160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN

Pelajaran Mahal Pengalihan Anggaran Penyaluran ke Penyerapan Beras

750 x 100 PASANG IKLAN

Dalam rapat koordinasi terbatas ketahanan pangan bersama Presiden Prabowo Subianto, 26 November 2024, diputuskan penyaluran bantuan pangan dan SPHP pada Januari-Februari 2025. Ini karena Januari-Februari 2025 musim packelik. SPHP ditargetkan 150 ribu ton per bulan. SPHP sempat disalurkan Januari hingga pekan pertama Februari 2025. Jumlahnya 181.173 ton. Bantuan pangan beras belum sempat disalurkan.

Tiba-tiba, melalui rakortas pula, penyaluran SPHP dan bantuan pangan di-stop. Alasannya produksi melimpah. Bulog harus mengamankan agar petani tak merugi. Padahal merujuk data BPS, produksi dikurangi konsumsi di Januari dan Februari masing-masing defisit 1,33 juta ton dan 0,31 juta ton beras. Anggaran penyaluran di hilir digeser untuk penyerapan tanpa anggaran pengganti. Ketiadaan anggaran pengganti inilah yang membuat intervensi pasar terlambat dilakukan ketika harga beras di pasar tinggi.

Bagi Bulog, hemat saya, pengalihan anggaran ini lebih banyak mudarat ketimbang manfaat. Sebab, selama ini Bulog hampir tidak pernah kesulitan memenuhi kebutuhan anggaran untuk penyerapan gabah/beras petani. Pada 2023-2024 pembiayaan penyerapan cadangan pangan pemerintah (CPP) bersumber dari pinjaman bank-bank milik negara dengan subsidi bunga. Ini diatur di Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga Pinjaman dalam Rangka Pengadaan CPP.

Sebelum itu, Bulog menggunakan kredit bank berbunga komersial. Dengan sistem pascabayar, yakni bekerja dulu kemudian dibayar oleh pemerintah setelah proses audit, Bulog tidak kesulitan mengakses pendanaan. Toh anggaran Rp16,6 triliun dari Kementerian Keuangan itu juga tidak bebas bunga. Dengan menunjuk Bulog sebagai Operator Investasi Pemerintah (OIP), seperti tertuang di Surat Menteri Keuangan Nomor S-38/MK.5/2025, nantinya Bulog harus mengembalikan pinjaman itu dan bunganya. Bedanya, lewat skema OIP bunganya lebih rendah ketimbang kredit komersial.

750 x 100 PASANG IKLAN

Lagi pula, anggaran Rp16,6 triliun itu hanya setara 1,3 hingga 1,4 juta ton beras. Artinya, penyerapan sisanya (1,6 – 1,7 juta ton dari target 3 juta ton beras) masih harus menggunakan kredit bank berbunga komersial. Masalahnya, ketika anggaran penyaluran tidak disiapkan penggantinya Bulog akan dihadapkan pada ketidakpastian: bagaimana nasib CBP? Mau dialirkan ke mana beras itu. Bulog tidak bisa sembarangan mengeluarkan. Sebagai operator, pengeluaran harus atas perintah regulator: Bapanas.

Pada titik ini, salah satu yang alpa dikalkulasi ketika mengalihkan anggaran penyaluran ke penyerapan adalah pemanfaatan CBP tidak pasti: disalurkan untuk apa, kapan disalurkan, dan berapa banyak? Ketidakpastian penyaluran ini yang antara lain membuat Ombudsman memperkirakan ada potensi kerugian negara Rp7 triliun akibat tata kelola CBP. Padahal, Bapanas sudah jauh-jauh merencanakan dengan baik penyaluran di hilir. Ketika perencanaan diinterupsi di tengah jalan, karut marut pun terjadi. Apakah otoritas yang menginterupsi ini bisa dituntut karena merugikan negara?

Pelajaran penting lainnya adalah penyerapan dan penyaluran beras itu satu nafas. Tidak bisa diputus salah satunya. Ini didasari oleh kenyataan bahwa beras adalah barang tidak tahan lama. Agar tidak mengendap lama, beras yang diserap harus disalurkan secara rutin dan terus-menerus. Supaya prinsip “masuk pertama keluar pertama” bisa dilakukan dengan baik. Dalam bahasa akademik ini disebut stok dinamis (dynamic stock). Stok dinamis bisa dipraktikan jika ada kepastian penyaluran.

Apa ada solusi agar stok beras akhir tahun Bulog tidak besar di saat anggaran belum ada? Bisa saja anggaran untuk subsidi penyaluran yang belum ada tahun ini dibayarkan tahun depan. Ini harus diputuskan di rakortas bersama Presiden. Mekanisme seperti ini bukan hal baru bagi Bulog. Waktu krisis 1997/1998, pemerintah berutang pada Bulog triliunan rupiah. Rakor bidang ekonomi dan industri, yang disetujui Presiden, menetapkan pelunasan tahun 2000. Pertanyaannya, apakah anggaran tahun 2026 memadai?

750 x 100 PASANG IKLAN

Wassalam. (Khudori: Pengurus Pusat PERHEPI, Komite Ketahanan Pangan INKINDO, dan Pegiat AEPI).

 

 

750 x 100 PASANG IKLAN

Pages: 1 2 3Show All
750 x 100 PASANG IKLAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 PASANG IKLAN
ANINDYA

Tutup Yuk, Subscribe !