pte. Ltd. yang berbasis di Singapura, didirikan untuk tujuan pembiayaan proyek di Indonesia senilai US$ 1,2 miliar. ThorCon US Inc. dan investor swasta memiliki sebagian saham dari perusahaan tersebut. CEO ThorCon International, Pte. Ltd. adalah David C. Devanney, yang juga merupakan pendiri ThorCon Power.

ThorCon mengklaim mendapatkan sambutan baik dari Pemerintah Indonesia sebagai satu-satunya perusahaan nuklir yang beroperasi di Indonesia dalam pembangunan PLTN murni investasi swasta. Korporasi mengaku bisa membuktikan melalui surat rekomendasi Pemerintah Indonesia kepada ThorCon untuk mempersiapkan pelaksanaan proyek PLTN berbasis Molten Salt Reactor 2×250 MW (“TMSR500 atau Kelasa-1”). Rencana proyek PLTN ini akan dibangun di wilayah Pulau Gelasa, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung, dan digadang-gadang sebagai calon PLTN pertama di Indonesia.

Pulau Gelasa adalah sebuah pulau kecil yang berada di gugusan Kepulauan Bangka Belitung. Secara administrasi Pulau Gelasa terletak di Dusun Tanjung Berikat, Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung. Pulau ini tepatnya terletak di sisi timur Pulau Sumatera. Pulau Gelasa memiliki luas 220,83 hektare dan merupakan pulau yang tidak berpenghuni.

Kurtubi mengamini langkah ThorCon yang akan membangun PLTN bebasis thorium dan non-APBN. Produksi listrik nantinya akan dijual ke PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) dengan harga murah, di bawah US$ 0.7 per kWh.

“Ibarat buah durian yang merupakan “raja buah-buahan”, energi nuklir dapat dilihat sebagai rajanya energi. Secara alamiah kandungan listrik dari 1 gram thorium setara dengan listrik dari 3 ton batubara. Atau listrik dari 1 kilogram thorium setara dengan listrik dari 3 ribu ton Batubara,” kata Kurtubi.

750 x 100 PASANG IKLAN

Menurutnya, energi nuklir menghasilkan listrik bersih ramah lingkungan, bebas dari emisi karbon CO2, pollutant SOx, NOx, dan debu. Bersifat non intermittent, dan menyala non-stop 24 jam. Tidak tergantung pada iklim, hujan, angin, air sungai, air laut, dan tumbuh-tumbuhan.

“Teknologi PLTN Generasi ke-4 yang dikembangkan oleh para ahli nuklir sudah lebih aman. Karena proses kimianya tidak lagi pada tekanan atmosfir yang sangat tinggi, tetapi pada tekanan atmosfir normal,” jelasnya.

Ia mengutarakan, logam radioaktif thorium maupun uranium dengan biaya produksi listrik (LCOE) sangat kompetitif, bahkan ThorCon bisa menjual ke PLN di bawah US$0.7 per kWh.

“ThorCon sudah berjanji di depan publik ingin menjual listrik ke PLN dengan harga di bawah US$ 0.7 per kWh. Jadi, apa lagi yang harus ditunggu-tunggu, maka harus dipercepat pembangunan PLTN tersebut,” Kurtubi menekankan.

750 x 100 PASANG IKLAN

Pria lulusan Mineral Economis, Colorado School Of Mines (CSM) USA tahun 1998, ini berpandangan pembangunan PLTN berbasis thorium bisa mengubah struktur industri listrik di Indonesia. Selain itu, bisa memberikan kelonggaran kepada PLN. Karena, selama ini PLN “dipaksa” membeli listrik dari PLTU melalui program pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW) pada Mei 2015.

“Momen ini mestinya direspon postif oleh Presiden terpilih RI periode 2024-2029 Prabowo Subianto. Saya juga melihat banyak tanda-tanda Pak Prabowo simpatik terhadap energi nuklir, antara lain dia sudah bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Istana Kepresidenan Kremlin, Moskow, Rusia, pada 31 Juli 2024. Salah satu yang dibacarakan adalah tentang energi nuklir,” paparnya.

Kurtubi mengaku dirinya dalam posisi mendukung harga listrik yang terjangkau dan bersih. Termasuk energi intermittent, seperti PLTA, PLTS, dan PLTB. Hanya dia mengusulkan pembangkit listrik dari energi intermittent bisa lebih murah.

