
Oleh: dr. Ngabila Salama, M.K.M
KANKER adalah kondisi medis di mana terjadinya pertumbuhan secara tidak terkendali dari sel-sel abnormal dan ganas di dalam tubuh. Pertumbuhan sel kanker ini dapat terjadi di organ mana saja, seperti payudara, paru, kolorektal, hati, lambung, dan sebagainya.
Sel kanker yang tidak terkendali dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya, menyebabkan penyakit semakin parah dan berisiko tinggi menyebabkan kematian. Pertumbuhan sel secara tidak normal dan tidak terkendali ini disebabkan karena adanya kerusakan pada tingkat genetik, yaitu mutasi genetik.
Mutasi genetik menyebabkan sel yang tadinya normal berubah menjadi tidak normal, dan mengaktifkan sel-sel kanker.
Terdapat beberapa kelompok orang yang berisiko lebih tinggi mengalami kanker. Pertama, orang yang memiliki riwayat kanker dalam keluarganya (ayah, ibu, kakak, adik, kakek, nenek). Kelompok ini berisiko lebih tinggi mengalami mutasi genetik yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Kedua, kelompok orang di atas usia 40 tahun. Karena usia juga merupakan faktor risiko timbulnya sel-sel kanker.
Ketiga, kelompok orang yang dapat mengalami mutasi genetik karena gaya hidup dan kebiasaan yang buruk, seperti perokok berat atau tinggal bersama perokok (perokok pasif), minum alkohol berlebihan (>15 kaleng bir per minggu pada pria atau >8 kaleng bir per minggu pada wanita), dan orang yang memiliki riwayat penyakit hepatitis B atau C.
Menurut laporan WHO Globocan South-East Asia pada tahun 2022, terdapat 3.000 kasus kanker baru yang terdeteksi setiap harinya, sebanyak 65.8 persen kanker terdiagnosa saat sudah stadium lanjut. Diagnosis pada stadium lanjut ini dapat menyebabkan angka kematian 5x lebih tinggi dalam 12 bulan.
Keterlambatan diagnosis juga menyebabkan terjadinya kejadian katastropik secara finansial karena kebutuhan akan pengobatan yang lebih banyak dan kompleks (pembedahan, kemoterapi, hormon terapi, terapi target). Tentunya, biaya pengobatan kanker yang terdeteksi pada stadium lanjut lebih besar dibandingkan stadium awal.
Salah satu penyebab terlambatnya diagnosis kanker adalah karena kesadaran untuk melakukan deteksi dini belum tinggi. Kebanyakan kanker akan menimbulkan gejala saat sudah pada stadium klinis lanjut. Oleh karena itu, orang yang merasa tidak memiliki gejala kanker biasanya tidak melakukan deteksi dini.
Kemudian, hanya sedikit tipe kanker yang sudah direkomendasikan secara global untuk dilakukan deteksi dini, seperti kanker payudara, serviks, paru, dan kolorektal. Padahal, ada beberapa jenis kanker lainnya yang juga cukup sering terjadi dan cukup agresif.
Untuk mencegah angka kematian tinggi dan kejadian katastropik finansial, maka perlu dilakukan deteksi dini kanker. Deteksi dini kanker tidak hanya direkomendasikan pada orang yang berisiko, namun untuk orang yang sudah memiliki kesadaran bahwa deteksi dini kanker merupakan hal yang berguna untuk mencegah kejadian katastropik dan kematian.
Deteksi Dini Kanker
Terdapat beberapa jenis deteksi dini kanker yang dapat dilakukan di fasilitas kesehatan (faskes) Indonesia.
Sejauh ini, baru ada dua jenis kanker yang sudah memiliki program rutin pemeriksaan deteksi dini yang dapat dilakukan di faskes milik pemerintah seperti puskesmas, yaitu kanker payudara dan kanker serviks. Sedangkan dua pemeriksaan lainnya, yaitu kolonoskopi dan LDCT paru belum dilakukan secara rutin.
Berikut ragam pemeriksaan dini kanker:
Pemeriksaan SADANIS
Kanker payudara dapat dicegah dengan adanya program SADANIS (Pemeriksaan Payudara Klinis) yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya benjolan atau tanda-tanda abnormal lain (ke arah kanker) pada payudara.
