
Oleh: Profesor Muladno
CALON Penerima Hibah Program Desa Korporasi Sapi (CPH-DKS) tahun 2021 harus ditahan Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri sejak 8 April 2025, karena dituduh korupsi merugikan uang negara sebesar Rp 990 juta lebih. CPH tersebut adalah Kelompok Ternak Ngudi Rejeki yang diketuai oleh JS di Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Disebut CPH karena secara hukum Barang Milik Negara (BMN) belum dihibahkan ke ketua kelompok ternak tersebut sampai hari ini.
Padahal BMN tersebut telah diserahterimakan ke CPH pada Maret 2022. Nilai BMN yang sudah diserahterimakan sebesar Rp 2.718.980.000 berupa satu unit pengolah pakan, pakan olahan penggemukan, fasilitas digester biogas, pakan olahan pembiakan, timbangan digital, 100 ekor sapi bakalan, dan 17 ekor sapi indukan.
Perkara tuduhan kepada CPH ini masih dalam tahap persidangan di Pengadilan Tinggi Tipikor (tindak pidana korupsi) Provinsi Jawa Timur.
Perkara ini merupakan kejadian tidak biasa di Indonesia. Pada umumnya pihak yang berpotensi melakukan tindak pidana korupsi adalah penyelenggara program hibah dan bukan penerima hibah.
Untuk diketahui bahwa menurut Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 111/PMK.06/2016, pemindahtanganan BMN dari penyelenggara program hibah (Kementerian Pertanian) kepada penerima hibah (Kelompok Ternak Ngudi Rejeki) dinyatakan sah setelah naskah perjanjian hibah BMN ditandatangani oleh kedua belah pihak tersebut.
Ternyata naskah perjanjian ini baru ditandatangani oleh Kementerian Pertanian saja, sedangkan JS baru diminta untuk menandatangani pada Agustus 2025 lalu, namun JS tidak bersedia menandatangani.
Tidak Korupsi, tapi Rugi Besar
Karena salah satu komponen BMN adalah barang hidup, yaitu 100 ekor sapi bakalan dan 17 ekor sapi indukan, maka JS beserta kelompok ternak Ngudi Rejeki harus memeliharanya sesuai petunjuk teknis yang disiapkan oleh Kementerian Pertanian RI. Substansi petunjuk teknis adalah penambahan populasi sapi melalui pembiakan 17 ekor sapi indukan, sedangkan 100 ekor sapi bakalan digunakan untuk usaha penggemukan yang hasilnya digunakan untuk menyokong usaha pembiakan.
Saat tuduhan korupsi dijatuhkan pihak Kejaksaan dan JS ditetapkan sebagai tersangka, jumlah sapi indukan bertambah dari 17 ekor menjadi 32 ekor, sedangkan jumlah sapi bakalan berkurang dari 100 ekor menjadi 45 ekor.
Rupanya 55 ekor sapi bakalan yang dijual untuk membiayai kehidupan sapi
indukan selama sekitar 4 tahun itu dianggap telah dikorupsi JS. Padahal demi mensukseskan program hibah DKS ini, kerugian yang diderita kelompok ternak Ngudi Rejeki tersebut lebih dari Rp 2.711.412.000, termasuk utang di BRI sebesar Rp 800 juta.
Kerugian besar yang diderita kelompok ini akan terus membengkak karena JS masih ditahan hingga hari ini sampai proses persidangan selesai. Bagaimana hasil akhir persidangan? Kita tunggu di kemudian hari.
Siapa Dalang Perkara Hukum Ini?
Rasanya aneh kalau di akhir persidangan nanti hakim tipikor memvonis JS sebagai koruptor. Secara hukum kelompok ternak ini masih berstatus CPH, sehingga tidak terikat dengan petunjuk teknis yang dijadikan sebagai dasar untuk menjadikan JS sebagai tersangka korupsi. Ini baru disadari pengacara JS setelah membaca naskah hibah yang sudah ditandatangani pihak Kementerian Pertanian, tetapi belum ditandatangani JS.
Karena masih berstatus CPH, mestinya JS tidak dapat diperkarakan secara hukum apalagi ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Ikatan hukum antara Kementerian Pertanian dan Kelompok Ngudi Rejeki belum ada, sehingga JS sebagai ketua kelompok mestinya dibebaskan demi hukum.
Dugaan adanya ketelodaran Kementerian Pertanian yang baru menandatangani naskah hibah ini justru menjadi penolong dan pelindung JS yang ditahan sampai hari ini. Sangat beruntung bahwa JS belum tanda tangan dokumen teramat penting agar pelaksanaan program hibah ini selesai secara legal formal.
Semoga perkara hukum yang masih dalam proses persidangan ini dapat mengungkap siapa dalang di balik ini semua. Keadilan harus ditegakkan dan kebenaran pasti akan terungkap. (Muladno. Profesor Fapet IPB. Anggota AIPI. Wali Utama SASPRI. Pembina YAPPI)