
Oleh: Ir. Entang Sastraatmadja
OPERATOR PANGAN adalah individu atau organisasi yang bertanggung jawab untuk mengelola dan mengoperasikan sistem pangan, termasuk produksi, pengolahan, distribusi, dan penjualan pangan.
Operator pangan dapat berupa:
Operator pangan memiliki peran penting dalam memastikan ketersediaan pangan yang aman dan berkualitas bagi masyarakat. Mereka harus memastikan bahwa produk pangan yang dihasilkan atau dijual memenuhi standar keamanan dan kualitas pangan yang ditetapkan oleh pemerintah dan lembaga terkait.
Bulog adalah operator pangan. Bulog, atau Badan Urusan Logistik, berfungsi sebagai lembaga parastatal yang bertanggung jawab untuk mengelola pengadaan dan penyaluran komoditas bahan pangan strategis. Dengan demikian, Bulog berperan penting dalam menciptakan stabilisasi harga dan memberikan perlindungan kepada produsen dan konsumen.
Ada beberapa alasan dan pertimbangsn, mengapa posisioning Bulog kembali ramai dibincangkan. Pertama, karena sekarang ini, para wakil rakyat di Komisi IV DPR terekam tengah serius membahas revisi UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Salah satu diskusi yang cukup seru adalah terkait dengan revitalisasi kelembagaan pangan, baik itu keberadaan Kemenko urusan Pangan, Badan Pangan Nasiobal, dan Perum Bulog itu sendiri.
Kedua, karena adanya kemauan politik Presiden Prabowo yang ingin mengembalikan lagi keberadaan Perum Bulog sebagai lembaga otonom pemerintah yang langsung di bawah Presiden. Hal ini, jelas tidak jauh berbeda dengan kehadiran Bulog di era Pemerintahan Presiden Soeharto. Saat itu, status Bulog adalah Lembaga Pemerintah Nondepartemen (LPND).
Catatan kritisnya adalah mana yang lebih cocok, Bulog sebagai lembaga otonom pemerintah atau BUMN?
Soal Bulog dapat berfungsi efektif dan efesien, baik sebagai BUMN maupun lembaga otonom pemerintah langsung di bawah Presiden, tergantung pada tujuan dan kebutuhan pemerintah. Sebagai bahan pertimbangan, ada baiknya kita cermati catatan terkait Bulog sebagai BUMN:
Selanjutnya, Bulog sebagai Lembaga Otonom Pemerintah:
Namun, perlu diingat bahwa perubahan status Bulog menjadi lembaga otonom pemerintah langsung di bawah Presiden direncanakan akan dilaksanakan pada 2026, dan saat ini Bulog masih berada di bawah Kementerian BUMN hingga tahun 2025. Kementerian Koordinator urusan Pangan dan kementerian/lembaga terkait lain, sepertinya telah diberi tugas khusus untuk menggarap transformasi kelembagaan Perum Bulog.
Presiden Prabowo sendiri ingin agar Bulog kembali menjadi lembaga otonom pemerintah yang langsung di bawah Presiden, bukan lagi sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tujuan dari perubahan ini adalah untuk mencapai swasembada pangan dan memperkuat fungsi Bulog dalam stabilisasi harga dan ketahanan pangan.
Dengan status sebagai lembaga otonom, Bulog diharapkan dapat lebih fokus pada pelayanan publik dan tidak dibebani kewajiban mencari keuntungan seperti layaknya BUMN. Selain itu, perubahan status ini juga diharapkan dapat mengurangi beban finansial Bulog yang selama ini bersumber dari mekanisme komersial.
Presiden Prabowo berhasrat untuk mengembalikan Bulog menjadi lembaga nonkomersial seperti era Presiden Soeharto, di mana Bulog dapat mengendalikan harga gabah dan menjaga kesejahteraan petani, serta mengawal harga beras di masyarakat.
Presiden Prabowo ingin agar Bulog kembali menjadi lembaga otonom pemerintah karena beberapa alasan:
Pertama, mencapai Swasembada Pangan. Transformasi Bulog menjadi badan otonom diharapkan dapat memperkuat perannya dalam menjaga pasokan dan stabilisasi harga pangan, sehingga dapat mencapai target swasembada pangan pada 2027.
Kedua, mengurangi beban finansial. Dengan status sebagai lembaga otonom, Bulog tidak lagi dibebani kewajiban mencari keuntungan seperti layaknya BUMN, sehingga dapat mengurangi beban finansial yang bersumber dari mekanisme komersial.
Ketiga, mengembalikan fungsi Bulog sebagai lembaga nonkomersial. Presiden Prabowo ingin mengembalikan Bulog menjadi lembaga nonkomersial seperti era Presiden Soeharto, di mana Bulog dapat mengendalikan harga gabah dan menjaga kesejahteraan petani, serta mengawal harga beras di masyarakat.
Keempat, meningkatkan fleksibilitas. Dengan transformasi ini, Bulog dapat memiliki fleksibilitas lebih besar dalam menjalankan fungsinya sebagai penyangga pasokan pangan dan stabilisator harga, tanpa harus memperhitungkan profitabilitas.
Kelima, memperkuat Ketahanan Pangan Nasional. Transformasi Bulog menjadi badan otonom diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan nasional dan memberikan dampak positif terhadap stabilitas harga dan ketersediaan pangan di Indonesia. (Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat).