
Jakarta,corebusiness.co.id-Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim (ARUKI) menyelenggarakan pertemuan dengan media untuk membahas Indonesia Climate Justice Summit (ICJS) 2025 di Kantor Eksekutif Nasional WALHI.
ICJS merupakan sebuah forum politik rakyat berskala nasional yang akan digelar pada 26–28 Agustus 2025 di Jakarta. Mengusung tema “Gerakan Rakyat, Solusi Rakyat: Mengukuhkan Keadilan Iklim dari Lokal ke Global”.
ICJS bertujuan sebagai ruang bersama untuk merumuskan tuntutan rakyat atas keadilan iklim dan mendorong keterlibatan bermakna masyarakat dalam pembentukan RUU Keadilan Iklim serta agenda Konferensi Iklim COP 30 di Brasil.
ARUKI menyadari pentingnya kolaborasi lintas sektor, termasuk peran media, dalam memperluas jangkauan suara rakyat mengenai keadilan iklim.
Dalam catatan ARUKI, lebih dari 28.000 bencana iklim terjadi dalam satu dekade terakhir, menyebabkan lebih dari 38 juta warga terdampak, serta menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp 544 triliun antara 2020–2024. Dampak tersebut paling dirasakan oleh komunitas yang selama ini justru paling jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
“Temu Rakyat untuk Keadilan Iklim atau ICJS ini adalah forum politik rakyat, terutama mereka masyarakat rentan, untuk dapat mengekspresikan, menyuarakan dan menggagas solusi yang ditawarkan kepada negara untuk memastikan terwujudnya keadilan iklim,” kata Ketua Panitia Pelaksana ICJS 2025, Dewy.
Anggota Komite Pengarah Climate Justice Summit, Zainal Arifin menyoroti urgensi pembahasan RUU Keadilan Iklim, karena lemahnya kerangka hukum yang ada dalam merespons krisis iklim.
Menurut Zainal, Undang-Undang Lingkungan Hidup saat ini masih berfokus pada aspek teknis seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), tanpa menyentuh akar persoalan yang lebih mendasar seperti ketimpangan struktural, relasi kuasa, dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat terdampak. Padahal, kompleksitas krisis iklim menuntut pendekatan hukum yang lebih komprehensif, adil, dan berpihak pada rakyat.
Ia mencontohkan pembabatan hutan di Kalimantan untuk kepentingan industri tidak hanya merusak ekosistem lokal, tetapi juga mengubah arus laut yang menyebabkan desa-desa pesisir di wilayah lain ikut tenggelam.
“Ini adalah contoh nyata dampak lintas wilayah yang tak bisa diselesaikan dengan pendekatan teknokratik semata. Kita butuh kerangka hukum yang adil dan berpihak pada rakyat,” ungkapnya.
Untuk itu, ICJS juga mendorong pembahasan RUU Keadilan Iklim sebagai kerangka hukum nasional yang menjadi pedoman bagi pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan dalam merespons krisis iklim secara adil, inklusif, dan berorientasi pada hak rakyat.
RUU ini bertujuan untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip keadilan iklim ke dalam seluruh kebijakan dan regulasi iklim di Indonesia. (Rif)