“Tentunya kita semua ingin Indonesia cepat menjadi negara maju. Pembangunan PLTN salah satu faktor pendukung Indonesia bisa menjadi negara maju,” kata Kurtubi.
Kurtubi cerita, dia sudah mengunjungi PLTN di beberapa negara, di antaranya Jepang, Korea, Amerika, Prancis, dan negara Eropa lainnya. Dia melihat negara-negara itu maju salah satunya menggunakan listrik berbasis nuklir. Karena sifat nuklir non-intermittent, bisa menyala 24 jam, sehingga pabrik-pabrik di negara-negara itu bisa beroperasi selama 24 jam.
“Hal ini menyebabkan biaya produksi pabrik lebih efisien dan mendapatkan keuntungan maksimal. Jadi, hampir semua negara maju sudah membangun PLTN sejak lama. Ada yang sudah membangun sejak tahun 1950 dan 1960-an,” tuturnya.
Ia menilai kesepakatan antara pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan DPR RI sangat tepat dan bersejarah dalam melahirkan Undang-Undang tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dengan target PLTN pertama siap beroperasi tahun 2032.
Menurutnya, sesuai Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang terbaru, di mana tidak lagi memposisikan dan menganaktirikan PLTN sebagai opsi pilihan terakhir yang diberlakukan pasca-kecelajaan PLTN Fukushima, Jepang, pada 2011. Sementara, untuk menjamin pemenuhan kebutuhan Bahan Bakar Nuklir (BBN), semua PLTN dalam negeri dalam jangka panjang jauh ke depan tidak tergantung dari BBN impor.
Kurtubi sampai terbang ke Jepang untuk mencari tahu peristiwa yang terjadi di PLTN Fukushima. Ia mengungkap, peristiwa itu akibat gempa 9 skala richter. Ketika terjadi gempa, bangunan PLTN di Fukushima tidak ada yang retak 1 inci pun. Yang menjadi musibah, air lautnya naik hingga menenggelamkan sistem pengamanan PLTN.
Sistem pengamanan PLTN di Fukushima sudah diperbaiki. Semula diletakkan lebih rendah, sudah tempatkan lebih tinggi. Akibat tragedi gempa, Jepang memutuskan menutup sekitar 35 PLTN, sekarang sudah diaktifkan kembali lebih dari separuhnya.
Disinggung model kerja sama antara ThorCon dengan PLN, Kurtubi berpendapat bisa dilakukan seperti negara lain. Posisi Thorcon nantinya sebagai Independent Power Producer (IPP) yang membangun PLTN dengan biaya sendiri, bukan dari APBN. ThorCon nantinya menandatangani kontrak kerja sama bisnis dengan PLN, salah satu itemnya menjual listrik ke PLN di bawah US$ 0.7 per kWh.
“Saya juga sudah menyampaikan saran ke pihak Thorcon agar mengupayakan pembangunan PLTN di Babel lebih cepat. Bila perlu sebelum tahun 2030 PLTN tersebut sudah bisa beroperasi. Setelah itu, dilanjutkan dengan program pembangunan PLTN berikutnya di wilayah lain di Indonesia,” imbuhnya.
Lebih dari itu, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014-2019 ini mengutarakan, cita-cita Presiden RI Pertama Soekarno untuk membangun PLTN sejak tahun 1950-an, tidak lama lagi, akan terwujud menjadi kenyataan. Meskipun sebenarnya negara/APBN belum pernah menganggarkan pembangunan PLTN.