“Energi intermittent harus terus mencari inovasi, utamanya bagaimana bisa membuat harga jual listriknya ke PLN bisa lebih murah dengan teknologi storage untuk menyimpan strum listrik. Salah satu faktornya, harga baterai untuk menghidupkan storage sangat mahal,” ungkapnya.

 Industri Nuklir Terintegrasi Hulu Hilir

Pihak ThorCon Power Indonesia menyebut sudah menyiapkan anggaran Rp 17 triliun untuk membangun PLTN berbasis thorium di Bangka Belitung. Kurtubi berpandangan, kelak investor lain, baik PMA maupun PMDN dipersilakan membangun PLTN di wilayah lain di Indonesia, asalkan non-APBN.

Kurtubi meyakini keberanian ThorCon menjual listrik di bawah US$ 0.7 per kWh ke PLN, pasti sudah memperhitungkan mendapatkan keuntungan. Hanya ThorCon memungut untung tidak besar.

Listrik yang dihasilkan dari PLTN ThorCon dialirkan langsung ke kabel-kabel listrik milik PLN. Jadi, tidak membutuhkan storage seperti digunakan energi intermitternt.

“Indonesia mempunyai potensi cadangan thorium dan uranium yang bisa dijadikan tenaga nuklir cukup untuk ribuan tahun. Jadi, PLTN dibangun di Indonesia sampai ribuan tahun bahan bakar nuklirnya tersedia,” pungkas Staf Ahli Dewan Komisaris Pertamina tahun 1977–2006.

Itulah sebabnya, Kurtubi kembali berharap Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto mendeklarasikan lahirnya industri nuklir terintegrasi dari hulu hingga hilir di Indonesia. Lantaran ada dukungan bahan baku untuk memproduksi nulir dari uranium dan thorium.

Ia menguraikan, di sektor hulu dibangun penambangan dan pengayaan thorium dan uranium. Sedangkan di sektor hilir dibangun PLTN, sehingga tidak bergantung bahan baku thorium dan uranium melalui impor.

Indonesia, masih menurut Kurtubi, mempunyai banyak ahli geologi dan ahli nuklir yang hebat-hebat untuk mendata potensi dan cadangan thorium dan uranium di Tanah Air. Tentunya pemerintah harus mendukung fasilitas dan sarana kepada para ahli ini, sehingga ke depan banyak dibangun PLTN di Indonesia.

Pulau Gelasa

Kelak, sudah ada perusahaan negara yang terintegrasi hulu hilir, Komisaris PT Newmont Nusa Tenggara tahun 2000–2013, ini berpendapat perusahaan negara inilah yang melakukan penambangan dan pengayaan thorium dan uranium. Namun, jika ada investor swasta ingin menambang, mereka harus berkontrak dengan perusahaan negara tersebut.

Karena itu, Kurtubi melanjutkan, harus ada lembaga yang diberikan tugas khusus untuk melakukan pengecekan dan mempunyai wewenang memberikan izin operasi PLTN. Tugas dan kewenangan tersebut bisa diberikan kepada Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).

“Agar pengelolaan dan proses investasi industri nuklir simpel dan efisien, sehingga investor nuklir dalam negeri maupun asing berlomba-lomba bernvestasi di Indonesia membawa dana dan teknologinya, sebaiknya manfaatkan dan optimalkan peran Kementerian atau lembaga nuklir negara yang sudah ada, seperti BAPETEN,” terangnya.

BAPETEN bertugas dan mempunyai wewenang melakukan uji coba, mengontrol, mengawasi, serta memberi izin operasi semua PLTN komersial yang dibangun dan beroperasi di Indonesia. Dengan berpegang dan mengacu kepada prinsip-prinsip keamanan PLTN dari Badan Energi Atom International (IAEA).

Indonesia menjadi Negara Maju

 Sebagai upaya menangani krisis energi, khususnya dari fosil, Indonesia berkomitmen untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada 2060. Pemerintah juga sedang menggapai Indonesia negara tangguh, mandiri, dan inklusif di 2045.

“Tentunya kita semua ingin Indonesia cepat menjadi negara maju. Pembangunan PLTN salah satu faktor pendukung Indonesia bisa menjadi negara maju,” kata Kurtubi.

