
Selain daerah penghasil tambang memperoleh kenaikan pendapatan berupa kenaikan pajak, juga akan memperoleh pertambahan kesempatan kerja yang sangat besar dari multiplier effect lahirnya industri penunjang kegiatan hilirisasi. Seperti industri pariwisata, perhotelan, kuliner, lembaga pendidikan akan turut berkembang.
Memeratakan pembangunan untuk di luar Jawa, bukan dengan memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke IKN di Kalimantan Timur yang sebenarnya adalah daerah penghasil tambang migas nasional yang besar. Sejak zaman penjajahan Kaltim sudah menghasilkan migas. Bahkan Kaltim dan Aceh merupakan daerah yang sudah menerapkan program hilirisasi gas alam dengan membangun Kilang LNG di Bontang Kaltim dan di Arun Aceh.
Hilirisasi gas bumi dilakukan oleh Pertamina dengan memanfaatkan posisinya sebagai pemegang Kuasa Pertambangan berdasarkan UU Migas No.44/Prp/1960 dan UU Pertamina No.8/1971, di mana oleh Lembaga Keuangan International, wewenang Kuasa Pertambangan ini dinilai sebagai Intengible Asset (harta tak berwujud). Sehingga Pertamina memperoleh kemudahan dalam pendanaan hilirisasi gas bumi yang dihasilkan oleh Sektor Hulu Migas.
Hilirisasi gas bumi ini butuh teknologi pencairan gas dengan biaya besar. Pertamina berhasil menjual produk LNG-nya dengan harga yang saling menguntungkan dengan para pembeli di Jepang dan Korea. Indonesia pun menjadi salah satu negara pengekspor LNG terbesar dunia selain Pertamina menjadi pengekspor minyak Anggota OPEC.
Sektor Migas berhasil menjadi Sumber utama penerimaan APBN dan penerimaan devisa ekspor. Pertumbuhan ekonomi nasional berhasil menembus level tertinggi hingga level 9,8 persen saat produksi dan harga migas dunia tinggi pada tahun 1980.
Indonesia yang sudah meratifikasi Paris Agreement on Climate Change menjadi UU No.16/2016, maka sebaiknya Presiden Prabowo segera memproklamirkan lahirnya industri nuklir hulu hilir.
Proses pengadaan energi nuklir tentu membutuhkan dukungan investor. Namun, tidak harus pula pemerintah membentuk NEPIO yang bisa menghambat investasi energi nuklir. NEPIO bukan kewajiban dari IAEA.
Segera manfaatkan energi nuklir untuk menopang hilirisasi pertambangan guna menaikkan pertumbuhan ekonomi yang merata antarJawa dann luar Jawa. (Dr Kurtubi: Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014–2019. Dewan Pakar Partai NasDem. Alumnus FEUI, IFP Perancis dan CSM Amerika. Mantan Pengajar Ekonomi Energi Pascasarjana FEUI dan Universitas Paramadina)