
Rikson menyebutkan tahapan limbah tempurung kelapa diubah menjadi grafena sebagai elektroda pada sel baterai primer.
Pertama, pembuatan arang. Limbah tempurung kelapa digunakan sebagai bahan dasar pada pembuatan elektroda pada sel baterai primer. Tempurung kelapa yang sudah dijemur di bawah sinar matahari dipirolisis di dalam tungku dalam keadaan bebas oksigen selama 5 jam pada suhu 600°C hingga menjadi arang. Setelah arang menjadi dingin, kemudian dihaluskan dengan menggunakan mortar. Selanjutnya, diayak dengan menggunakan ayakan dengan ukuran 100 mesh untuk dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan SEM.
Kedua, sintetis grafena. Arang dari tempurung kelapa berbentuk chip, kemudian ditimbang dan dicampur dengan serbuk karbon aktif. Selanjutnya ditanur pada suhu 600°C selama 1 jam. Tahap berikutnya diayak mengggunakan ayakan dengan ukuran 150 mesh guna memisahkan arang tempurung kelapa dengan karbon aktif. Tempurung kelapa dicuci dengan aquadest hingga bersih dan dikeringkan pada oven suhu 70°C. Selanjutnya, dikarakterisasi menggunakan XRD dan SEM.
Analisa XRD menggunakan alat difraktometer sinar-X Rigaku Smartlab 3 kW Radiasi Cu-Kα digunakan (1.540598 Å) untuk mengamati sampel dari 5o hingga 70o dengan kecepatan scan 2o min-1, tegangan 44 kV, dan arus 40 mA.
Sebagai pembuktian, Rikson dkk mempraktikkan energi elektroda baterai sintesis grafena bisa menyalakan bola lampu 1 volt. Tentu saja, temuan Rikson dkk ini juga bisa membuka peluang bisnis bagi masyarakat Indonesia dari komoditi kelapa beserta limbahnya. (Rif)