
Oleh: Dr. Kurtubi
KITA bangga menjadi bangsa Indonesia karena Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia di mana pengelolaan aset Sumber Daya Alam (SDA) energi dan minerba diatur di dalam konstitusi. Harus dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan di negara lain diatur setingkat UU.
Sehingga UU sebagai implementasi konstitusi tidak boleh bertentangan dengan bunyi konstitusi UUD 1945 Pasal 33.
Tetapi kita juga mengetahui dari sejarah bangsa kita sendiri bahwa di periode awal pascakemerdekaan. Pasal 33 UUD 1945 belum bisa diterapkan.
Sehingga pengelolaan SDA energi dan minerba masih melanjutkan sistim zaman penjajahan yang menggunakan Sistim Konsesi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial.
Sistim zaman kolonial ini pasti tidak sejalan dengan ketentuan pengelolaan menurut Konstitusi UUD 1945 yang harus dikuasai negara untuk dikelola bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Di masa perang kemerdekaan, sejarah mencatat bahwa para pejuang kemerdekaan mengambil alih semua kegiatan pertambangan, khususnya migas dari tangan penjajah. Mereka mendirikan perusahaan-perusahaan migas lokal di daerah-daerah penghasil migas.
Di kala itu, pihak yang mempunyai organisasi yang rapi dan disiplin adalah militer. Sehingga pemerintah menugaskan seorang militer Kolonel Dr. Ibnu Sutowo untuk mengkoordinir perusahaan-perusahaan migas yang ada di semua daerah.
Hasilnya lahir dua perusahaan migas baru, yaitu Permina dan Pertamin sebagai hasil penggabungan dari semua perusahaan migas yang direbut dari penjajah.
Oleh anggota DPR yang berasal dari Aceh bernama Tengku Muhammad Hasan, diusulkan kepada Pemerintahan Zaken Kabinet di bawah PM Djuanda Kartawidjaja, agar menerapkan Pasal 33 UUD 1945 di dalam pengelolaan migas nasional.
PM Djuanda mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (PERPPU) mencabut pemberlakuan UU Pertambangan zaman penjajahan (Indische Mijnwet). Kemudian diterima oleh DPR, sekaligus melahirkan UU Migas No. 44/Prp/1960 yang mengharuskan sektor migas dikelola oleh Perusahaan Negara (PN) yang dibentuk dengan UU.
Barulah sekitar 10 tahun kemudian keluar UU Pertamina No.8/1971 yang melahirkan Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) sebagai pengelola migas nasional dengan menggunakan Sistim Kontrak Bagi Hasil (” B to B”) antara Pertamina dengan semua investor migas.