
Kondisi ini seperti terjadi dalam sistem pendistribusian pupuk, yang secara tiba-tiba regulasinya diubah. Tetapi pemerintah tidak memperhatikan pelaku usaha pupuk yang sudah exsisting puluhan tahun memberikan kontribusi di sektor pupuk dan menyelamatkan uang negara. Karena banyak KUD yang menyalurkan pupuk bersubidi dari pemerintah mengalami gagal bayar.
Dari sisi mana saja pembenahan harus dilakukan pemerintah?
Ke depan, pertama, yang harus dilakukan pemerintah adalah perbaikan kelembagaan, harus dikembalikan kepada tupoksinya masing-masing. Kementerian Pertanian harus konsentrasi dalam masalah produksi padi, dan menghasilkan kualitas padi dan beras yang bagus. Setelah itu, peran Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai buffer stock dan penyangga harga beras, sementara regulatornya ada di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Saya melihat, saat ini terlalu banyak kelembagaan yang mengatur perberasan, sehingga terjadi tumpang tindih yang tidak karuan. Alih-alih para pejabat di kementerian dan lembaga mau berargumentasi dan menerima masukan dari luar, tapi malah menghindar. Yang terjadi saat ini adalah ingin menang sendiri. Jadi, ada pihak yang merasa paling berkuasa, ada pihak yang mengatakan bahwa kebijakan yang dijalankan atas perintah Presiden, ada pula pihak yang tidak berani bicara karena takut menyampaikan kebenaran akan dicopot atau digeser jabatannya. Akhirnya kondisi yang terjadi seperti saat ini. Ini fakta yang terjadi saat ini.
Pemerintah mewacanakan akan menghilangkan kategori beras. Nanti, hanya ada kategori beras medium dan beras khusus, tidak ada lagi kategori beras premium. Pandangan Anda?
Jika hanya ditentukan kategori beras medium, bagi masyarakat yang terbiasa mengkonsumsi beras premium apakah mereka bisa atau dipaksa mengkonsumsi beras medium. Jika dipaksa, berarti pemerintah telah melanggar hak asasi masyarakat. Sebagai warga negara, kita berhak mendapatkan jenis-jenis beras berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Jika pemerintah menentukan kategori beras medium saja, bisa-bisa dibuka keran impor untuk pengadaan beras premium untuk konsumsi kelangan tertentu. Jika keran impor beras premium dibuka, dikhawatirkan rembes ke pasar sehingga mengganggu tata niaga beras medium.
Sikap Anda terkait penghapusan kategori beras premium?
Menurut saya, jangan banyak membuat regulasi. Kita ambil contoh frasa ‘oplosan’ beras yang muncul saat ini, sebenarnya dalam sejarah tidak pernah ada. Dari zaman ke zaman yang ada di industri perberasan adalah terminologi ‘mix’. Istilah ‘oplosan’ ini muncul setelah Menteri Pertanian, Amran Sulaiman melakukan operasi di pasar-pasar. Jadi, sikap saya tidak sepakat dengan kebijakan mengubah great-great beras yang sudah ada saat ini.
Menyoal adanya perbuatan mengoplos beras untuk Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), pertanyaannya adalah beras SPHP yang ditujuan ke masyarakat dengan harga murah ini berasal dari mana? Pengadaan beras SPHP ini ada dua jenis, yaitu beras impor dan beras dari dalam negeri.
Jika masyarakat diberikan beras impor, maka yang terbiasa mengkonsumsi beras lokal, beras SPHP dari beras impor bisa ditukar di pasar. Atau, pedagang menyiasati mencampur beras impor dengan beras lokal yang kualitasnya lebih tinggi, supaya beras itu ketika dimasak menjadi pulen. Karena masyarakat terbiasa mengkonsumsi nasi yang pulen. Lain halnya untuk pedagang nasi goreng, mereka menggunakan beras agak pera.
Situasi seperti itu harus dipahami oleh pejabat di pemerintahan. Jangan hanya melakukan operasi dan operasi pasar, tapi tidak mengetahui kultur masyarakat di lapangan. Kalau pertemuan-pertemuan pejabat pemerintah dengan petani itu kan hanya seremonial yang sifatnya sesaat, tentunya tidak bisa dijadikan pedoman. Yang bisa dijadikan pedoman adalah suara rakyat yang disampaikan ke anggota DPR yang kasak-kusuk turun langsung ke lapangan.