SADANIS direkomendasikan untuk dilakukan 1 tahun sekali untuk wanita berusia 40 tahun ke atas, dan setiap 1-3 tahun sekali untuk wanita usia 25-39 tahun. Pemeriksaan SADANIS biasanya dilakukan bersamaan dengan IVA dan PAP Smear.
Pemeriksaan IVA dan PAP Smear
Kanker serviks dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan IVA atau PAP Smear. Pemeriksaan IVA merupakan pemeriksaan visualisasi menggunakan asam asetat, untuk melihat lesi pra kanker pada leher rahim. Pemeriksaan ini dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan seperti bidan, dokter umum, perawat, dan dokter spesialis obgyn.
Jika hasil abnormal pada pemeriksaan IVA, maka menunjukkan adanya lesi pra-kanker dari kanker serviks. Selanjutnya, pemeriksaan PAP smear adalah tes yang digunakan untuk melihat atau mengetahui kondisi sel-sel serviks (leher rahim).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil sampel berupa sel-sel dari dinding rahim, kemudian dimasukkan ke dalam kaca objek, dan nantinya akan diperiksa di bawah mikroskop.
Pemeriksaan IVA dan PAP smear direkomendasikan dilakukan rutin secara berkala untuk semua wanita yang sudah aktif secara seksual.
Mammografi
Pemeriksaan mamografi adalah pemeriksaan menggunakan sinar X dosis rendah untuk melihat jaringan payudara. Pemeriksaan mamografi bisa mendeteksi benjolan kecil yang tidak teraba saat pemeriksaan SADANIS.
Ketika didapatkan adanya benjolan yang tidak terlihat pada payudara, dokter biasanya akan merujuk untuk melakukan pemeriksaan USG.
USG Mammae
USG mammae dapat digunakan untuk mendeteksi dini kanker payudara. Pemeriksaan USG ini dapat melihat lebih jelas benjolan yang terdapat di dalam payudara.
USG dapat membedakan benjolan yang yang bersifat lebih padat dan yang lebih renggang. Pemeriksaan USG dapat membantu dokter untuk menentukan benjolan pada payudara disebabkan oleh kista atau tumor.
Kolonoskopi
Pemeriksaan kolonoskopi dilakukan untuk melihat bagian dalam usus besar (kolon) dan rektum. Prosedur ini menggunakan alat yang disebut kolonoskop, yaitu tabung fleksibel yang dilengkapi dengan kamera dan lampu di ujungnya.
Alat ini kemudian dimasukkan melalui anus. Pemeriksaan ini berfungsi untuk mendeteksi adanya benjolan, peradangan, dan kondisi-kondisi abnormal lainnya di dalam usus.
Namun pemeriksaan ini baru bisa dilaksanakan di fasilitas kesehatan lebih tinggi, seperti di rumah sakit dan belum rutin untuk dilakukan jika tidak ada indikasi medis atau keluhan.
LDCT
Pemeriksaan LDCT (Low-Dose-Computed Tomography) merupakan pemeriksaan pencitraan medis yang menggunakan dosis radiasi rendah (dibandingkan CT Scan konvensional) untuk menghasilkan gambar detail paru.
Pemeriksaan ini cukup penting untuk mendeteksi dini kanker paru, terutama untuk kelompok berisiko tinggi seperti perokok berat. Namun, belum semua Rumah Sakit memiliki fasilitas pemeriksaan ini.
Kini, ada metode deteksi dini kanker yang lebih modern yang dipasarkan KALGen Innolab, yaitu SPOTMAS-10. Berbeda dengan deteksi dini konvensional yang hanya mendeteksi satu organ dalam satu waktu, SPOTMAS dapat mendeteksi sepuluh jenis kanker sekaligus.
Sepuluh jenis kanker ini merupakan kanker dengan prevalensi yang cukup tinggi dan agresivitas yang cukup besar, yaitu kanker paru, payudara, usus besar, lambung, hati dan saluran empedu, endometrium, pankreas, kerongkongan, ovarium, kepala dan leher.
Metode unik yang SPOTMAS-10 adalah dapat mendeteksi dini kanker dengan cara mencari fragmen DNA sel tumor yang bersirkulasi (disebut dengan ctDNA). (dr. Ngabila Salama, M.K.M., adalah Praktisi Kesehatan Masyarakat/ Kepala Seksi Pelayanan Medik & Keperawatan RSUD Tamansari, Jakarta Pusat)