
“Fenomena jangka pendek ini bukan merupakan variabel penting yang digunakan dalam pengambilan keputusan investasi. Namun, jika harga minyak mentah turun terus menerus, bisa berdampak pada kegiatan usaha di sektor hulu. Jika harga minyak mentah kembali naik, mereka akan meneruskan kegiatan usahanya. Karena kegiatan produksi minyak ini orientasinya jangka panjang,” tuturnya.
Sementara itu, Pertamina telah menurunkan harga BBM jenis Pertamax series dan Dex series yang diberlakukan pada 13 Mei 2025. Langkah Pertamina diikuti perusahaan milik asing yang menjual BBM di Indonesia, yakni Shell, British Petroleum (BP), dan Vivo.
Fahmy mengungkapkan, SPBU asing dominan berada di kota-kota besar di Indonesia. Selebihnya masih dikuasai Pertamina.
Dalam posisi harga jual BBM, kata dia, Pertamina menjadi market leader. Biasanya, jika Pertamina menurunkan harga BBM, SPBU asing ikut menurunkan harga. Sebaliknya, jika Pertamina menaikkan harga, SPBU asing juga ikut menaikkan harga BBM.
“Jadi, perubahan harga minyak mentah internasional yang diikuti penurunan harga jual BBM saat ini, tidak terlalu berpengaruh bagi Pertamina kehilangan pangsa pasarnya. Karena SPBU milik asing masih terbatas. Situasional, ketika terjadi kasus blending Pertamax dari Pertalite, sempat terjadi migrasi sebagian konsumen pindah membeli BBM dari SPBU Pertamina ke SPBU asing,” pungkasnya. (Rif)