160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
750 x 100 PASANG IKLAN

PERCEPAT PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA DOUBLE DIGIT

750 x 100 PASANG IKLAN

Oleh: Dr. Kurtubi

Dengan meluruskan pengelolaan aset sumber daya alam (SDA) minyak dan gas bumi (migas)serta mineral dan batubara (minerba) sesuai konstitusi UUD 1945 Pasal 33. 

Undang-Undang Migas No.22 Tahun 2001 yang di-endorce oleh International Monetary Fund (IMF) ketika terjadi krisis moneter. Namun, RUU-nya disusun oleh anak bangsa sendiri. Menjadi penyebab terus menurunnya produksi migas selama dua dekade.

Karena UU ini mencabut UU Mgas No.44/Prp/1960 dan UU Pertamina No.8 Tahun 1971 yang sudah sesuai dengan konstitusi dan terbukti berhasil membawa sektor migas menjadi sumber utama penerimaan APBN dan  pencapaian pertumbuhan ekonomi tertinggi Indonesia sebesar 9,8 persen–ketika produksi migas dan harga minyak dunia tinggi.

750 x 100 PASANG IKLAN

Selain UU Migas No.22 Tahun 2001 inkonstitusional, karena belasan pasalnya sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Namun hingga hari ini, UU Migas No.22 Tahun 2001 masih tetap dibiarkan berlaku. Padahal semua presiden RI ketika dilantik bersumpah untuk mentaati konstitusi UUD 1945  yang di dalamnya ada Pasal 33.

Sedangkan UU Minerba No.3 Tahun 2020 hingga hari ini menggunakan sistem konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Kontrak Karya (KK), yang merupakan sistem zaman kolonial, tidak sesuai dengan konstitusi UUD 1945 Pasal 33.

Dalam Forum Konferensi Guru Besar Indonesia ke IV di Makassar tahun 2012, saya telah paparkan penyebab hilangnya kedaulatan negara atas aset atau kekayaan SDA migas dan minerba. Penyebab pertama, hubungan dengan investor migas dan tambang dikembangkan atas dasar pola hubungan Business to Government (B to G). Pemerintah berkontrak dengan pihak investor (perusahaan asing/swasta).

Kedua, adanya penafsiran atas kata “dikuasai” negara dalam Pasal 33 UUD 1945 yang tidak diartikan sebagai “dimiliki negara”.

750 x 100 PASANG IKLAN

Ketiga, BUMN migas dan tambang terkait yang mestinya mewakili negara dalam memegang hak kepemilikan dan pengelolaan, statusnya justru disamakan dengan investor asing dan swasta.

Keempat, aset berupa cadangan migas dan tambang yang berada di perut bumi, tidak ada tercatat di laporan Keuangan BUMN terkait.

Kelima, karena aset berupa cadangan di perut bumi tidak secara tegas dinyatakan sebagai milik negara, dan tidak juga dilaporkan dalam laporan keuangan BUMN terkait, maka pihak kontraktor yang mengklaim sebagai asetnya, dan dijadikan agunan dalam meminjam uang dari bank.

Solusi

Tata kelola aset aau kekayaan sumber daya alam migas dan minerba sekarang ini masih jauh dari amanat Pasal 33 UUD 1945, karena negara telah kehilangan kedaulatan atas sumber daya alamnya. Selain selama ini perolehan negara masih relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah yang diproduksikan.

750 x 100 PASANG IKLAN

Secara geologis, aset berupa cadangan terbukti dari migas dan minerba yang terpendam di perut bumi Nusantara ini sangatlah besar. Pada tahun 2012, aset berupa migas dan batubara saja nilainya sekitar Rp56,620 triliun atau sekitar 30 kali APBN 2012.

Mengingat aset yang berupa cadangan terbukti bersifat tradeable dan bankable, maka ke depan aset ini harus secara jelas dinyatakan sebagai milik negara yang hak kepemilikan dan pengelolaannya diserahkan ke BUMN yang dibentuk berdasarkan UU dan diberi Kuasa Pertambangan (KP), bukan BUMN yang dibentuk dengan Akta Notaris dan Keputusan Menteri.

BUMN yang dibentuk oleh UU dapat mensukseskan pembangunan hilirisasi SDA migas dan minerba secara masif, di mana KP ini merupakan intengible asset (aset tidak berwujud) yang sangat dihargai lembaga keuangan/lembaga internasional. Dan sudah terbukti, ketika Pertamina berhasil mengelola hilirisasi atas cadangan gas bumi dalam jumlah besar yang ditemukan investor migas di sisi hulu.

Kemudian, Pertamina dengan sukses membangun Kilang LNG di Arun Aceh dan di Badak Kalimantan Timur tanpa menggunakan APBN. Ketika itu Pertamina memperoleh kemudahan dari lembaga keuangan/lembaga internasional dalam memperoleh kredit dengan bunga relatif lebih rendah untuk membangun Kilang LNG di Arun Aceh dan Badak Kalimantan Timur.

BUMN yang dibentuk berdasarkan UU ini, bisa mengakumulasi dana besar dengan jalan memonetasi aset cadangan, baik melalui sistem perbankan maupun sistem pasar modal. Pemerintah bisa menggunakan dana tersebut untuk membiayai pembangunan infrastruktur secara masif di seluruh Indonesia guna mempercepat Indonesia menjadi negara maju yang sejahtera.

Untuk itu, regulasi yang menyangkut tata kelola aset migas dan minerba harus segera diluruskan dengan mengganti atau menyempurnakan UU Migas No.22 Tahun 2001 dan UU Minerba No.3 Tahun 2020 agar sesuai dengan konstitusi, sekaligus merupakan terobosan baru dalam mendanai pembangunan infrastruktur.

Dengan diserahkannya hak kepemilikan dan pengelolaan SDA migas dan minerba ke BUMN, maka pihak kontraktor asing atau swasta berkontrak dengan BUMN. Sehingga pemerintah berada di atas kontrak. Pemerintah sebagai pemegang kebijakan.

BUMN diwajibkan mengelola aset migas dan minerba secara efisien sesuai dengan kaidah-kaidah bisnis dan diwajibkan memaksimumkan pendapatan negara dari migas dan minerba. BUMN diwajibkan memenuhi seluruh kebutuhan BBM, gas, mineral, dan batubara dalam negeri yang harga jualnya ditetapkan oleh pemerintah.

Sementara direksi dan komisaris BUMN berasal dari kalangan profesional, ahli, independen, daerah penghasil, dan sebagainya.

Lantas, bagaimana kepemilikan aset untuk kontraktor? Cadangan migas dan minerba baru menjadi aset milik kontraktor, setelah diproduksikan dan dibagi dengan BUMN. (Dr. Kurtubi-Alumnus FEUI, IFP, dan CSM. Mantan Pengajar Mata Kuliah Diplomasi Energi Pasca Sarjana Universitas Paramadina, dan Mantan Pengajar Ekonomi Energi Pasca Sarjana FEUI di Salemba dan Depok)

750 x 100 PASANG IKLAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 PASANG IKLAN
Core Business

Bincang Kepo

Promo Tutup Yuk, Subscribe !