Haendra menuturkan, tugas kementerian dan lembaga dalam Satgas Percepatan Pembangunan dan Pengoperasian PLTN tidak jauh berbeda dengan tugas awal kementerian dan lembaga tersebut. Seperti halnya tugas Bapeten, yaitu membuat peraturan, menerbitkan izin, melakukan inspeksi, menegakkan peraturan, menyusun rencana nasional di bidang pengawasan tenaga nuklir, merumuskan kebijakan di bidang pengawasan tenaga nuklir, dan menetapkan persyaratan akreditasi dan sertifikasi di bidang pengawasan tenaga nuklir.
Untuk pembangunan PLTN, kata dia, ada tiga aspek utama yang menjadi concern Bapeten, yaitu keselamatan (safety), keamanan (security), dan garda-aman (safeguards).
Diutarakan Haendra, hingga saat ini Bapeten belum mengetahui investor atau perusahaan nuklir dari negara mana saja yang sudah memastikan akan membangun PLTN di Indonesia. Namun, informasi yang diterimanya menyebutkan Danantara kemungkinan ikut berinvestasi dalam program pembangunan PLTN.
“Investor atau perusahaan yang ingin membangun PLTN, nantinya akan menjalin kontrak kerja sama dengan dua anak usaha PT PLN (Persero), yaitu PLN Indonesia Power dan PLN Nusantara Power. PLN Indonesia Power untuk proyek PLTN di Kalimantan Barat, dan PLN Nusantara Power untuk proyek PLTN di Bangka Barat,” terangnya.
Ia menyebutkan, pemerintah sudah merencanakan dua dua tapak untuk pembangunan PLTN, yaitu di Bangka Barat dan Kalimantan Barat. Kedua tapak itu akan dibangun PLTN dengan kapasitas masing-masing 250 megawatt (MW). Dan Bapeten sedang menyelesaikan rancangan RTRW untuk pembangunan PLTN di onshore dan offshore.
“Kami sedang menyelesaikan perubahan RTRW di dua lokasi, yaitu Bangka Barat dan Kalimantan Barat. Mudah-mudahan Desember ini selesai dan segera dilaporkan ke Kementerian ESDM,” imbuhnya.
Haendra memperkirakan, PLTN di Bangka Barat akan dibangun dibangun menggunakan teknik floating, karena reaktor nuklirnya dibangun di lepas pantai (offshore). Masing-masing reaktor nuklir di dua tapak tersebut menggunakan Small Modular Reactor (SMR). (Rif)