Kurtubi cerita, dia sudah mengunjungi PLTN di beberapa negara, di antaranya Jepang, Korea, Amerika, Prancis, dan negara Eropa lainnya. Dia melihat negara-negara itu maju salah satunya menggunakan listrik berbasis nuklir. Karena sifat nuklir non-intermittent,  bisa menyala 24 jam, sehingga pabrik-pabrik di negara-negara itu bisa beroperasi selama 24 jam.

“Hal ini menyebabkan biaya produksi pabrik lebih efisien dan mendapatkan keuntungan maksimal. Jadi, hampir semua negara maju sudah membangun PLTN sejak lama. Ada yang sudah membangun sejak tahun 1950 dan 1960-an,” tuturnya.

Ia menilai kesepakatan antara pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan DPR RI sangat tepat dan bersejarah dalam melahirkan Undang-Undang  tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dengan target PLTN pertama siap beroperasi tahun 2032.

Menurutnya, sesuai Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang terbaru, di mana tidak lagi memposisikan dan menganaktirikan PLTN sebagai opsi pilihan terakhir yang diberlakukan pasca-kecelajaan PLTN Fukushima, Jepang, pada 2011. Sementara, untuk menjamin pemenuhan kebutuhan Bahan Bakar Nuklir (BBN), semua PLTN dalam negeri dalam jangka panjang jauh ke depan tidak tergantung dari BBN impor.

Kurtubi sampai terbang ke Jepang untuk mencari tahu peristiwa yang terjadi di PLTN Fukushima. Ia mengungkap, peristiwa itu akibat gempa 9 skala richter. Ketika terjadi gempa, bangunan PLTN di Fukushima tidak ada yang retak 1 inci pun. Yang menjadi musibah, air lautnya naik hingga menenggelamkan sistem pengamanan PLTN.

Sistem pengamanan PLTN di Fukushima sudah diperbaiki. Semula diletakkan lebih rendah, sudah tempatkan lebih tinggi. Akibat tragedi gempa, Jepang memutuskan menutup sekitar 35 PLTN, sekarang sudah diaktifkan kembali lebih dari separuhnya.

Disinggung model kerja sama antara ThorCon dengan PLN, Kurtubi berpendapat bisa dilakukan seperti negara lain. Posisi Thorcon nantinya sebagai Independent Power Producer (IPP) yang membangun PLTN dengan biaya sendiri, bukan dari APBN. ThorCon nantinya menandatangani kontrak kerja sama bisnis dengan PLN, salah satu itemnya menjual listrik ke PLN di bawah US$ 0.7 per kWh.

“Saya juga sudah menyampaikan saran ke pihak Thorcon agar mengupayakan pembangunan PLTN di Babel lebih cepat. Bila perlu sebelum tahun 2030 PLTN tersebut sudah bisa beroperasi. Setelah itu, dilanjutkan dengan program pembangunan PLTN berikutnya di wilayah lain di Indonesia,” imbuhnya.

Lebih dari itu, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014-2019 ini mengutarakan, cita-cita Presiden RI Pertama Soekarno untuk membangun PLTN sejak tahun 1950-an, tidak lama lagi, akan terwujud menjadi kenyataan. Meskipun sebenarnya negara/APBN belum pernah menganggarkan pembangunan PLTN.

Dirinya menambahkan, di era dunia yang bersepakat untuk mengurangi kenaikan suhu bumi, Indonesia butuh kehadiran PLTN, karena Pemerintah Indonesia sudah meratifikasi Paris Agreement on Climate Change menjadi Undang-Undang  Nomor 16 Tahun 2016. Komisi VII DPR RI periode 2014-2019 bersama Menteri LHK membahas RUU-nya secara intensif lewat puluhan kali rapat.

“Selain PLTN, tentunya kita ingin mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Melalui peran PLTN sebagai pen-supply listrik bersih ramah lingkungan. Termasuk mendukung kegiatan usaha UMKM, serta hilirisasi sumber daya alam untuk dapat beroperasi 24 jam non- stop. Ini agar Indonesia terlepas dari jebakan pertumbuhan ekonomi yang berputar-putar di level sekitar 5 persen, yang terjadi puluhan tahun pasca tercapainya pertumbuhan ekonomi tertinggi tahun 1980,” urai Kurtubi mengakhiri wawancara dengan corebusiness.co.id di Jumat malam, 4 Oktober 2024. (Syarif)

 

750 x 100 PASANG IKLAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 PASANG IKLAN
Core Business

Bincang Kepo

Promo Tutup Yuk, Subscribe !