
Menurut Zainal, Undang-Undang Lingkungan Hidup saat ini masih berfokus pada aspek teknis seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), tanpa menyentuh akar persoalan yang lebih mendasar seperti ketimpangan struktural, relasi kuasa, dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat terdampak. Padahal, kompleksitas krisis iklim menuntut pendekatan hukum yang lebih komprehensif, adil, dan berpihak pada rakyat.
Ia mencontohkan pembabatan hutan di Kalimantan untuk kepentingan industri tidak hanya merusak ekosistem lokal, tetapi juga mengubah arus laut yang menyebabkan desa-desa pesisir di wilayah lain ikut tenggelam.
“Ini adalah contoh nyata dampak lintas wilayah yang tak bisa diselesaikan dengan pendekatan teknokratik semata. Kita butuh kerangka hukum yang adil dan berpihak pada rakyat,” ungkapnya.
Untuk itu, ICJS juga mendorong pembahasan RUU Keadilan Iklim sebagai kerangka hukum nasional yang menjadi pedoman bagi pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan dalam merespons krisis iklim secara adil, inklusif, dan berorientasi pada hak rakyat.
RUU ini bertujuan untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip keadilan iklim ke dalam seluruh kebijakan dan regulasi iklim di Indonesia. (Rif)